Rabu, 15 Juni 2022

Kidung Cinta Sang Penyuluh


(Episode Satu)
Oleh: Munawar
Peserta Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama.

    Hmm...rayuan "si hitam" kembali menggoda untuk diseruput. Entah kopi yang keberapa setelah arunika meninggalkan semesta. Aku pun tidak berusaha untuk menghitungnya. Terlebih lagi jadwal kualifikasi Piala Asia 2023 sudah di depan mata. Partai "hidup mati" antara Timnas Indonesia vs Timnas Nepal. Tentu, aku berdoa agar kemenangan ada di pihak kita. 
    Eits, aku tentu tidak akan menguraikan tentang bola. Tulisan ini dan (selanjutnya) akan menelisik sisi lain dari kegiatan yang cukup bergengsi dari Penyuluh Agama. Kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Pelatihan Penguatan Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama.
    Pasti, ini bukan sebuah tulisan yang serius, namun hanya sekadar uraian cerita saat swastamita telah berlalu. Bagiku, pengabadian kegiatan ini cukup penting. Maka, seruputan kopi (menjelang dini hari) ini akan menisbahkan alur cerita yang "aduhai", ungkap Kang Ali Shodikin rekan sekamarku. Hehehe.
  Ini tentang nama. Ya, meskipun Shakespeare kekeh dalam "bait" what is a name. Tak apalah, toh aku masih mengabadikan nama kopi sebagai "teman sejati". Nah titik persinggahan awal tersebut akan meluaskan daya jelajah dalam tulisan ini.
    Sekali lagi, (kopi) merupakan salah satu barang yang wajib aku bawa saat bepergian. Ia telah menjadi bagian ternikmat dalam sebuah ranah yang istimewa. Terlebih lagi tersaji pada saat yang tepat. Sungguh, aku belum sanggup untuk melupakannya. Mungkin ibarat sebuah emosi cinta yang membutuhkan penawar rindu.
    Jika rindu tersemaikan dengan sempurna, maka kaedah "kangen" akan menemukan peraduannya. Rindu yang meluluhlantakkan ragam emosinal jiwa akan dengan mudah terurai dengan sebuah pertemuan. Bukankah obat terbaik rindu adalah pertemuan?
    Kata rindu, (sebenarnya) telah mengendap lama dalam diriku. Rindu untuk mendapatkan kesempatan mengurai mimpi yang terekam dalam  persinggahan tugas negara. Berat memang, namun alur birokrasi akan  memberikan kesempatan terbaik. Begitulah keyakinanku saat itu.
    Jalur rindu ternyata menyemaikan ragam dimensi. Alur yang tercipta terkadang melahirkan peristiwa tak terduga. Aku percaya bahwa takdir yang telah ditetapkan adalah skenario final dari Sang Pengatur Kehidupan, meskipun aku juga tidak tahu alur takdir tersebut.
    Sederhananya adalah pertemuan dengan rekan "dunia maya". Rekan yang selalu eksis dan "super sibuk" itu, adalah bagian anugerah yang tak terduga. Tiada kesengajaan bertemu
Yunda Raudhah Tj. Maka, langkah terbaik adalah mengabadikan dalam sebuah dokumen kebersamaan, meskipun huruf Tj masih menjadi misteri. Maukah menceritakannya duhai sang tutor?
    Pun juga, skenario takdir yang tengah berjalan, dipertemukan dengan Penyuluh-Penyuluh Agama pilihan yang berbakat dari penjuru Nusantara. Bagiku ini adalah anugerah terindah yang pernah ku miliki ala Sheila on seven. Hehehe.
    Jika penyatuan potensi dari individu-individu pilihan itu adalah bagian dari sebuah takdir, maka penyatuan dalam kegiatan ini akan semakin meneguhkan kidung cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
    Inilah salah satu peran Penyuluh Agama yang siap menisbahkan dirinya untuk menjaga kemajemukan yang ada. Bukankah kita berkewajiban untuk menjaga sendi sendi persatuan itu? Maka, diklat ini menjadi sangat penting untuk menyemai kecintaan itu dalam merawat kebhinekaan.
    Jujur (dengan pede) aku nampak gagah dengan uniform hitam putih dan dasi merah yang melekat. Sudah ratusan hari aku tidak mengenakan pakaian seperti itu. Terlebih lagi ikat pinggang khas Korpri yang sudah (juga) bertahun-tahun tidak sempat terselip di pinggang.
Pengakuan terjujur tersebut sebenarnya bentuk lain dari kata sudah lama aku tidak diklat. Hehehe.
    Hmm, segelas kopi khas lampung ini, memberikan penyemangat untuk kembali mengikuti alur diklat berikutnya. Kopi memang berwarna hitam namun terasa manis. Jika ditambah gula, tentunya. Maka, untuk pembuktian itu, bergabunglah ke lantai empat, tempat dimana "singgasanaku" berada.
    Mari kita ngopi dengan hati riang gembira. Yakinlah bahwa dengan kegembiraan itu nuansa kebersamaan akan tercipta erat. Aku percaya bahwa salah satu langkah terbaik dalam alur ini adalah memelihara kegembiraan itu.
    Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

Bersambung

Ciputat, 14 Juni 2022


3 komentar:

  1. Satu kata Mantul....

    BalasHapus
  2. Tj di salah satu merk madu kemasan, yg dalam iklanny di ambasadori agnezmo brrti trunojoyo 😊

    BalasHapus