Oleh: Siti Lailatul Mujayanah
PAIN KUA Kec. Bumi Agung
Mengawali
tulisan ini, terdapat sebuah pertanyaan sederhana. Mengapa begitu penting untuk
membudayakan
membaca Al-Qur'an?
Sebelum
lebih lanjut, mungkin lebih baik kita mengetahui pengertian budaya. Budaya
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal budi atau
istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya
yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia, sehingga dapat menunjuk pada
pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Menurut
Koentjaraningrat (2000: 181) kebudayaan dengan kata dasar budaya berasal dari
bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti
“budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya
budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari
cipta, karsa, dan rasa itu.
Dalam
konteks tulisan yang sederhana ini, budaya merupakn sebuah tradisi. Kebiasaan yang
melekat dalam kehidupan masyarakat muslim. Tradisi tersebut adalah budaya
membaca Al-Qur’an. Inilah maksud sederhana dari tulisan ini.
Membaca
Al-Qur’an adalah tradisi yang baik. Tradisi yang sangat dianjurkan agama. Sebab,
Al-Qur’an merupakan kitabullah. Kitab suci yang merupakan sumber utama
dan pertama dalam ajaran Islam. Kitab suci yang didalamnya terdapat petunjuk bagi
kehidupan umat manusia.
Membaca ayat
suci Al-Qur'an dapat menghidupkan hati dan jiwa manusia. Sebagai mukjizat yang
agung, membaca Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk ibadah. Dengan membaca,
maka ketenangan hati akan manusia dapatkan. Hal ini sebagaimana dalam firman
Allah SWT dalam Surat Ar-Ra’d ayat 28.
Setiap
mukmin yakin, bahwa membaca Al-Qur'an termasuk amal yang sangat mulia. Dengan membaca Al-Qur’an akan dapat
pahala yang berlipat ganda. Hal ini dikarenakan apa yang di baca adalah kitab
suci. Kitab suci yang didalamnya mengandung banyak hikmah.
Ahli tafsir
Abdurrahman As-Sa'di menjelaskan, Al-Qur'an sanggup menghidup kan hati dan jiwa
manusia, dengannya segala urusan dunia akan menjadi lebih mudah. Termasuk urusan
tentang akhirat, akan menjadi lancar dan kokoh. Sebab Al-Qur'an mengandung
berkah kebaikan yang banyak dan ilmu yang bermanfaat.
Namun tidak
semua manusia mendapatkan hidayah kenyamanan dalam membaca Al-Qur'an. Maka bersyukurlah
bagi mereka yang di beri hidayah. Salah satu bentuk rasa syukur yang bisa
dilakukan adalah mempertahankan tradisi membaca Al-Qur’an. Tradisi yang harus
dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan.
Proses yang
berkesinambungan tersebut akan menjadi cerminan keperibadian manusia. Pola
perilaku tersebut akan menentukan tingkat kebaikan atau sebaliknya. Pola perilaku
ini juga akan menjadikan hati memiliki kecenderungan. Kecenderungan berbuat
baik atau malah justru perbuatan tidak terpuji.
Jika hati
manusia lebih cenderung dalam kejahatan, maka hati tersebut sedang sakit. Dalam
konteks psikologis, hati yang sakit harus segera diobati. Islam mengajarkan
bagaimana agar hati manusia tidak sakit (berkarat). Hal ini bisa kita dapati
dalam sebuah hadist Rasulullah SAW.
Dari Ibnu
Umar ia berkata" Rasulullah SAW bersabda " Hati ini berkarat
seperti berkarat nya besi jika terkena air, lalu beliau di tanya, apa
pembersihnya? Sabda beliau "banyak mengingat mati dan membaca Al-Qur'an”.(HR.Al-
Baihaqi).
Al-Qur'an; pendidikan sebagai sarana
Peran pendidikan menjadi sangat penting
dan strategis. Pendidikan mempunyai tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat
manusia. Pendidikan juga memberikan ragam cara dan metode. Dalam hal ini tentu
pendidikan yang berbasis pada Al-Qur’an.
Hal
ini dapat di pahami, dengan pendidikan seseorang akan memiliki bekal pengetahuan
yang cukup. Pengetahuan yang dimiliki tersebut secara tidak langsung akan
menjamin kehidupan manusia itu sendiri. Bahkan dengan pengetahuan yang ada,
derajat manusia akan diangkat oleh Allah SWT.
Dalam
konteks ini, Allah SWT berfirman, “Allah Swt.
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu beberapa derajat”.
(Q.S: 58;11).
Maka,
proses pendidikan harus dilaksanakan sejak dini. Proses perkembangan anak-anak
harus dididik dengan ragam pendidikan. Proses ini dapat dimulai dari keluarga. Sebab
keluarga merupakan wahana pendidikan terpenting dalam kehidupan manusia.
Dari
Ali RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "didiklah anak-anak kalian
dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta
membaca Al-Qur'an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi Al-Qur'an
akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada lindungan selain
lindungannya bersama para Nabi dan kekasihnya ". (HR.Ad- Dailami).
Secara
spesifik, proses pendidikan membaca Al-Qur’an juga dimulai dari keluarga. Faktor
kedua orang tua akan sangat memengaruhi keberhasilan tersebut. Peran dan
tanggungjawab orang tua mutlak diperlukan. Dari sinilah pola pendidikan dasar
akan berlangsung secara bertahab.
Pengenalan
terhadap huruf-huruf Al-Qur’an wajib dilakukan terhadap anak. Pengenalan ini
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana membaca Al-Qur’an
kepada anak. Inilah tugas awal orang tua untuk mengenalkan huruf-huruf hijaiyah
kepada anak.
Kita
tentu memahami dan menyadari bersama bahwa belajar membaca Al-Qur’an berbeda
dengan belajar membaca buku. Pemahaman ini juga harus diberikan kepada anak. Tujuanya
sangat jelas, memberikan pengajaran membaca bukan hanya sekedar membaca. Namun ada
makna, etika dan nilai ketika membaca Al-Qur’an.
Untuk
menanamkan nilai kecintaan membaca Al-Qur’an dapat dilakukan dengan beragam
cara. Melalui proses pengajaran secara langsung kepada anak atau melalui lembaga-lembaga
pendidikan yang bercorak islam. Semisal TPQ, Pondok Pesantren dan lain
sebagainya.
Proses
untuk memaksimalkan tradisi membaca Al-Qur’an tidaklah mudah. Beragam tantangan
senantiasa hadir. Baik tantangan bersifat eksternal ataupun yang bersifat
internal. Meskipun begitu, proses tersebut tidak boleh berhenti. Proses tersebut
harus tetap dijaga dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan
sesungguhnya umat muslim, termasuk para penyuluh agama Islam dekade ini ialah
bagaimana menciptakan tradisi membaca Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
tradisi tersebut maka membaca Al-Qur’an akan menjadi budaya yang baik. Budaya yang
akan memberikan ketenangan bersama.
Semoga para penyuluh agama Islam dapat
terus bersinergi dalam pengentasan buta aksara Al-Qur'an , sehingga dapat terciptanya
masyarakat yang ahli ilmu, ahli Al-Qur'an, membumikan Al-Quran, membudayakan
membaca Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga.
Bumi Agung, 27 Januari 2022.
Alhamdulillaah.....terimakasih ya Alloh....semoga bermanfaat ....semangat..semangat ..YESS...
BalasHapusSemangat....
BalasHapusYuk, yang lain
Alhamdulillah
BalasHapus