Oleh: Nurudin
PAIN KUA Kec. Negara Batin
Radikalisme dalam tahun-tahun terakhir ini makin banyak disandingkan dengan agama atau menyudutkan satu kaum tertentu. Radikalisme acapkali dijabarkan sebagai pola politik atau ideologi
yang digunakan untuk menguasai suatu negara dengan cara kekerasan atau pemaksaan.
Tulisan ini membatasi bagaimana isu radikalisme dalam
konsepsi penulis. Dengan pembatasan ini, pemahaman awal tentang radikalisme
dapat dengan mudah dipahami. Kemudian, secara lebih khusus pemahaman yang sama
dapat dipahami oleh para penyuluh agama islam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ciri radikalisme yang sering ditemui
antaralain ajaran atau aliran dengan jalan kekerasan yang bertentangan dengan falsafah
negara.
Radikalisme
menurut Cross (2013) yaitu sebagai: 1) Istilah dalam lingkup gerakan sosial
maupun politik yang berarti sebuah proses, praktik, atau serangkaian keyakinan
dari keadaan non-radikal menjadi radikal. Praktik radikalisme sering
diasosiasikan dengan sejumlah taktik dan strategi yang berada di luar lingkup
aksi protes politis maupun religius yang dapat diterima, bahkan menjurus
ilegal. 2) Radikalisme merepresentasikan sisi ekstrim dari (kurva) distribusi
aksi politik yang dapat diterima dan radikalisme dapat melibatkan aksi
kekerasan atas dasar keyakinan, bukan personal. 3) Radikalisme dapat merujuk
pada keyakinan tentang cara terbaik untuk meraih tujuan gerakan. Keyakinan
radikal mengembangkan perasaan bahwa cara yang diterima (oleh masyarakat) untuk
mengubah keadaan tidaklah cukup dan langkah-langkah luar biasa harus ditempuh.
Banyak negara
yang menentang adanya radikalisme ini. Indonesia merupakan salah satu negara yang
menentang paham tersebut. Radikalisme
di Indonesia mulai mengkhawatirkan. Muncul berbagai gerakan radikalisme dengan mengatasnamakan agama.
Mulai dari gerakan terorisme hingga mencuatnya isu
ISIS (Islamic State of Iran and Syiria).
Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme atas nama agama telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi, gerakan-gerakan radikal ini kadang memiliki
pebedaan pandangan serta tujuan,
sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syariat tanpa keharusan mendirikan sebuah negara. tetapi ada
pula yang memperjuangkan berdirinya
sebuah negara.
Radikalisme
dalam agama dapat berbentuk sifat-sifat menarik diri tidak mau berinteraksi
dengan pihak lain yang dianggap merugikan, atau melakukan tindakan kekerasan
(violence) pada pihak lain yang dirasakan telah melakukan perbuatan tidak adil
terhadap mereka atau ajaran agama mereka (Ancok,2008).
Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua
isu itu telah menyebabkan Islam di cap sebagai agama teror da numat Islam
dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan
itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa
pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi
umat Islam secara keseluruhan. Berbagai aksi radikalisme terhadap generasi muda
kembali menjadi perhatian serius oleh banyak kalangan di tanah air. Bahkan,
serangkaian aksi para pelaku dan simpatisan pendukung, baik aktif maupun pasif.
Radikalisme
yang mengatasnamakan agama menjadi ancaman bersama, baik negara maupun
masyarakat Indonesia. Sebuah ancaman yang akan mengganggu stabilitas nasional. Radikalisme
atas nama agama akan mampu mengoyak sendi-sendi kehidupan sosial keagamaan
masyarkat Indonesia.
Meredam Radikalisme di Indonesia
Dalam prolog pada buku “
Radikalisme Agama dan Tantangan Kebangsaan”, Lukmanul Hakim menuliskan, sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi
strategis sebagai pusat kiblat peradaban Islam di dunia. Keberhasilan Indonesia
dalam membangun kerukunan dan berdemokrasi adalah bukti bahwa bangsa Indonesia
memiliki kemampuan yang baik dalam pembangunan kualitas kehidupan beragama.
Kita boleh berbangga, bahwa Indonesia saat ini menjadi kekuatan penyeimbang dan
netral dalam berbagai konflik, baik yang melibatkan antar dunia Islam maupun
antara dunia Islam dan Barat. Ini semua diperoleh melalui berbagai usaha yang
tak kenal lelah dari seluruh elemen bangsa, khususnya tokoh agama dan Ormas
Islam. (Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag RI: 2014; 1X).
Dalam buku tersbut juga ditulis
bahwa, Kementerian Agama senantiasa memegang
teguh komitmen kebangsaan dalam bingkai
NKRI. Bersama ulama, kami akan terus
bersinergi membangun kehidupan keagamaan yang lebih baik, termasuk di dalamnya
pencegahan atas potensi radikalisme dan ekstremisme yang dapat merusak citra
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan dan perdamaian. (Direktorat
Jenderal Bimas Islam Kemenag RI: 2014; XI).
Dalam hal ini Kementerian Agama mengupayakan beberapa cara agar radikalisme dapat diredam di Indonesia antara lain sebagai berikut.
- Membentuk
Team Cyber Anti-Radikalismedan Anti-Narkoba
- Mereview Kegiatan/Program yang tidak prioritas dan menggantinya dengan Kegiatan Anti-Radikalisme.
- Mensosialisasikan ajaran Agama yang santun,
saling menghargai, saling menghormati, damai, toleran,
hidup rukun, menerima keberagaman dan kemajemukan, memiliki rasa
cinta Tanah Air dan bela Negara serta ajaran agama yang Rahmatan Lil’alamin
- Memberdayakan peran Penyuluh Agama Fungsional/Penyuluh
Non-PNS, Muballigh, Penceramah dan KUA Kecamatan dalam upaya pencegahan paham Radikalisme
- Memberdayakan Lembaga Pendidikan Agama Formal (RA/BA,
MI, MTs dan MA) maupun Lembaga Pendidikan Agama Non-Formal
(TKQ, TPQ, DTA dan Pondok Pesantren) dalam upaya Pencegahan Paham Radikalisme kepada Santri/Siswa
- Pembinaan
Agama bagi siswa di sekolah-sekolah melalui Guru Pendidikan Agama
untuk mencegah masuknya paham radikalisme.
- Menjalin hubungan koordinatif dengan Lembaga/Ormas Keagamaan Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu dalam upaya mencegah Paham Radikalisme
- Bermitra dengan Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan FKUB dalam Mewujudkan Tri Kerukunan Agama.
- Melakukan penanggulangan paham Radikalisme dengan edukasi masyarakat, penyuluhan, bimbingan masyarakat di sekolah,
keluarga, pesantren, majelis taklim, serta sejumlah program seperti
dialog, workshop, dan diklat.
- Melakukan pemulihan paham Radikalisme yang dilakukan dengan penyuluhan dan konseling, misalnya,
terhadap eks-NAPI teroris.
Upaya-upaya tersebut hendaknya dipatuhi dan dilaksanakan serta di dukung oleh berbagai lingkup masyarakat, agar negara
Indonesia menjadi negara yang demokratis dalam beragama. Demokratis disini dimaksudkan
seluruh lapisan masyarakat mampu menghormati dan menjalankan kehidupan beragama
dengan nyaman dan aman. Sesuai dengan Pasal 29
ayat dua UUD RI 1945, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
Negara Batin, 31 Januari 2022
DaftarPustaka
Mantul...
BalasHapus🙏🙏🙏
BalasHapus