Jumat, 12 Februari 2021

Diskusi: Perspektif Grup

 



Oleh: Munawar
PAIF Kemenag Way Kanan

Hari ini sang surya tak menampakkan diri. Cuaca mendung dengan hujan rintik-rintik. Pagi tanpa sinaran mentari sekaligus beriringan dengan gerimis yang tidak terlalu sering. Situasi ini sangat mengasyikkan untuk ngopi di rumah, terlebih lagi hari ini adalah hari libur nasional. Imlek.

Ingin rasanya pergi ke kebun, namun kondisi tak mengizinkan. Alhasil, kopi yang sudah terseduh senantiasa menggoda untuk diseruput. Sesekali melihat progres kemunculan berita di handpone. Ternyata, informasi Via WhatsApp cukup “progresif” untuk sebuah momen yang pagi hari.

Ah, kopi ini belum habis pikirku. Selintas berfikir untuk mengamati secara khusus pada empat grup yang menarik. Minimal pagi ini. Salah satu grup tersebut adalah grup kawan-kawan penyuluh. Jika meruntut kata Imam Muzaki, “grup sebelah” atau ala Dana Kristiyanto adalah “grup tetangga”. Hehehe.

Berawal dari penyuluh yang terbiasa share dan biasa “screnshoot”, Mr. Yusuf Sudarto. Seorang penyuluh yang sedikit “multi talenta”, meneruskan (mengabarkan) tentang amaliyah bulan Rajab. Ini sebagai penginggat bersama jika Sabtu 13 Februari 2021 sudah memasuki satu Rajab. Mungkin begitulah maksud hati ingin menyampaikan.

Tak lama, pak ketua menyambut dengan sebuah “pancingan” dialektika. Menarik. Terbatas pada sebuah dialektika untuk sebuah pengetahuan. Bukan untuk perdebatan. Statemen ketua juga perlu di garis bawahi bahwa diskusi tersebut bukan sebuah “pertempuran ide”, melainan hanya sekedar tadzkirah agar kita bisa saling meningatkan. Logis menurut kacamata berfikirku.

Sambil menyeruput kopi –lagi- iseng-iseng aku bertanya dalam hati. Adakah respon dari kawan-kawan terkait topik ini. Aku berharap ada. Artinya opini diatas di sambut dengan baik. Bagiku itu sudah bisa dimaklumi, mengingat kesibukan, sinyal ataupun data yang kadang-kadang “menghambat” aktivitas penyuluh.

Secara garis besar, diskusi berawal dari kalimat di bawah ini. Sumber ini berasal dari konten yang di share Pak ketua.

“sekedar mengingatkan, dan menginformasikan bahwa besok hari Sabtu tanggal 13 Februari 2021 bertepatan tanggal 1 Rajab 1442 H. Bagi yang mengerjakan puasa 3 (tiga) hari diawal Rajab, seakan ibadah 2 (dua) tahun (Sabtu, Ahad dan Senin). Bagi yang mengerjakan tiga hari berturut-turut maka pahala ibadah 700 tahun. Bagi yang mengingatkan orang lain tentang puasa seakan  ibadah delapan puluh tahun. Subbnanalloh.Begitu mulya dan indahnya bulan Rajab”

Sekilas, aku “menyimpulkan” bahwa kemungkinan pak ketua memilih poin yang mengingatkan. Pendekatanku adalah analisa bahasa “bagi yang mengingatkan orang lain”. Hmm...cukup cerdik nih pak Ketua, hanya mengingatkan –menurut tulisan diatas- sudah mendapatkan “predikat” seakan ibadah delapan puluh tahun. Kalaupun begitu, bolehlah Ust. Din Hadi juga mengingatkan ke semua PAI biar “predikat” itu juga hadir dan melekat pada Ketua FKPAI.Hehehe.

Lama juga aku memperhatikan apa yang di share oleh pak Bukhori. Dengan teliti aku perhatikan. Dengan seksama aku melihat. Sebuah tulisan yang memang tidak asing lagi. Tulisan arab. Tulisan yang diambilkan dari sebuah kitab. Tulisan yang membutuhkan waktu –bagiku- untuk membaca. Apalagi memahami. Secara teliti, aku baca sampai akhir, tidak juga aku temukan terjemahanya. Ups.....

Dengan keterangan yang disampaikan bahwa jika merujuk dalam keterangan itu tidak tertulis hitungan 700/80. Ini yang disampaikan oleh Pak Bukhori. Demikian juga, jika Ust. Din Hadi sempat membaca, -mungkin- pembacaanya sama, tidak ada keterangan hitungan 700/80. Bukankah begitu pak M. Ali? Nah kalau aku membacanya, aku hanya mendapati angka yang cukup banyak nih, 1439. Bukankah itu angka yang banyak jika dibandingkan dengan angka 17?. Entahlah.Hehehe.

Ust. Din Hadi langsung bergerak cepat untuk menjawab pertanyaan Pak Ketua. Bahwa tulisan itu tertera di dalam “Alfiqu Al Islam Wa Adhilatuhu  Muallif Dr. Wahbah Adzuhaili Hal. 232”. Nah, ternyata pernah “bersentuhan” dengan kitab itu. Bagiku ini luar biasa. Mengapa? Karena Syekh Wahbah Adzuhaili merupakan salah satu ulama fiqih Kontemporer kelas dunia.

Sekali lagi, kopi ini belum habis. Gerimis sedikit mereda. Bayanganku langsung ke Pak Yusuf dan Kang Dana plus moderator Imam. Dengan sedikit bertanya, kira-kira apa makna “muallif” itu ya. Mungkin spontan akan bisa terjawab pertanyaan yang tidak esensi itu.

Nah, menambahkan dari apa yang disampaikan Ust. Din Hadi bahwa Syekh Wahbah Adzuhaili dalam kitab tersebut juga memasukkan puasa di bulan-bulan Haram ( Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah) termasuk puasa yang disunahkan (tathawwu). (Juz 2. 591.Dar Al-Fikr).

Menurut Syekh Wahbah Adzuhaili bahwa puasa merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT dan dapat menjauhkan diri dari azab-Nya, yang akan menimpa akibat maksiat-maksiat yang kadang ia lakukan. Dengan melakukan ketaatan kepada Allah, seorang mukmin dapat beristiqomah diatas kebenaran yang disyariatkan oleh-Nya. Puasa merupakan training center terbesar bagi ahlaq. Disana seorang mukmin melatih diri dengan berbagai budi pekerti. Sebab, puasa adalah melawan hawa nafsu dan dorongan-dorongan setan yang terkadang menggodanya. (Az-Zuhaili, 2008).

Meskipun cukup singkat dalam sebuah diskusi terbatas, namun menggembirakan. Ada istilah dari ketua FKPAI. Penyuluh yang berkompeten. Nah, dapat aku “tafsirkan” dengan luas, makna kompeten itu. Bisa berarti bahwa Penyuluh yang tahu meletakkan posisi. Penyuluh yang menguasai pengetahuan, profesional dalam bertugas. Penyuluh yang memahami sebuah peraturan dan regulasi. Penyuluh yang “dewasa”. Penyuluh yang bertanggungjawab. Ah....masih banyak nih “tafsiran” bebasnya. Hehehe.

Ah, biarkan “pengompor” eh moderator menutupnya. Dengan bahasa “tinggi”, bahwa Bahsul Masail di tutup dengan sebuah kesimpulan bahwa puasa rajab untuk meminta pengampunan dan menyempurnakan puasa yang wajib yang kurang sempurna.

Selamat “menikmatii” bulan Rajab esok. Jangan lupa mengingatkan –ala “share” pak ketua. Plus bermunajat apa yang sudah di share pak Yusuf pada poin satu. Memperbanyak doa. Allahumma bariklana fi Rajaba waa Sya’bana, wa Baligna Ramadona.

Ah...bisa jadi, Kamis minggu terakhir bulan Februari 2021 ini tidak jadi mentraktir makan siang saat piket. Atau sekedar ngopi bareng ama pak Yusuf. Aku berharap beliau puasa, meskipun menempuh perjalanan “jauh” Negara Batin-Blambangan Umpu. Aku juga berharap jangan keluar kata ruksyoh karena perjalanan yang “mengasyikkan” itu, sehingga menjadi tidak puasa. Sebuah alasan. Musafir.

 

Hidup Jayalah Penyuluh Kita.

Blambangan Umpu, 12 Februari 2021

 

 

 

 

 

 

 

 


11 komentar: