Sabtu, 15 Agustus 2020

Memaknai Kemerdekaan Persepektif Penyuluh Agama




Oleh : Munawar, S.Fil.I, MA
PAI Fungsional Kemenag Way Kanan

   Apa yang terbersit makna kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia bagi kawan-kawan Penyuluh Agama ? Sebuah pertanyaan sederhana sengaja penulis sampaikan diawal tulisan ini.
    Dalam sebuah lirik lagu qosidah yang cukup populer, “merdeka membangun” -Nasida Ria- “merdeka berarti harus membangun, bukan untuk pribadi atau golongan”. Cuplikan bait tersebut, tentu masih relevan untuk dijadikan sebuah renungan bersama. Merdeka berari harus membangun.
   Kata merdeka mempunyai definisi yang luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online disebutkan bahwa merdeka bermakna bebas; berdiri sendiri; tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat; tidak tergantung kepada orang atau pihak tertentu; dan leluasa.
   Definisi merdeka mengandung makna sadar akan keadaan dan sadar terhadap sesuatu. Kesadaran yang timbul dari sebuah keadaan sekaligus sebuah kenyataan, pada hakekatnya akan mampu memberikan kontribusi positif bagi manusia itu sendiri. Manusia yang sadar adalah manusia yang memiliki potensi untuk melakukan perbuatan yang positif.
  Manusia yang menyadari akan sebuah potensi dalam dirinya, akan memberikan andil dalam setiap kesempatan. Bagi manusia dengan tipe seperti ini, potensi yang dimiliki adalah anugerah yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas. Karena, anugerah yang diberikan mengandung konsekwensi moral, sehingga dengan kesadaran itu, asas kebermanfaatan bagi orang lain sangat diutamakan.
  Dalam konteks filosofis, bahwa manusia yang menyadari akan potensi dirinya, adalah manusia yang tahu akan eksistensinya. Kenyataan inilah yang kemudian menjadikan manusia itu bisa memaknai dan sekaligus mengisi kehidupan dengan beragam kreatifitas
   Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia adalah sebuah fakta. Peringatan yang selalu diperingati setiap tanggal 17 Agustus oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sebuah peristiwa bersejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Fakta sejarah yang tidak bisa dihapus oleh peristiwa manapun.
  Sebagai masyarakat dan bangsa Indonesia, bersyukur dalam memaknai kemerdekaan adalah sebuah keniscayaan. Karena dengan keniscayaan itu pada hakekatnya adalah kesadaran akan makna penting dari sebuah anugerah. Dengan bersyukur, maka kesadaran akan adanya “campur tangan” Yang Maha Kuasa, senantiasa bersemayam dalam benak seluruh rakyat Indonesia.
  Dalam fondasi beragama, bersyukur adalah sifat yang wajib ada. Tanpa adanya syukur, maka sendi-sendi keberagamaan akan runtuh. Tanpa adanya syukur, dipastikan penambahan nikmat tidak akan pernah ada. Oleh sebab itu, rasa syukur harus dimaknai dengan kesadaran bahwa proses dialektika manusia sedang berjalan. Dialektika antara manusia dengan keadaan sedang berlangsung saat ini. Dialektika antara masyarakat Indonesia dengan kemerdekaan.
  Dengan mengusung tema “Indonesia Maju”, merupakan sebuah representasi dari Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Kementerian Sekretariat Negara, tema ini merupakan simbolisasi dari Indonesia yang mampu memperkokoh kedaultan, persatuan, dan kesatuan. Makna Kemerdekaan saat ini bukan hanya sebagai kata, kemerdekaan adalah kesempatan. Kesempatan untuk bermimpi hingga jadi nyata dan kesempatan untuk berkarya tanpa batas. "Sekarang saatnya kita fokus kepada hal yang benar-benar penting dalam menyatukan keberagaman melalui kolaborasi untuk memperkenalkan jati diri bangsa Indonesia," tulis Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). (Baca selengkapnya di artikel "Arti Logo HUT Ke-75 RI: Indonesia Maju dan Bangga Buatan Indonesia", https://tirto.id/fWWn).
  Kesadaran untuk mengisi kemerdekaan selalu ada. Dengan beragam aktifitas positif dapat kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan. Kesempatan masih selalu terbuka untuk membangun peradaban bangsa. Disinilah kesadaran itu dipertaruhkan dengan eksistensi manusia itu sendiri.
  Bagi penyuluh agama, kesadaran itu sangat penting. Kesadaran sebagai bagian dari warga negara dan sekaligus sebagai bagian dari negara itu sendiri. Penyuluh tanpa adanya kesadaran yang tinggi, mustahil akan berhasil untuk menyatukan keberagaman melalui kolaborasi perkenalan jati diri bangsa Indonesia.
  Indonesia Maju meniscayakan keterlibatan seluruh masyarakat Indonesia. Pun demikian dengan andil para penyuluh agama. Memaksimalkan peran dalam melaksanakan tugas adalah poin penting yang harus dilakukan. Dengan menjalankan peran yang telah ditentukan secara maksimal, maka Indonesia Maju bukan hanya sekedar mimpi.
  Bagi penyuluh agama, berperan dalam mengisi kemerdekaan adalah kewajiban. Dengan tugas dan fungsi yang melekat, penyuluh agama dapat berkarya dalam mengisi kemerdekaan. Berkarya untuk sebuah rumah besar yang bernama Indonesia. Disinilah kesadaran akan tugas dan fungsi penyuluh diperuntukkan.
  Sebagai gambaran sederhana, bahwa tugas penyuluh bukan hanya menyampaikan pembinaan dalam ruang lingkup Majelis Taklim saja, melainkan juga keseluruhan kegiatan penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang berbagai program pembangunan. Dengan bahasa lain, penyuluh agama mempunyai tugas untuk menyampaikan misi keagamaan ataupun misi pembangunan bangsa.
  Disisi lain, eksistensi penyuluh agama menjadikan penyuluh sebagai individu yang mempunyai nilai lebih. Individu dengan kesadaran penuh mengambil bagian untuk menjadi seoarang da’i, seorang konselor dan sekaligus menjadi advokat.
  Inilah mengapa penyuluh agama sering disebut sebagai “ujung tombak” Kementerian Agama. Disebut demikian karena dalam melaksanakan tugas senantiasa membimbing masyarakat untuk mencapai kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir batin. Hal ini pun tidak terlepas dari fungsi yang melekat dalam diri penyuluh agama. Fungsi tersebut adalah fungsi informatif dan edukatif, fungsi konsultatif dan fungsi advokatif.
  Mengisi kemerdekaan adalah bagian dari tugas penyuluh agama. Kesadaran ini penting untuk terus di tumbuhkan. Karena kesadaran akan jati diri penyuluh agama akan sebanding lurus dengan nilai kemanusiaan yang hakiki. Sebuah kesadaran untuk berbuat dalam bingkai bernegara dan sekaligus bernilai kebajikan.
  Penyuluh yang menyadari tentang eksistensinya, akan mampu dengan sadar membimbing dirinya sendiri dan masyarakat. dengan demikian kesadaran untuk berbuat dan bertindak telah melalui proses dialektika yang panjang. Sehingga pemaknaan akan peran sebagai “juru penerang” bukan hanya sekedar slogan tanpa makna.  
Wallahu a'lam


2 komentar: