Selasa, 25 Agustus 2020

Negara Batin, Kami Datang!!!





By: Munawar

Ini diluar kebiasaan menulisku. Menuliskan tanda seru (!) dalam sebuah judul, sampai tiga kali. Entah mengapa ide itu muncul begitu saja. Padahal sajian kopi tak akan tersaji dalam perjalanan ini. Kecuali Pak Ketua yang sudah membawa bekal kopi. Yang ada hanyalah pohon karet yang mulai “kelelahan” menyambut kerontangnya bumi. Heran juga jadinya. Jujur aku mengatakan, bukan karena ingat Gus Yusuf, apalagi mahasiswi keren; jeng Nining. Bukan karena itu.

Perjalanan ini, perjalanan pagi. Selasa, 24 Agustus 2020. Sebuah perjalanan “luar biasa”. Perjalanan ini bukan untuk “ngawil” di Sungai Tiyuh Negara Batin. Sungai yang pasti banyak ikanya. Ya, sungai Tiuh Negara Batin, dimana Pak Gubernur Lampung dan Pak Bupati Way Kanan menyebar benih ikan Jelabat, Baung, Nila dan Patin, beberapa waktu yang lalu. Sekali lagi, aku katakan, bukan untuk itu.

Sebuah episode rihlah kembali dilakukan. Rihlah dalam bingkai Silaturrahmi. Temu kangen kalau dalam kamus-nya pak Khotib. Sebuah perjalanan kedua untuk merealisasikan program kerja Penyuluh Agama Islam Way Kanan. Program dengan beragam makna dan nilai hikmah. Hikmah dalam tradisi pak Mukhlisin adalah pengabdian tertinggi. Aku juga yakin, pasti ada hikmahnya.

Ada yang spesial dalam tim Pokjaluh. Aku wajib mengucapkan “selamat datang kembali di dunia penyuluh untuk Pak Edi Suyitno”. Sosok cekatan, gesit dan sekaligus murah senyum. Satu lagi yang tidak kalah penting adalah baik. Bagaimana tidak, sepagi tadi, sudah menghampiri dirumahku, datang menjemput. He.he.he

Cukup lengkap untuk sebuah tim dalam mengarungi perjalanan pagi ini. Sebuah tim yang cukup mobile nan gesit. Tim yang selalu diselingi dengan obrolan ngalor ngidul tanpa tema. Terlebih lagi, “si endut” selalu membuat ketawa. Asyik benar bagaikan tagline “Way Kanan Asyik”. Nah disinilah slogan pak ketua hadir. “Juragan Bogor”. Aku tersenyum tanpa menyatakan singkatan itu.

Ku lihat, ketua FKPAI juga tersenyum. Bahkan kadang tertawa mendengar ocehan  tak bermakna yang keluar untuk menemani perjalanan. Namanya keren, Muhammad Din Hadi. Semoga saja aku tidak salah menulis namanya. Bisa repot seandainya salah menulisnya, persis beberapa waktu yang lalu. Di Tim inilah, beliau yang paling jago dalam penguasaan cara membaca dengan tujuh cara. Qiraat Sab’ah. Aku sangat berharap, jika suatu saat mengimami kami, jangan membaca dengan bacaan yang berbeda ya. “Please deh”. Bisa kacau untuk kalangan tertentu.he.he

Aku nikmati perjalanan ini. Mungkin juga jalan yang sama yang pernah di tempuh oleh Bu Iis Sunaini atau juga Bu Maryuli, jika akan ke kantor Kemenag Way Kanan. Ini berarti merasakan ritme perjalanan yang sama dalam perspektif pak Hasyim Asyari dan pak Nurudin. Sama – sama merasakan. Itulah intinya, kata pak Dana disebelah sana.

Sebenarnya, ada beberapa keinginan selain ke kantor KUA. Namun, aku tidak berani menyampaikan kepada pak Ketua Pokjaluh. Takut di marah. He.he. ya sebuah keinginan untuk sekedar mampir. Walau sekilas melihat Nuwa Tuha (rumah tua) atau Nuwa anggal (rumah panggung) di Kampung Sri Menanti.

Secara tidak langsung, teringat sebuah tulisan dalam blognya Wijatnika Ika, dalam ulasan mengenai Kampung Sri Menanti.  Sosok tangguh dan sekaligus sebagai pribadi yang mempunyai kelebihan; story teller. Tulisan bagus itu diberinya judul “ Senja Haru Biru Kampung Srimenanti, Lampung”. Sebuah blog yang tanpa sengaja aku temukan saat browsing di dunia Maya.


Nah ini cuplikan tulisanya.”Ah lupa, Kampung Srimenanti merupakan kampung tua masyarakat Lampung. Terletak di ujung utara provinsi Lampung dan kehidupan masyarakatnya masih tradisional. Nyaris seluruh rumah di kampung ini adalah rumah panggung dari kayu yang berusia sangat tua, melampaui 3 generasi. Kampung ini biasanya mengalami panen ikan saat musim penghujan tiba akibat banjir yang merendam seluruh kampung. Berkah ikan saat musim banjir memunculkan satu jenis penganan unik, yaitu bekasam atau fermentasi ikan. Aku belum pernah sih makan bekasam dan penasaran bagaimana rasanya tinggal di kampung ini saat musim banjir pada Februari. Dan uniknya, warga Srimenanti tidak menganggap banjir sebagai masalah karena toh rumah mereka panggung. Banjir juga memberi berkah bagi kebun-kebun sehingga tidak perlu dipupuk”.

Hmm....menakjubkan bukan. Nah, Kalaulah tidak sempat, maka aku berencana untuk bertanya kepada pak Lukmansyah, Kepala KUA Negara Batin. Bertanya tentang banyak hal. Aku yakin, beliau akan senang menjawabnya. Dalam hati aku juga berkata: “Tenang pak, aku tidak meminta untuk di hidangkan Bekasam. Karena bukan saatnya panen ikan..he.he.”.

Dalam perjalanan yang mengasyikkan. Beragam cerita mengalir begitu saja. Maklum saja bahwa seluruh penumpang adalah penyuluh agama. Maka tidaklah mengherankan jika obrolan santai tetap ada nilai plusnya. Nilai manfaatnya sebagai sebuah pembelajaran dalam kehidupan. Ya, obrolan penyuluh.

Begitulah dunia penyuluh. Sangat asyik. Meskipun dalam perjalanan, untaian "dakwah" selalu terjaga. "Khoirunnasi anfa ahum linnas". Kata pak ketua yang hari ini sangat semangat. Asas kemanfaatan itu yang dicari dalam kehidupan maya pada.

Perjalanan di musim kemarau memang panas. Sepanjang perjalanan memang tampak pohon karet yang menggugurkan dedaunanya. Suasana kemerdekaan dengan beragam umbul-umbul menambah meriahnya perayaan HUT RI ke 75. Meskipun masih  terlihat beberapa bendera Merah Putih berkibar setengah tiang. Berkibarnya bendera setengah tiang masih menunjukkan suasana duka atas wafatnya bapak Wakil Bupati Way Kanan. DR. Drs. H. Edward Anthony, MM.

Tugu meriam. Icon Negeri Agung sebentar lagi akan aku lalui. Disana bukan akan berhenti untuk ngopi atau sekedar ngobrol.apalagi beli pulsa. Akan tetapi akan menjemput  si "ciwul". Srikandi periang ini sangat " setia" menanti kedatangan kami.

Ciwul adalah nama beken dari sebuah akronim sebuah nama. "Instruktur jalan tikus" Demikian julukan baru disematkan kepadanya. Sebuah gelar yang baru disematkan kepadanya, meskipun dua kali wisuda tak  pernah dirayakanya.

Tawa yang begitu renyah, dengan iringan musik tahun 80 an. Kata orang musik nya begitu syahdu. Begitu syahdunya mampu membuat seseorang tidur. Dan itu terjadi, di sebelah ujung belakang, nampak seseorang tidur begitu nyenyak nya.

Nampaknya, untaian nilai kehidupan berlanjut. Saat seekor kerbau berada ditengah jalan. Kerbau yang tersesat pikirku. Namun ungkapan filosophis keburu meluncur. " Walaupun kita benar, ada saatnya kita harus mengalah". “Waw, hebat juga ungkapan itu". Batinku berkata.

Seekor kerbau yang tersesat mampu menjadi bahan kajian yang hebat. Aku fikir bukan posisi kerbau yang terpisah dari kawanannya. Akan tetapi komunitas penyuluh yang membedakannya.

Ada hikmah lain yang didapat. Ini tentang sebuah kesombongan. Ya kesombongan. Untuk melawan sebuah bentuk kesombongan, maka kesombongan itu juga yang mampu melawannya. Kesombongan harus dilawan dengan kesombongan. Apa begitu ya?

Negara Batin kami sampai. Nampak bangunan KUA terlihat. Suasana akrab terlihat dalam sekejap. Inilah yang bisa disebut sebagai keakraban. Suasana begitu mencair menghilangkan sekat - sekat "strata". Tidak ada lagi sebuah perbedaan. Tetap satu. Keluarga besar Kementerian Agama

Suasana sekitar kantor KUA sangat nyaman. Rimbunan pepohonan nampak bersejajar dan mampu meredam sinar sang surya. Diujung depan, nampak tempat yang sangat menggoda untuk ber-swafoto. Aku tergoda untuk kesana. Sedikit mejeng dalam istilah lainya..

Aula KUA Negara batin begitu bersahaja. Terasa sejuk meski AC belum terpasang. Bersahaja bukan masalah tidak ada sarana pendingin, namun suasana keakraban yang membuat kebahagiaan tersendiri. Suasana bertambah sejuk saat surat Al-Maun berkumandang.

Terlebih lagi pak Lukman mampu mencairkan suasana. Sosok pegawai ulung yang telah banyak pengalaman di birokrasi. Dengan gaya yang khas, pak lukman mewanti-wanti agar semua persoalan yang dihadapi para penyuluh, beliau wajib tahu. " Ya, sudah sepatutnya semua persoalan yang dihadapi para penyuluh saya wajib tahu, saya kan penguasa keagamaan di wilayah Negara Batin". ucap beliau sambil tertawa

Pada jalan yang sama, perjalanan kembali juga diselingi dengan guyonan yang cukup menggembirakan. Kebersamaan begitu akrab. Begitu akrabnya sampai tidak ada satupun yang mampu menjawab apa yang di tutupi terpal, di sebelah kanan sana. Apakah ini keakraban dalam ketidaktahuan?. Hmm...

Cerita dimulai berlanjut kembali saat perjalanan pulang. Sambil guyonan, pak Ketua bercerita dengan menyampaikan isi dakwah dari ust. Das'ad Latif. Pak ketua pokjaluh yang memulainya. Anggaplah ini sebagai wejangan bagi penyuluh junior. Bagi bagi ilmu dalam istilah lain. Ya, beginilah salah satu cara mengisi waktu dalam perjalanan.

Mengisahkan tentang syaidah Khodijah r. a. Saat Rasulullah SAW kembali dari gua Hira. Kedatangan Rasulullah SAW dalam keadaan menggigil dan meminta diselimuti. Dengan lemah lembut, syaidah Khodijah melakukan apa yang diminta.

Nah, bagaimana dengan para istri kita sekarang? Setelah beberapa hari tidak kembali, kemudian pulang dan langsung istirahat. Dipastikan "intrograsi" Dari istri segera hadir. "Benar juga" Aku membatin sembari melirik "gadis" Di Sampingku " Sambil tersenyum.

Disudut sebelah belakang, tiba-tiba suara menceletuk. "Stt....my wife like that. My phone number was been wacthed”. sontak seisi mobil tertawa bersama. Keren.dan tentunya bukan dengan bahasa Inggris. Aku ga yakin tentang gaya bahasanya.he.he

Ini pengakuan terjujur yang pernah aku dengar. Sebuah pengakuan terhebat dan terdahsyat. Tanpa ku beritahu, dipastikan sudah dengan mudah di tebak. He. He.

Berat badan bisa diukur. Tapi kalau dosa tidak bisa terukur. Inilah sebuah pemaknaan untuk mengukur beban yang diangkut mobil tatkala jalan menanjak. Beban yang timbul dari berat badan jika ke delapan orang ini ditimbang menjadi satu. He. He. He.

Pesen terakhir dari perjalanan tadi adalah, “ bisa jadi kelak di kemudian hari, kita berada di bawah “panji” bendera nabi Ayyub”. Sebuah pesan humor yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Sekali lagi, pesen diatas hanya guyonan..he.he.
Merdeka.

Negara Batin, 25 Agustus 2020.


11 komentar:

  1. Subhanalloh... Keep spirit n never give up ... Penyuluh agama islam

    BalasHapus
  2. Subhanallah,,
    Way kanan asyik,,
    Walaupun kita benar, ada saatnya kita harus mengalah.

    BalasHapus
  3. Syukron kepada Pokjaluh dan rombongan "Khoirunnasi anfa ahum linnas".

    BalasHapus
  4. Terima kasih tak terhingga dari kami penyuluh Negara Batin,,,

    BalasHapus
  5. Cerdas...
    Gaya penulisannya bagus..
    Seolah pembaca ikut bersama dlm rombongan.. menikmati perjalanan..

    Penggambarannya jelad...

    Sukses..

    BalasHapus
  6. Membacanya seakan merasakan kembali suasana 13 tahun silam tiap kali awal bulan menghadiri rakor dikemenag meski dalam kondisi berbeda. Semoga lelah teman2 penyuluh menjadi ibadah.

    BalasHapus
  7. Tiada hati yg paling cerah selain hati yg bersih
    Saling mengikhlaskan
    Saling berbagi
    Saling membantu

    Sungguh indahnya kebersamaan saling menyambung tali kasih sayang

    BalasHapus