Senin, 07 Februari 2022

Radikalisme Atas Nama Agama

 


Oleh: Nurudin
PAIN KUA Kec. Negara Batin

Radikalisme dalam tahun-tahun terakhir ini makin banyak disandingkan dengan agama atau menyudutkan satu kaum tertentu. Radikalisme acapkali dijabarkan sebagai pola politik atau ideologi yang  digunakan untuk menguasai suatu negara dengan cara kekerasan atau pemaksaan.

Tulisan ini membatasi bagaimana isu radikalisme dalam konsepsi penulis. Dengan pembatasan ini, pemahaman awal tentang radikalisme dapat dengan mudah dipahami. Kemudian, secara lebih khusus pemahaman yang sama dapat dipahami oleh para penyuluh agama islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),  radikalisme adalah paham atau aliran yang  menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ciri radikalisme yang sering ditemui antaralain ajaran atau aliran dengan jalan kekerasan yang bertentangan dengan falsafah negara.
Radikalisme menurut Cross (2013) yaitu sebagai: 1) Istilah dalam lingkup gerakan sosial maupun politik yang berarti sebuah proses, praktik, atau serangkaian keyakinan dari keadaan non-radikal menjadi radikal. Praktik radikalisme sering diasosiasikan dengan sejumlah taktik dan strategi yang berada di luar lingkup aksi protes politis maupun religius yang dapat diterima, bahkan menjurus ilegal. 2) Radikalisme merepresentasikan sisi ekstrim dari (kurva) distribusi aksi politik yang dapat diterima dan radikalisme dapat melibatkan aksi kekerasan atas dasar keyakinan, bukan personal. 3) Radikalisme dapat merujuk pada keyakinan tentang cara terbaik untuk meraih tujuan gerakan. Keyakinan radikal mengembangkan perasaan bahwa cara yang diterima (oleh masyarakat) untuk mengubah keadaan tidaklah cukup dan langkah-langkah luar biasa harus ditempuh.
Banyak negara yang menentang adanya radikalisme ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang menentang paham tersebut. Radikalisme di Indonesia mulai mengkhawatirkan. Muncul berbagai gerakan radikalisme dengan mengatasnamakan agama. Mulai dari gerakan terorisme hingga mencuatnya isu ISIS (Islamic State of Iran and Syiria).

            Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme atas nama agama telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi, gerakan-gerakan radikal ini kadang memiliki pebedaan pandangan serta tujuan, sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syariat tanpa keharusan mendirikan sebuah negara. tetapi ada pula yang memperjuangkan berdirinya sebuah negara.

Radikalisme dalam agama dapat berbentuk sifat-sifat menarik diri tidak mau berinteraksi dengan pihak lain yang dianggap merugikan, atau melakukan tindakan kekerasan (violence) pada pihak lain yang dirasakan telah melakukan perbuatan tidak adil terhadap mereka atau ajaran agama mereka (Ancok,2008).
         Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam di cap sebagai agama teror da numat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan,  namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan. Berbagai aksi radikalisme terhadap generasi muda kembali menjadi perhatian serius oleh banyak kalangan di tanah air. Bahkan, serangkaian aksi para pelaku dan simpatisan pendukung, baik aktif maupun pasif.
Radikalisme yang mengatasnamakan agama menjadi ancaman bersama, baik negara maupun masyarakat Indonesia. Sebuah ancaman yang akan mengganggu stabilitas nasional. Radikalisme atas nama agama akan mampu mengoyak sendi-sendi kehidupan sosial keagamaan masyarkat Indonesia.
 
Meredam Radikalisme di Indonesia

 

Dalam prolog pada buku “ Radikalisme Agama dan Tantangan Kebangsaan”, Lukmanul Hakim menuliskan, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai pusat kiblat peradaban Islam di dunia. Keberhasilan Indonesia dalam membangun kerukunan dan berdemokrasi adalah bukti bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan yang baik dalam pembangunan kualitas kehidupan beragama. Kita boleh berbangga, bahwa Indonesia saat ini menjadi kekuatan penyeimbang dan netral dalam berbagai konflik, baik yang melibatkan antar dunia Islam maupun antara dunia Islam dan Barat. Ini semua diperoleh melalui berbagai usaha yang tak kenal lelah dari seluruh elemen bangsa, khususnya tokoh agama dan Ormas Islam. (Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag RI: 2014; 1X).
Dalam buku tersbut juga ditulis bahwa, Kementerian Agama senantiasa memegang teguh  komitmen kebangsaan dalam bingkai NKRI.  Bersama ulama, kami akan terus bersinergi membangun kehidupan keagamaan yang lebih baik, termasuk di dalamnya pencegahan atas potensi radikalisme dan ekstremisme yang dapat merusak citra Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan perdamaian. (Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag RI: 2014; XI).

Dalam hal ini Kementerian Agama mengupayakan beberapa cara agar radikalisme dapat diredam di Indonesia antara lain sebagai berikut.

  1. Membentuk Team Cyber Anti-Radikalismedan Anti-Narkoba
  2. Mereview Kegiatan/Program yang tidak prioritas dan menggantinya dengan Kegiatan Anti-Radikalisme.
  3. Mensosialisasikan ajaran Agama yang santun, saling menghargai, saling menghormati, damai, toleran, hidup rukun, menerima keberagaman dan kemajemukan, memiliki rasa cinta Tanah Air dan bela Negara serta ajaran agama yang Rahmatan Lil’alamin
  4. Memberdayakan peran Penyuluh Agama Fungsional/Penyuluh Non-PNS, Muballigh, Penceramah dan KUA Kecamatan dalam upaya pencegahan paham Radikalisme
  5. Memberdayakan Lembaga Pendidikan Agama Formal (RA/BA, MI, MTs dan MA) maupun Lembaga Pendidikan Agama Non-Formal (TKQ, TPQ, DTA dan Pondok Pesantren) dalam upaya Pencegahan Paham Radikalisme kepada Santri/Siswa
  6. Pembinaan Agama bagi siswa di sekolah-sekolah melalui Guru Pendidikan Agama untuk mencegah masuknya paham radikalisme.
  7. Menjalin hubungan koordinatif dengan Lembaga/Ormas Keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu dalam upaya mencegah Paham Radikalisme
  8. Bermitra dengan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan FKUB dalam Mewujudkan Tri Kerukunan Agama.
  9. Melakukan penanggulangan paham Radikalisme dengan edukasi masyarakat, penyuluhan, bimbingan masyarakat di sekolah, keluarga, pesantren, majelis taklim, serta sejumlah program seperti dialog, workshop, dan diklat.
  10. Melakukan pemulihan paham Radikalisme yang dilakukan dengan penyuluhan dan konseling, misalnya,  terhadap eks-NAPI teroris. 
            Upaya-upaya tersebut hendaknya dipatuhi dan dilaksanakan serta di dukung oleh berbagai lingkup masyarakat, agar negara Indonesia menjadi negara yang demokratis dalam beragama. Demokratis disini dimaksudkan seluruh lapisan masyarakat mampu menghormati dan menjalankan kehidupan beragama dengan nyaman dan aman. Sesuai dengan Pasal 29 ayat dua UUD RI 1945, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing,  dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

Negara Batin, 31 Januari 2022

 

DaftarPustaka

 

2. UpayaMencegahPahamRadikalisme Di KalanganRemaja. Februari 2019.KementerianAgama RI. https://kepri.kemenag.go.id/page/det/begini-upaya-pencegahan-paham-radikalisme-di-kalangan-generasi-muda-menurut-jamzuri

2 komentar: