Rabu, 29 Juni 2022

Sketsa yang (akan) Terlupakan

 


Oleh : Munawar
PAIF Kemenag Kab. Way Kanan Lampung

Sedang apakah rekan-rekan semua? Pertanyaan pengantar yang mampu melahirkan beragam jawaban. Bisa jadi sedang bernyanyi Dangdut, menjadi jawaban. Pun demikian, ngopi dan sejenisnya juga menjadi bentuk jawaban lainnya. Bisa juga sedang melaksanakan

Bimbingan dan Penyuluhan agama. Atau, adakah yang sedang ber selfi ria? Nah, masing-masing jawaban itu menjadi awal pembuka tulisan ini.

Pusdiklat Tekhnis Kemenag RI, menjadi alur kehidupan tersendiri bagi kelompok I dan angkatan lainnya. Di sanalah beranda takdir dipertemukan menjadi kisah tak terbantahkan. Di sanalah, perkenalan membaur menjadi canda yang seakan tak berkesudahan. Pastinya, masing-masing memiliki kisah tersendiri.

Percayalah, panggilan “wali kota” masih sedikit terbayang, meskipun perpisahan telah terjadi. Percayalah, bahwa “jabatan” ketua kelas pun masih kita ingat dengan beragam keunikannya. Ya, semuanya masih terekam dalam ingatan yang terbatas. Ah, akupun juga ingat siapa yang mengajak untuk bernyanyi melalui karoke malam. Hehehe.

Oh, ya. Maafkan, jika semua kenangan itu akan tersimpan rapat. Menggumpal dalam file memory yang terbatas. Entah kapan, suatu saat akan mencapai puncak tertinggi. Kehilangan. Begitukah? Entahlah.

Bolehlah, sedikit saja untuk bersiual dalam irama tak bertuan. Yakin saja bahwa siulan itu tidak akan pernah mengganggu keasyikan yang ada. Maka, bersiul sebagai metamorfosa diri akan mampu menghilangkan dahaga yang tak berujung. Bahkan, akan membuat “peradaban” baru. Cukup asyik, kan?

Mungkin saja hilal akan tetap di cari. Akan diperhitungkan keberadaannya. Apapun cerita pada proses pencarian itu, hilal sangat menentukan. Lalu, bagaimana dengan sang embun? Keberadaannya pun akan menguap saat mentari mulai terik. Sedikit-demi sedikit menghilang. Hehehe.

Aku kembali menyeruput kopi sembari melihat kembali foto kenangan yang sempat “hidup”. Teringat gelak tawa kebersamaan saat canda terusik. Teringat tangan-tangan kreatif mengabadikan kelelahan dalam tidur yang tak lama. Bagian itu terekam dengan sangat “sempurna”. Ah, betapa hebatnya sang pemilik ponsel itu yang mampu “mencuri” moment yang aduhai tersebut.

Cukup lengkap untuk menyebut kelompok I dalam Kegiatan Penggerak Penguatan Moderasi

beragama bagi Penyuluh Agama. Dengan keragaman yang ada, nuansa kebersamaan terjalin cukup erat. Bahkan, karoke pelepas penat mampu menjadikan kebersamaan yang bersahaja.

Ah, tulisan ini hanyalah bagian kecil dari usaha sebuah pengabadian sejarah itu. Sedikit merekam dalam alur takdir yang memercikkan ingatan sebuah kebersamaan.Tidaklah mungkin menggambarkan ragam peristiwa itu secara keseluruhan. Biarlah dua botol air mineral menjadi “saksi” atas gelak tawa

yang tercipta sempurna.

Hmm, saat alunan dangdut mencairkan suasana dengan tawa yang khas, aku cukup terhibur juga. Bahkan, dinginnya ruangan pelatihan mampu terhangatkan oleh hitungan aksara dari sebuah daerah. Maka, gambaran terbaik dari alur tersebut adalah “menghangatkan” diri dari kerinduan yang terpendam. Lalu, siapakah saksi sempurna untuk semua itu? apakah tiang listrik yang tak berdosa itu, atau pengakuan pada detik-detik terakhir sebelum penutupan?

Jika peran dalam “drama” itu menjadi penghubung, maka semua teori akan mendapatkan tempat terbaik. Drama terbaik adalah kehidupan itu sendiri. Sinetron terbaik adalah alur perjalanan kita sebagai makhluk Tuhan. Masing-masing mempunyai peran yang telah ditetapkan oleh sang “sutradara”
terbaik. Maka, langkah kebajikan akan mampu meniupkan nilai spiritual tertinggi dalam dimensi kemanusiaan.

Hayo, siapakah yang diberi peran sebagai Kakanwil? Atau yang berperan sebagai kepala KUA? Mungkin ini sebagai “bumbu” saja dalam goresan agar tak (ba-peran). Hehehe. Ya, tentu kita (peserta) sepakat bahwa bermain peran itu ada dalam pelatihan tersebut. maka, yang berperan sebagai “provokator” jangan diusik ya. Biarkan saja peran itu dinikmati sebagaimana dalam foto yang mengabadi. Nah, foto ini adalah bukti otentik saat bermain peran itu telah benar-benar terjadi. Maka, apapun itu, minum segelas kopi panas akan mampu melancarkan andrenalin terbaik. Tentu yang tidak "alergi" ngopi.

Mungkin, tidaklah semua dentingan malam memberikan kenyamanan saat gelap merajut keinginan. sebab, sebuah keinginan meniscayakan pola tindakan yang menentukan langkah selanjutnya. Dari sinilah aktualisasi spiritualitas kemanusiaan menjadi poin yang cukup berharga.

Ah, ingin rasanya berlama dalam embusan angin yang menggoda. Bertahan dalam kerapuhan ingatan merupakan bagian lain dari nilai keteguhan itu sendiri. Perlahan tapi pasti, embusan itu akan "menyirnakan" hamparan pasir yang ada. Begitulah siklus kehidupan yang aku pahami.

Hmm, ternyata judul pun memengaruhi psikologiku untuk segera memberikan ruang terbaik. merehatkan semua indera sembari berharap "pertemuan" dalam takdir lainnya. Inilah pengharapan terbaik dari siklus takdir yang bermisteri.

Berkunjunglah ke Way Kanan jika ingin menikmati kopi terbaik. Sambutlah kehadiran rekan-rekan jika berkesempatan "berwisata" ke Bali atau Madura. Berikan hidangan terbaik khas Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Maros. Sebab, kita tak mempunyai "kekuasaan" untuk menentukan kapan dan dimana pertemuan selanjutnya akan terjadi.

Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

Tabik.

Way Kanan, 29 Juni 2022

 



Rabu, 15 Juni 2022

Kidung Cinta Sang Penyuluh


(Episode Satu)
Oleh: Munawar
Peserta Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama.

    Hmm...rayuan "si hitam" kembali menggoda untuk diseruput. Entah kopi yang keberapa setelah arunika meninggalkan semesta. Aku pun tidak berusaha untuk menghitungnya. Terlebih lagi jadwal kualifikasi Piala Asia 2023 sudah di depan mata. Partai "hidup mati" antara Timnas Indonesia vs Timnas Nepal. Tentu, aku berdoa agar kemenangan ada di pihak kita. 
    Eits, aku tentu tidak akan menguraikan tentang bola. Tulisan ini dan (selanjutnya) akan menelisik sisi lain dari kegiatan yang cukup bergengsi dari Penyuluh Agama. Kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama.
    Pasti, ini bukan sebuah tulisan yang serius, namun hanya sekadar uraian cerita saat swastamita telah berlalu. Bagiku, pengabadian kegiatan ini cukup penting. Maka, seruputan kopi (menjelang dini hari) ini akan menisbahkan alur cerita yang "aduhai", ungkap Kang Ali Shodikin rekan sekamarku. Hehehe.
  Ini tentang nama. Ya, meskipun Shakespeare kekeh dalam "bait" what is a name. Tak apalah, toh aku masih mengabadikan nama kopi sebagai "teman sejati". Nah titik persinggahan awal tersebut akan meluaskan daya jelajah dalam tulisan ini.
    Sekali lagi, (kopi) merupakan salah satu barang yang wajib aku bawa saat bepergian. Ia telah menjadi bagian ternikmat dalam sebuah ranah yang istimewa. Terlebih lagi tersaji pada saat yang tepat. Sungguh, aku belum sanggup untuk melupakannya. Mungkin ibarat sebuah emosi cinta yang membutuhkan penawar rindu.
    Jika rindu tersemaikan dengan sempurna, maka kaedah "kangen" akan menemukan peraduannya. Rindu yang meluluhlantakkan ragam emosinal jiwa akan dengan mudah terurai dengan sebuah pertemuan. Bukankah obat terbaik rindu adalah pertemuan?
    Kata rindu, (sebenarnya) telah mengendap lama dalam diriku. Rindu untuk mendapatkan kesempatan mengurai mimpi yang terekam dalam  persinggahan tugas negara. Berat memang, namun alur birokrasi akan  memberikan kesempatan terbaik. Begitulah keyakinanku saat itu.
    Jalur rindu ternyata menyemaikan ragam dimensi. Alur yang tercipta terkadang melahirkan peristiwa tak terduga. Aku percaya bahwa takdir yang telah ditetapkan adalah skenario final dari Sang Pengatur Kehidupan, meskipun aku juga tidak tahu alur takdir tersebut.
    Sederhananya adalah pertemuan dengan rekan "dunia maya". Rekan yang selalu eksis dan "super sibuk" itu, adalah bagian anugerah yang tak terduga. Tiada kesengajaan bertemu
Yunda Raudhah Tj. Maka, langkah terbaik adalah mengabadikan dalam sebuah dokumen kebersamaan, meskipun huruf Tj masih menjadi misteri. Maukah menceritakannya duhai sang tutor?
    Pun juga, skenario takdir yang tengah berjalan, dipertemukan dengan Penyuluh-Penyuluh Agama pilihan yang berbakat dari penjuru Nusantara. Bagiku ini adalah anugerah terindah yang pernah ku miliki ala Sheila on seven. Hehehe.
    Jika penyatuan potensi dari individu-individu pilihan itu adalah bagian dari sebuah takdir, maka penyatuan dalam kegiatan ini akan semakin meneguhkan kidung cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Inilah salah satu peran Penyuluh Agama yang siap menisbahkan dirinya untuk menjaga kemajemukan yang ada. Bukankah kita berkewajiban untuk menjaga sendi sendi persatuan itu? Maka, diklat ini menjadi sangat penting untuk menyemai kecintaan itu dalam merawat kebhinekaan.
    Jujur (dengan pede) aku nampak gagah dengan uniform hitam putih dan dasi merah yang melekat. Sudah ratusan hari aku tidak mengenakan pakaian seperti itu. Terlebih lagi ikat pinggang khas Korpri yang sudah (juga) bertahun-tahun tidak sempat terselip di pinggang.
Pengakuan terjujur tersebut sebenarnya bentuk lain dari kata sudah lama aku tidak diklat. Hehehe.
    Hmm, segelas kopi khas lampung ini, memberikan penyemangat untuk kembali mengikuti alur diklat berikutnya. Kopi memang berwarna hitam namun terasa manis. Jika ditambah gula, tentunya. Maka, untuk pembuktian itu, bergabunglah ke lantai empat, tempat dimana "singgasanaku" berada.
    Mari kita ngopi dengan hati riang gembira. Yakinlah bahwa dengan kegembiraan itu nuansa kebersamaan akan tercipta erat. Aku percaya bahwa salah satu langkah terbaik dalam alur ini adalah memelihara kegembiraan itu.
    Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

Bersambung

Ciputat, 14 Juni 2022


Jumat, 10 Juni 2022

Filsafat Termos

 

Oleh : Munawar

Tabik.

Emersia Hotel, tentu masih kita ingat meskipun pelatihan telah usai. Akupun tentu belum bisa menghilangkan ingatan tentang kegiatan itu. Mungkinkah, kegiatan Peningkatan Kompetensi Penceramah Agama Islam akan mengabadi? Bertanyalah kepada Kang Sukron jika terkait tentang pengabadian itu. Pasti jawaban diplomatis akan menggema, “Opo iyo”. Hehehe.

Ah, begitu singkat pertemuan itu berlalu. Semuanya menciptakan jalan takdir masing-masing. Semuanya mengabadi dalam singgasana terbaik dalam bulir perjalanan sang waktu. Sungguh, begitu dahsyat perjalanan itu menghampiri jiwa-jiwa yang terpilih.

Lihatlah kebersamaan yang tercipta. Alur cerita mengalir dalam komunikasi yang tiada halangan dalam canda dan keakraban. Pertemuan itu menyisipkan beragam cerita yang tidak mungkin akan terulang kembali. Begitulah sirkulasi kehidupan yang telah tertata oleh Sang Maha Pengatur.

Kita adalah individu yang terpilih dalam penisbahan takdir itu. Aku meyakini bahwa suratan takdir yang tercipta merupakan anugerah terindah. Bukankah kedatangan kita bukan sebuah konsepsi kebetulan semata? Pun demikian dengan sajian kopi yang tersaji. Semuanya mengikuti ritme terindah dari alur semesta.

Tentu, tulisan ini hanyalah sebatas pengabadian sejarah yang terindah. Pertemuan dengan individu-individu hebat pasti memiliki alur takdir tersendiri. Minimal samudera pengetahuan akan membekali derap langkah selanjutnya. Ibarat kopi yang telah di seruput, kenikmatan itu akan hadir dengan sendirinya.

Aku mampu menguraikan kebahagiaan itu bersama detak nafas yang tercipta. Memahami beragam materi meniscayakan keterbukaan cakrawala berpikir yang khas. Pola ini sesungguhnya harus dipahami sebagai sebuah proses “untuk” dan “menjadi”. Dengan begitu, antrian saat makan siang akan memberikan nilai tersendiri.

Jika melihat kegembiraan Arini, maka sejatinya kegembiraan itu juga milik kita. Kegembiraan yang terindah akan melambungkan impian terindah dari pergulatan pengetahuan yang ada. Yakinlah bahwa, kegembiraan itu adalah bagian yang meneguhkan indahnya kehidupan.

Bola-bola pengetahuan telah menjadikan makna terbaik dalam tugas yang diemban. Keikhlasan para pemateri tentu akan melambungkan amalan terbaik. Sementara kita, mencoba untuk mengetuk pintu langit mengharapkan keberkahan pengetahuan yang telah diberikan. Bukankah begitu, duhai Muli Mesuji (Nurma)?

Arunika dan swastamita telah menjadi bagian sejarah yang tercipta. Demikian juga dinginnya AC kamar telah mempunyai cerita tersendiri. Maka, kombinasi dari ragam peristiwa tersebut harus dimaknai sebagai proses pembelajaran yang meniscayakan adanya keikhlasan tertinggi.

Aku yakin, Kang mas Rifai juga telah menisbahkan diri dalam catatan malam bersama gemintang yang tak tersentuh. Percayalah bahwa, gemintang pun adalah bagian dari siklus semesta yang tercipta. Benarkah?

Atas dasar itulah, pengetahuan tersebut mengharuskan kita mampu menahan diri. Dalam tulisan ini tentunya menjadikan filsafat termos sebagai bahan perenungan akan mampu meneguhkan sikap kestaria kita. Sikap inilah yang bisa dikedepankan untuk memaknai setiap dinamika yang ada.

Hmm, meskipun di kamar tidak tersedia termos, namun air panas tetap bisa dengan mudah didapatkan. Terlebih lagi saat sarapan tiba. Beragam menu tersaji dengan begitu banyak


. Nah, apakah Widya akan menghabiskanya semua? Tentu tidak bukan. Ada bagian individu lainnya yang akan turut bersama dalam waktu yang mungkin juga sama.

Begitulah. Meskipun lautan hanya mampu memberikan keindahan pada pandangan mata, namun tetap indah untuk dinikmati. Anugerah Sang Pencipta yang telah memberikan kenikmatan itu mampu meneguhkan materi yang telah diberikan.

Ketukan kebersamaan dalam membuka pintu langit, akan membersamai segala asa yang bersemayam dalam setiap raga. Dari sinilah aliran kebermanfaatan akan menghantarkan masyarakat semakin mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tentu, untaian terimakasih terhaturkan kepada Panitia Kegiatan dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung. Pun demikian, salam hormat kepada seluruh pemateri yang telah transfer of knowledge. Semoga keberkahan ada dalam pengetahuan yang telah teruraikan.

Catatan penghabisan yang membuatku penasaran adalah, siapakah pemilik senandung merdu itu di ruangan sebelah? yang pasti, bukan suaraku, karena aku tak yakin jika suaraku mampu menghantarkan tidur malam.

Siapakah pemilik suara itu, duhai Yai Bukhori?

  


Bandar Lampung, 10 Juni 2022.


Jumat, 03 Juni 2022

Jalan (yang) Lain

 

Oleh: Munawar
PAIF Kemenag Kab. Way Kanan

Kembali lagi dalam godaan, untuk mengabadikan dalam singgasana terindah. Kisah para pejuang tangguh. Pejuang hebat yang merumuskan program menjadi jalinan silaturrahmi terdahsyat. Itulah salah satu komitmen dari FKPAI Kemenag Way Kanan Lampung. Sungguh, pengorbanan terdahsyat dalam semaian kebersamaan yang mengasyikkan.

Sekali lagi, jemariku tak bisa untuk berdiam. Alunan semesta terus merayu untuk mengajak berdansa diatas tombol yang tersedia. Ia menggodaku agar musik yang tercipta mengalirkan ide terbaik. Beruntung, ketersediaan energy menjadikanku bertahan dalam ragam keguncangan. Aku mampu bertahan dalam alunan syahdu itu.

Lebih asyik lagi, Muli Arini juga turut menyertai. Sosok satu ini merupakan PAIF baru yang bertugas di KUA Kecamatan Baradatu. Ada keinginan yang terbersit untuk menikmati

keindahan bumi Ramik Ragom. Sungguh beruntung untuk masuk dalam barisan para pejuang.

Ah, jadi teringat apa yang disampaikan Mas Bro. “Jangan pernah membayangkan perjalanan ke Pakuan Ratu. Namun, jalani dan nikmati saja. pasti semuanya akan terasa indah dan mengasyikkan”. Kalimat sederhana yang mengibur, sebagaimana racikan Kopi Aceh yang telah diseruputnya.

Dua sosok ketua (Pokjaluh dan FKPAI) turut serta dengan semangat yang membara. Hal ini merupakan sebuah isyarat tentang penyatuan beragam unsur dan dinamika yang ada. Keduanya mampu meracik kebersamaan itu menjadi sebuah adonan yang sangat lezat. Mau mencoba? Tanyakanlah apa resep rahasia untuk merawat kebersamaan yang tercipta.

Spirit ketua Pokjaluh cukup memberikan amunisi terkuat. Atas dasar dedikasi yang ada, hadiah terindah akan segera tertunaikan beberapa saat yang akan datang. Menjadi TPHD Kabupaten Way Kanan merupakan jalan lain yang telah di berikan Sang Maha Pengatur. Jalan yang memberikan warna terbaik dalam alur takdir kehidupan.


Ini dapat dijadikan perenungan bersama, bahwa ungkapan “banyak jalan menuju Roma”, tetap berlaku dalam konteks ini. Panggilan dari Allah SWT untuk memenuhi undangan, merupakan jawaban dari seluruh takdir yang dirindukan. Tentu, harapan terbaik adalah menjadi Haji yang Mabrur.

***

Hmm,… Semesta tengah mengisyaratkan bahwa mentari tak akan bersinar secara sempurna. Terlihat kabut tipis mengiringi perjalanan bersama canda tawa yang tercipta. Canda yang diselingi tawa, merupakan ciri khas yang tak terlupakan dalam rangkaian cerita. Sungguh mengasyikkan, bukan?

Gerimis kecil yang menyertai, akan menjadi saksi terbaik. Pun, semesta akan menyaksikan sebuah gerakan yang turut mendukung eksistensi karya rekan-rekan penyuluh Kecamatan Pakuan Ratu. Namanya cukup unik tapi menakjubkan. Sebuah wadah yang telah di dirikan pada Desember 2020 yang lalu. GIBAS (Gerakan Infaq Beras). Sungguh menakjubkan gerakan filantropi ini.

Dilansir dari https://chub.fisipol.ugm.ac.id/ (16.30/3.6.2022) Dendy Raditya menuliskan bahwa, Secara etimologis istilah Filantropi (Philanthropy) berasal dari bahasa Yunani, Philos (berarti Cinta), dan Anthropos (berarti Manusia), sehingga secara harfiah Filantropi adalah konseptualisasi dari praktek memberi (giving), pelayanan (services) dan asosiasi (association) secara sukarela untuk membantu pihak lain yang membutuhkan sebagai ekspresi rasa cinta. 

GIBAS merupakan wujud nyata dari gerakan rekan-rekan Penyuluh Agama Kecamatan Pakuan Ratu. Ini merupakan wujud kongkrit dari eksistensi keberadaan Penyuluh. Dengan gerakan ini maka bendera penyuluh agama akan berkibar sempurna. Jika hal ini dilakukan oleh rekan-rekan penyuluh di kecamatan lainya, maka Penyuluh Agama akan mendapatkan tempat yang terindah. Ini adalah salah satu cara untuk melangitkan nama penyuluh Agama. Bisa juga dengan cara dan metode lainnya. Saya yakin para penyuluh itu sangat kreatif. Bukankah begitu, “Kakek Segala Tahu?”.

Tentu, kesibukan tuan rumah tidak bisa diabaikan begitu saja. Semangat untuk memberikan pelayanan, layak untuk di apresiasi. Poin inilah yang semakin menambah keakraban dalam nuansa spirit kebersamaan. Mungkin kaidah hal ihwal dalam proses penyambutan telah menjadi nadi dalam semaian takdir yang terjadi. Saya kira, pak ketua pun akan memberikan apresiasi yang berarti.

Banyak poin yang sesungguhnya ada dalam kegiatan hari ini. Tentu, tidaklah mungkin disebutkan satu persatu. Minimal, bahwa kegiatan ini cukup positif dan banyak mengandung asas kebermanfaatan. Jika mungkin dirasa uraian ini kurang luas, bolehlah bertanya kepada sang ketua FKPAI Kecamatan Pakuan Ratu. Miftalif Albar. Pasti akan menemukan jawaban bersama sajian “si hitam manis”.

***

Jika arunika membersamai derap langkah para penyuluh, maka indahnya swastamita tak boleh dilupakan. Bersama keduanya kehidupan ini akan terasa sempurna. Yakinlah bahwa, kenyamanan itu terletak dalam sebuah persepsi bukan pada retorika terselubung.

Pemaknaan ini sesungguhnya terlahir dari “keringat” kawan-kawan Penyuluh Kecamatan Pakuan Ratu. Sebuah dekorasi terindah telah melangitkan teori menjadi khasanah keabadian yang membanggakan. Konsepsi dasar inilah yang akan mengantarkan keabadian dalam perjalanan takdir yang berliku.

Ungkapan terbaik, sebagaimana dikutip dari https://jagokata.com/  Ketika kalian menciptakan sebuah kreasi. Kemudian, kreasi kalian sudah berhasil di hadapan publik. Apa pun reaksi publik, itu harta buat kalian. Apakah pujian, cacian atau bahkan ketidakpedulian”. (Tasaro G K. Diakses pada 3 Juni 2022 pukul. 16.37 WIB).

Terimakasih kepada semuanya. Terimakasih telah mengabadikan sejarah hari ini dengan ragam cerita yang tercipta. Senyuman itu akan memberikan kesan terindah. Pertemuan itu mampu mengepakkan sayap kebersamaan menuju singgasana terbaik. Canda tawa itu akan menghiasi langit dalam kebersamaan sejarah yang tak terulang.

Thanks All.

Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

 

Blambangan Umpu, 3 Juni 2022

 

 

 

 

 

 


Selasa, 24 Mei 2022

Kupi Khop


Oleh: Munawar

"Sinja leukang ujeun jitoh, malam ka troh leupi ron raya
Lon preh janji banta tanggoh, taba suloh dari jioh tabi keu  peunawa"
(Suloh: Apache13)


