“
Kriiiiiiiing”, bunyi Handphone berdering, kulihat nama kontak, Pak Kasi
Bimas Islam. “ Sudah bangun war?”
sapa pak Kasi – Pak Ali Sholihin- diujung telephone. “Malah belum tidur pak”, jawab saya. Pukul 03.40 bersiap untuk
menuju Kecamatan Negeri Besar. Ya sebuah persiapan yang “matang” untuk sebuah
perjalanan walaupun dalam satu kabupaten saja. Persiapan yang tidak begitu
istimewa bagi para “petualang” dalam menjalani sebuah profesi.
Pagi yang sangat “istimewa” bagi
saya. Sebuah kehormatan besar bisa mendampingi pak Kasi di pagi ini. Bagaimana tidak,
dengan kerendahan hati, pak Kasi rela menjemput di Kantor dan sekaligus menjadi
“driver”. Bagi saya ini adalah luar biasa, meskipun secara manusiawi ada rasa
tidak enak.
Perjalanan menuju Baradatu diselingi
dengan musik Jawa. Meskipun saya bukan penggemar Didi Kempot, lantunan musik
itu cukup membantu memecah keheningan. Dalam pelajaran ini, pak Kasi memberikan
sebuah “petuah” yang cukup berharga dan penting.
Bermula dari iringan kendaraan
barang (trukc) yang sudah “bergerilya” pada pagi buta ini. Cukup lincah pak
Kasi dalam “menyalip” setiap kendaraan didepanya. Dalam hati saya berkata, “cukup gesit juga dalam mengendari mobil ini”.
Nah disinilah petuah itu terjadi.
“Coba
kamu lihat, kendaraan yang kita dahului tadi”. Pak Kasi memulai
pembicaraan. “ bayangkan, di pagi begini,
disaat orang lain terlelap, mereka sudah beraktifitas. Coba kita bandingkan
dengan kawan-kawan yang sudah mapan dalam pekerjaan. Mestinya rasa syukur itu
ada dengan cara kerja yang baik”. Demikian cuplikan petuah yang saya
dapat pagi ini.
Ya, bersyukur adalah cara terbaik. Bersyukur
merupakan ungkapan terimakasih kepada Allah SWT atas segala pemberian kepada
manusia. Karena pada hakekatnya, manusia adalah tidak mempunyai kekuatan tanpa
ada pertolongan. Dengan pertolongan tersebut, manusia mampu berkreasi dengan
baik.
Ditempat transit pertama, di kediaman
Pak Syahrul Muharomi, Kepala KUA Baradatu, ternyata Ketua Pokjaluh dan Pokjawas
sudah menunggu. Keduanya sudah bersiap “bertempur” mengarungi perjalanan hari
ini. Cukup semangat bagi keduanya untuk menjalankan tugas ini. Luar biasa. “ Bravo kang Bambang”, ucap saya sambil
tersenyum.
Transit kedua terasa istimewa. Ya istimewa.
Bukan karena di Kabupaten Induk-nya Way Kanan, namun karena Allah SWT masih
memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah sholat subuh secara berjamaah. Di
masjid Nurul Iman Desa Suka Menanti Bukit Kemuning ini kewajiban bagi muslim tertunaian
dengan baik. Bagi saya, untuk sebuah masjid di jalan lintas Sumatera, cukup
baik dan jamaah yang sholat subuh juga cukup banyak.
Di ujung sana, “si endut” sedang sibuk membuat video dokumenter. Sebuah proses
untuk mengabadikan moment berharga dalam sebuah video. Cukup bersemangat juga, koordinator
Humas FKPAI Way Kanan ini melakukan kegiatan tersebut. Saya yakin, dengan Ust.
Ibrohim ini dengan aksi tersebut, karena postinganya kerap muncul di media
massa.
Dalam perjalanan yang mengasyikkan
ini, saya tidak banyak berkomunikasi. Saya hanya menikmati perjalanan ini
dengan “diam seribu bahasa”. Bisa jadi,
sang “driver” -Ketua Pokjaluh- ini sudah mahir,
sehingga terasa “nikmat” untuk beristirahat, setelah melakukan pengisian bahan
bakar.
Tak seberapa lama, saat melintasi sebuah
tempat, memori saya mengingatkan tentang tempat tersebut. MTQ Tulang Bawang
Barat 2019 yang lalu, terlintas dalam benak saya. Demikian juga, saat melihat “mantan”
pemondokan khafilah MTQ Way Kanan diujung sebelah kanan. Saya tersenyum
mengingat hal itu.
Terlebih lagi saat melewati ikon
kabupaten ini. Pak Bambang dengan semangat bertanya, “opo iki kok eneng kolam”, dengan logat Jawanya. Rupanya, pak
Bambang belum sempat berkunjung secara langsung, dan meminta pulangnya nanti “wajib”
mampir. Di ujung depan sebelah kanan, Pak M. Ali menimpali, “ yo iki Islamic Centre Tulang Bawang Barat”, sambil terus fokus
mencari warung untuk sarapan.
Saya sempatkan untuk browsing. Saya buka
situs Bobo.id. Yomi Hanna menulis pada tanggal 30 Maret 2017, tentang “ Keunikan
Masjid 99 Cahaya di Tulang Bawang Barat. Dalam tulisan tersebut disampaikan
bahwa “Perancang bangunan Masjid 99
Cahaya tersebut adalah seorang arsitek bernama Andramatin. Masjid ini
dibangun tanpa kubah dan menara, tidak seperti masjid pada umumnya. Masjid yang
dikelilingi sungai Ini menjadi salah satu keunikan dari Masjid 99 Cahaya ini”.
Yomi Hanna dalam tulisan tersebut melanjutkan,
“menurut Andramatin, dulu di awal masa
Islam, kubah dan menara itu juga tidak ada. Jadi pembangunan masjid tidak
selalu terpaku dengan adanya kubah atau menara. Luas bangunan masjid adalah 34
x 34 meter. Ini dibuat berdasarkan jumlah sujud umat Islam sehari semalam sujud
salat wajib. Bangunan ini juga ditopang 114 pilar yang menunjukan 114 surat
dalam Alquran. Kubahnya berbentuk persegi lima, ini menunjukan rukun Islam ada
5 dan tingginya 30 meter menunjukkan 30 juz dalam Alquran. Setiap sisi
kubah ini melambangkan salat 5 waktu.Di atapnya terdapat 99 lubang yang bisa
dilewati oleh cahaya. Dua kali setahun saat matahari melewati khatulistiwa,
pada Maret dan September, sinarnya akan masuk ke lubang-lubang itu”. Sungguh
fantastis dan bernilai arsitektur yang berharga, dalam hati saya berkata.
Perjalanan terus berlanjut meski
warung untuk sarapan tidak ketemu. Yang ditemui hanyalah sebuah candaan
keakraban setelah melewati jembatan. Terlebih lagi saat melihat banyak rawa di sepanjang jalan.
“Di sini kok ga ada buaya ya”, pak
Bambang menceletuk. “ banyak pak, tapi
yang tidak ada pakaya”, sang “driver” meimpali. “asal jangan naik ke darat, tidak berbahaya”, Ust. Ibrohim
menimpali. Seketika secara bersama-sama kami tertawa.
Di kediaman pak Ali Maksum, kami
transit terakhir. Saya lihat, Pak Muslim, Pak Kholik, Pak Kaisar dan “Si bujang” Saiful
menyambut. Mereka bersama-sama mengembangkan senyuman khasnya masing-masing. Saya
juga gembira, melihat kawan-kawan penyuluh semangat. Saat menyambangi
kawan-kawan, saya menyerahkan titipan infaq produktif dari seluruh kawan-kawan Penyuluh Agama Islam se-Way Kanan.
Ternyata, Pak Kepala Kemenag, Pak
Kasubbag TU, Pak Kasi Penmad ,Kepala Sekolah MIN 3 Way Kanan dan kawan-kawan di KUA serta
Penyuluh Agama, sudah berkumpul. Sebuah kebersamaan yang sangat luar biasa. Akrab
dan penuh canda tawa. Terimakasih Pak Ali Maksum sudah merepotkan dengan
sajian menu sarapan pagi yang nikmat.
