Rabu, 29 Juni 2022

Sketsa yang (akan) Terlupakan

 


Oleh : Munawar
PAIF Kemenag Kab. Way Kanan Lampung

Sedang apakah rekan-rekan semua? Pertanyaan pengantar yang mampu melahirkan beragam jawaban. Bisa jadi sedang bernyanyi Dangdut, menjadi jawaban. Pun demikian, ngopi dan sejenisnya juga menjadi bentuk jawaban lainnya. Bisa juga sedang melaksanakan

Bimbingan dan Penyuluhan agama. Atau, adakah yang sedang ber selfi ria? Nah, masing-masing jawaban itu menjadi awal pembuka tulisan ini.

Pusdiklat Tekhnis Kemenag RI, menjadi alur kehidupan tersendiri bagi kelompok I dan angkatan lainnya. Di sanalah beranda takdir dipertemukan menjadi kisah tak terbantahkan. Di sanalah, perkenalan membaur menjadi canda yang seakan tak berkesudahan. Pastinya, masing-masing memiliki kisah tersendiri.

Percayalah, panggilan “wali kota” masih sedikit terbayang, meskipun perpisahan telah terjadi. Percayalah, bahwa “jabatan” ketua kelas pun masih kita ingat dengan beragam keunikannya. Ya, semuanya masih terekam dalam ingatan yang terbatas. Ah, akupun juga ingat siapa yang mengajak untuk bernyanyi melalui karoke malam. Hehehe.

Oh, ya. Maafkan, jika semua kenangan itu akan tersimpan rapat. Menggumpal dalam file memory yang terbatas. Entah kapan, suatu saat akan mencapai puncak tertinggi. Kehilangan. Begitukah? Entahlah.

Bolehlah, sedikit saja untuk bersiual dalam irama tak bertuan. Yakin saja bahwa siulan itu tidak akan pernah mengganggu keasyikan yang ada. Maka, bersiul sebagai metamorfosa diri akan mampu menghilangkan dahaga yang tak berujung. Bahkan, akan membuat “peradaban” baru. Cukup asyik, kan?

Mungkin saja hilal akan tetap di cari. Akan diperhitungkan keberadaannya. Apapun cerita pada proses pencarian itu, hilal sangat menentukan. Lalu, bagaimana dengan sang embun? Keberadaannya pun akan menguap saat mentari mulai terik. Sedikit-demi sedikit menghilang. Hehehe.

Aku kembali menyeruput kopi sembari melihat kembali foto kenangan yang sempat “hidup”. Teringat gelak tawa kebersamaan saat canda terusik. Teringat tangan-tangan kreatif mengabadikan kelelahan dalam tidur yang tak lama. Bagian itu terekam dengan sangat “sempurna”. Ah, betapa hebatnya sang pemilik ponsel itu yang mampu “mencuri” moment yang aduhai tersebut.

Cukup lengkap untuk menyebut kelompok I dalam Kegiatan Penggerak Penguatan Moderasi

beragama bagi Penyuluh Agama. Dengan keragaman yang ada, nuansa kebersamaan terjalin cukup erat. Bahkan, karoke pelepas penat mampu menjadikan kebersamaan yang bersahaja.

Ah, tulisan ini hanyalah bagian kecil dari usaha sebuah pengabadian sejarah itu. Sedikit merekam dalam alur takdir yang memercikkan ingatan sebuah kebersamaan.Tidaklah mungkin menggambarkan ragam peristiwa itu secara keseluruhan. Biarlah dua botol air mineral menjadi “saksi” atas gelak tawa

yang tercipta sempurna.

Hmm, saat alunan dangdut mencairkan suasana dengan tawa yang khas, aku cukup terhibur juga. Bahkan, dinginnya ruangan pelatihan mampu terhangatkan oleh hitungan aksara dari sebuah daerah. Maka, gambaran terbaik dari alur tersebut adalah “menghangatkan” diri dari kerinduan yang terpendam. Lalu, siapakah saksi sempurna untuk semua itu? apakah tiang listrik yang tak berdosa itu, atau pengakuan pada detik-detik terakhir sebelum penutupan?

Jika peran dalam “drama” itu menjadi penghubung, maka semua teori akan mendapatkan tempat terbaik. Drama terbaik adalah kehidupan itu sendiri. Sinetron terbaik adalah alur perjalanan kita sebagai makhluk Tuhan. Masing-masing mempunyai peran yang telah ditetapkan oleh sang “sutradara”
terbaik. Maka, langkah kebajikan akan mampu meniupkan nilai spiritual tertinggi dalam dimensi kemanusiaan.

Hayo, siapakah yang diberi peran sebagai Kakanwil? Atau yang berperan sebagai kepala KUA? Mungkin ini sebagai “bumbu” saja dalam goresan agar tak (ba-peran). Hehehe. Ya, tentu kita (peserta) sepakat bahwa bermain peran itu ada dalam pelatihan tersebut. maka, yang berperan sebagai “provokator” jangan diusik ya. Biarkan saja peran itu dinikmati sebagaimana dalam foto yang mengabadi. Nah, foto ini adalah bukti otentik saat bermain peran itu telah benar-benar terjadi. Maka, apapun itu, minum segelas kopi panas akan mampu melancarkan andrenalin terbaik. Tentu yang tidak "alergi" ngopi.

Mungkin, tidaklah semua dentingan malam memberikan kenyamanan saat gelap merajut keinginan. sebab, sebuah keinginan meniscayakan pola tindakan yang menentukan langkah selanjutnya. Dari sinilah aktualisasi spiritualitas kemanusiaan menjadi poin yang cukup berharga.

Ah, ingin rasanya berlama dalam embusan angin yang menggoda. Bertahan dalam kerapuhan ingatan merupakan bagian lain dari nilai keteguhan itu sendiri. Perlahan tapi pasti, embusan itu akan "menyirnakan" hamparan pasir yang ada. Begitulah siklus kehidupan yang aku pahami.

Hmm, ternyata judul pun memengaruhi psikologiku untuk segera memberikan ruang terbaik. merehatkan semua indera sembari berharap "pertemuan" dalam takdir lainnya. Inilah pengharapan terbaik dari siklus takdir yang bermisteri.

Berkunjunglah ke Way Kanan jika ingin menikmati kopi terbaik. Sambutlah kehadiran rekan-rekan jika berkesempatan "berwisata" ke Bali atau Madura. Berikan hidangan terbaik khas Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Maros. Sebab, kita tak mempunyai "kekuasaan" untuk menentukan kapan dan dimana pertemuan selanjutnya akan terjadi.

Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

Tabik.

Way Kanan, 29 Juni 2022

 



2 komentar:

  1. MaasyaaAllaah...puitis sekali alkisah pengembaraan takdir insan kamilah wal khalifah fil ardhi ini..

    BalasHapus
  2. Maaf saya mau tanyakan ttg biaya pencatatan nikah di kab way kanan tepatnya di KUA kec buway Bahuga🙏🙏🙏

    BalasHapus