    Kadang, kebingungan akan menambah rasa dalam kehidupan. Bahkan, kebingungan mampu mencairkan suasana keakraban. Bersama malam tanpa rintik hujan. Benarkah?
   Sebuah episode sejarah telah tercipta bersama alam Serambi Makkah. Perjalanan takdir yang tak akan terlupakan. Sungguh mengasyikkan bersama seduhan kopi yang tiada pernah berhenti tersaji saat mentari tak nampak kembali. Ah, benar-benar "hidup" dalam kehidupan yang tak terduga.
    Yang hadir dalam aksara ini bukanlah pada dinamika Diklat TIK dengan para panitia dan pesertanya. Bukan itu. Tapi setapak langkah dari sajian kopi yang terasa berbeda. Maka, ijinkan aku untuk tertawa terlebih dahulu sembari mengingat sebutan "Kopi Kepala Kebalik".  Kopi itu tentunya julukan pak Faisal dalam canda.He.he.he.
    Jika Anda pecinta kopi, datanglah ke Banda Aceh. Aku jamin beragam tempat kopi akan dengan mudah ditemui. Yakinlah bahwa pilihan kopi itu (pun) akan memberikan warna dan citarasa tersendiri. Percayalah, karena pembuktian terbaik ada pada pengalaman yang tercipta.
    Mungkin, Pak Agus Suparno (Tutor TIK) asal Lampung akan kaget dengan bawaan yang terbungkus rapi dalam tasnya yang sudah dipersiapkan dengan rapi. Saya percaya bahwa niatan awal tersebut akan menjadi pengalaman tak terlupakan sembari mengatakan, "Yo wes, ra popo" ala Julia Perez dalam "Aku Ra Popo". He.he.he.
    Ah,  nuansa kebatinan dalam menjelajahi malam yang aku rasakan tidak bisa di upload oleh Bang Masrizal (Tutor TIK) asal Riau. Sebab, beliau pasti mengalami "dimensi" yang berbeda meskipun sudah mencicipi kopi Aceh yang terkenal itu. "Bukankah begitu, duhai Abangku?"
    Eh, kemanakah Doktor Taufik (Tutor TIK) asal Bogor itu? Apakah sudah berselancar terlebih dahulu ke arena sajian kopi? "Pasti, sudah," Ujar Pak Adam (Tutor VP) asal Bekasi sambil tertawa. Agaknya, sudah tak sabar ingin segera menyeruput kopi khas tersebut, meskipun entah kopi yang ke berapa. He.he.he. Ups. Agaknya nyaman saat "diculik" untuk Ngopi Bareng.
  Hmm ... aku masih berpikir bagaimana meminum kopi yang telah ada itu. Aku lirik, Pak Khoirul dan Pak Kasi Bimas masih asyik terdiam. Sementara sang pengusaha Pak Faisal dan Pak Mahyudin juga asyik sambil tersenyum melihat kebingungan yang saya alami. Ya, aku bingung untuk meminum kopi yang baru pertama kali ini. Bang Ikhwani, Bagaimanakah cara minumnya? He.he.he.
    Aku kembali memandangi kopi itu. Sebuah sedotan yang susah tercabut berada tepat pada gelas yang terbalik diatas piring kecil. instingku bekerja normal dengan memegang gelas yang terbalik itu. saya begitu kaget dan bersegera menarik tangan yang terasa panas. Ah, ternyata sangat panas. Sontak, aku mendengar tawa khas yang menggelegar dalam tawa kebersamaan.
    Maklum saja dengan tertawanya para bapak-bapak. Intonasinya pasti jauh lebih keras dari musik manapun. Bahkan, suara itu jauh lebih indah dari suaraku yang fals saat menyanyi. Hehehe.
    Aku belum berani untuk meminumnya, meskipun ada ajakan untuk segera menyeruputnya. "Pak, SOP nya gimana sih, minum kopi ini," tanyaku sambil tertawa. "Itu, di tiup dahulu melalui pipet itu, pak," Sebuah jawaban terdengar sambil tertawa."Di tiup?" batinku ragu sambil tertawa.
    Butuh perjuangan untuk menikmati kopi unik ini. Aku sudah beberapa kali berusaha untuk menyedot melalui pipet. Eh, ternyata benar-benar tidak berhasil. He.he.he. Akhirnya aku menyerah sambil mengikuti anjuran untuk meniup kopi itu. Hasilnya, Hmm...air kopi itu keluar dengan sendirinya. Ah, sungguh sensasi yang unik.
    Pak Taufik, rupanya sudah mampu menikmati Kupi Khop. Dengan gaya khasnya, keasyikan dalam menikmati sajian itu begitu nyata. Benar-benar malam yang dipenuhi dengan gemintang tawa yang tak berkesudahan.
    Kupi Khop. Demikianlah namanya. Rasa penasaran telah terjawab dengan sajian yang ada. Ragam peristiwa yang istimewa saat malam akan berganti dini hari.