Agenda inti dilaksanakan di MIN 3 Way Kanan. Dengan
penerapan protokol kesehatan, kawan-kawan guru MIN 3 Way Kanan melakukan pengecekan suhu
tubuh. Ini adalah standar baku yang harus dilaksanakan dalam rangka pencegahan
penyebaran covid-19.
Ada hal yang menarik, saat pak
Kepala Kemenag,-H.M.Isa, S.Ag.M.Pd.I memberikan sambutanya. ” Kunjungan kerja di Negeri Besar ini sungguh sangat istimewa, dihadiri secara
lengkap oleh tim kemenag Way Kanan. Pak Kepala Kemenag juga menyampaikan
beberapa poin, terkait dengan kepegawaian, sekolah, KUA, dan Penyuluh Agama Islam.
Kemudian, sebelum arahan dari Pak
Kepala Kemenag diakhiri, Beliau juga mengucapkan terimakasih yang besar atas
sambutan yang diberikan. Dengan candaan yang khas, beliau mampu mencairkan suasana sehingga terasa “cair’
suasana pertemuan tersebut. Kemudian, beliau Juga memberikan sapi Qurban untuk
kecamatan Negeri Besar yang berasal dari Keluarga Besar Kementerian Agama Kabupaten
Way Kanan.
Demikian juga semua para Kasi,
diawal sambutan selalu menyebutkan bahwa, kunjungan ke Kecamatan Negeri Besar
ini sangat istimewa. Terasa kompak disampaikan tentang nilai “istimewa” yang disampaikan tadi. Dan saya
juga menyebutkan ini istimewa, karena saya juga berkesempatan ikut di putaran “akhir”
kunjungan kerja ini.
Kunjungan yang bagi saya pribadi -dan
juga PAI- bernilai adalah dengan “launching”
Infaq produktif oleh kawan-kawan Penyuluh se-Way Kanan. Infaq produktif
tersebut diberikan kepada ibu Fresiyanti yang memiliki usaha warung. Launching ini
secara simbolis disampaikan langsung oleh ketua Pokjaluh, Pak M. Ali, S.Ag.,
MM. Sebuah agenda yang sangat bernilai tentunya.
Program Penyuluh Peduli ini sangat
penting untuk dilaksanakan. Terlebih lagi untuk infaq produktif. Program ini akan
sangat berharga dan sekaligus dapat membantu masyarakat secara langsung. Untuk keberlangsungan
tersebut, kawan-kawan penyuluh wajib “mengawal” keberlangsungan program ini. Jangan
sampai diabaikan dan acuh tak acuh terhadap perkembangan sebuah usaha.
Semangat yang ada, tetap bersemayam.
Meskipun sudah terbayang jalan kembali masih panjang. Sebuah perjalanan “lanjutan”
setelah melaksanakan misi istiwema di Kecamatan Negeri Besar. Inilah kegiatan
terakhir dari sebuah pembinaan di Lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten
Way Kanan.
Tibalah saat
yang dinantikan pak Bambang. Kolam ikan di Islamic Centre Tulang Bawang Barat. Cukup
menggembirakan melihat banyak terdapat ikan disana. Terlebih lagi setelah
diberikan makanan ikan yang sudah dibeli. Luar biasa banyak sekali ikanya dan
besar-besar. Bahkan pak Kasi, sibuk mengabadikan “kegiatan” ini dengan memfoto
dan membuat video.
Sebuah sketsa
diujung negeri sudah terurai. Membawa kesan tersendiri bagi –minimal – saya. Terlebih
lagi pak Bambang Gunawan yang “baru pertama” kali melihat atau “menginjakkan”
kaki untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Sebuah sketsa yang
memberikan makna istimewa. Sebuah sketsa yang bersejarah dengan lounching-nya program Penyuluh Peduli. Negeri Besar, 27 Juli 2020. ( Oleh: Munawar S.Fil.I, MA, PAIF Kemenag Way Kanan )
mantaaaapppp
BalasHapus