Selasa, 28 Juli 2020

SKETSA DIUJUNG NEGERI

 

            “ Kriiiiiiiing”, bunyi Handphone berdering, kulihat nama kontak, Pak Kasi Bimas Islam. “ Sudah bangun war?” sapa pak Kasi – Pak Ali Sholihin- diujung telephone. “Malah belum tidur pak”, jawab saya. Pukul 03.40 bersiap untuk menuju Kecamatan Negeri Besar. Ya sebuah persiapan yang “matang” untuk sebuah perjalanan walaupun dalam satu kabupaten saja. Persiapan yang tidak begitu istimewa bagi para “petualang” dalam menjalani sebuah profesi.
            Pagi yang sangat “istimewa” bagi saya. Sebuah kehormatan besar bisa mendampingi pak Kasi di pagi ini. Bagaimana tidak, dengan kerendahan hati, pak Kasi rela menjemput di Kantor dan sekaligus menjadi “driver”. Bagi saya ini adalah luar biasa, meskipun secara manusiawi ada rasa tidak enak.
        Perjalanan menuju Baradatu diselingi dengan musik Jawa. Meskipun saya bukan penggemar Didi Kempot, lantunan musik itu cukup membantu memecah keheningan. Dalam pelajaran ini, pak Kasi memberikan sebuah “petuah” yang cukup berharga dan penting.
            Bermula dari iringan kendaraan barang (trukc) yang sudah “bergerilya” pada pagi buta ini. Cukup lincah pak Kasi dalam “menyalip” setiap kendaraan didepanya. Dalam hati saya berkata, “cukup gesit juga dalam mengendari mobil ini”. Nah disinilah petuah itu terjadi.
            “Coba kamu lihat, kendaraan yang kita dahului tadi”. Pak Kasi memulai pembicaraan. “ bayangkan, di pagi begini, disaat orang lain terlelap, mereka sudah beraktifitas. Coba kita bandingkan dengan kawan-kawan yang sudah mapan dalam pekerjaan. Mestinya rasa syukur itu ada dengan cara kerja yang baik”. Demikian cuplikan petuah yang saya dapat pagi ini.
          Ya, bersyukur adalah cara terbaik. Bersyukur merupakan ungkapan terimakasih kepada Allah SWT atas segala pemberian kepada manusia. Karena pada hakekatnya, manusia adalah tidak mempunyai kekuatan tanpa ada pertolongan. Dengan pertolongan tersebut, manusia mampu berkreasi dengan baik.
            Ditempat transit pertama, di kediaman Pak Syahrul Muharomi, Kepala KUA Baradatu, ternyata Ketua Pokjaluh dan Pokjawas sudah menunggu. Keduanya sudah bersiap “bertempur” mengarungi perjalanan hari ini. Cukup semangat bagi keduanya untuk menjalankan tugas ini. Luar biasa. “ Bravo kang Bambang”, ucap saya sambil tersenyum.
            Transit kedua terasa istimewa. Ya istimewa. Bukan karena di Kabupaten Induk-nya Way Kanan, namun karena Allah SWT masih memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah sholat subuh secara berjamaah. Di masjid Nurul Iman Desa Suka Menanti Bukit Kemuning ini kewajiban bagi muslim tertunaian dengan baik. Bagi saya, untuk sebuah masjid di jalan lintas Sumatera, cukup baik dan jamaah yang sholat subuh juga cukup banyak.
            Di ujung sana, “si endut” sedang sibuk membuat video dokumenter. Sebuah proses untuk mengabadikan moment berharga dalam sebuah video. Cukup bersemangat juga, koordinator Humas FKPAI Way Kanan ini melakukan kegiatan tersebut. Saya yakin, dengan Ust. Ibrohim ini dengan aksi tersebut, karena postinganya kerap muncul di media massa.
            Dalam perjalanan yang mengasyikkan ini, saya tidak banyak berkomunikasi. Saya hanya menikmati perjalanan ini dengan “diam seribu bahasa”. Bisa jadi, sang “driver” -Ketua Pokjaluh- ini sudah mahir, sehingga terasa “nikmat” untuk beristirahat, setelah melakukan pengisian bahan bakar.
             Tak seberapa lama, saat melintasi sebuah tempat, memori saya mengingatkan tentang tempat tersebut. MTQ Tulang Bawang Barat 2019 yang lalu, terlintas dalam benak saya. Demikian juga, saat melihat “mantan” pemondokan khafilah MTQ Way Kanan diujung sebelah kanan. Saya tersenyum mengingat hal itu.
            Terlebih lagi saat melewati ikon kabupaten ini. Pak Bambang dengan semangat bertanya, “opo iki kok eneng kolam”, dengan logat Jawanya. Rupanya, pak Bambang belum sempat berkunjung secara langsung, dan meminta pulangnya nanti “wajib” mampir. Di ujung depan sebelah kanan, Pak M. Ali menimpali, “ yo iki Islamic Centre Tulang Bawang Barat”, sambil terus fokus mencari warung untuk sarapan.
            Saya sempatkan untuk browsing. Saya buka situs Bobo.id. Yomi Hanna menulis pada tanggal 30 Maret 2017, tentang “ Keunikan Masjid 99 Cahaya di Tulang Bawang Barat. Dalam tulisan tersebut disampaikan bahwa “Perancang bangunan Masjid 99 Cahaya  tersebut adalah seorang arsitek bernama Andramatin. Masjid ini dibangun tanpa kubah dan menara, tidak seperti masjid pada umumnya. Masjid yang dikelilingi sungai Ini menjadi salah satu keunikan dari Masjid 99 Cahaya ini”.
            Yomi Hanna dalam tulisan tersebut melanjutkan, “menurut Andramatin, dulu di awal masa Islam, kubah dan menara itu juga tidak ada. Jadi pembangunan masjid tidak selalu terpaku dengan adanya kubah atau menara. Luas bangunan masjid adalah 34 x 34 meter. Ini dibuat berdasarkan jumlah sujud umat Islam sehari semalam sujud salat wajib. Bangunan ini juga ditopang 114 pilar yang menunjukan 114 surat dalam Alquran. Kubahnya berbentuk persegi lima, ini menunjukan rukun Islam ada 5 dan tingginya 30 meter menunjukkan 30 juz dalam Alquran.  Setiap sisi kubah ini melambangkan salat 5 waktu.Di atapnya terdapat 99 lubang yang bisa dilewati oleh cahaya. Dua kali setahun saat matahari melewati khatulistiwa, pada Maret dan September, sinarnya akan masuk ke lubang-lubang itu”. Sungguh fantastis dan bernilai arsitektur yang berharga, dalam hati saya berkata.
            Perjalanan terus berlanjut meski warung untuk sarapan tidak ketemu. Yang ditemui hanyalah sebuah candaan keakraban setelah melewati jembatan. Terlebih lagi saat melihat banyak rawa di sepanjang jalan. “Di sini kok ga ada buaya ya”, pak Bambang menceletuk. “ banyak pak, tapi yang tidak ada pakaya”, sang “driver” meimpali. “asal jangan naik ke darat, tidak berbahaya”, Ust. Ibrohim menimpali. Seketika secara bersama-sama kami tertawa.
            Di kediaman pak Ali Maksum, kami transit terakhir. Saya lihat, Pak Muslim, Pak Kholik, Pak Kaisar dan “Si bujang” Saiful menyambut. Mereka bersama-sama mengembangkan senyuman khasnya masing-masing. Saya juga gembira, melihat kawan-kawan penyuluh semangat. Saat menyambangi kawan-kawan, saya menyerahkan titipan infaq produktif dari seluruh kawan-kawan Penyuluh Agama Islam se-Way Kanan.
            Ternyata, Pak Kepala Kemenag, Pak Kasubbag TU, Pak Kasi Penmad ,Kepala Sekolah MIN 3 Way Kanan dan kawan-kawan di KUA serta Penyuluh Agama, sudah berkumpul. Sebuah kebersamaan yang sangat luar biasa. Akrab dan penuh canda tawa. Terimakasih Pak Ali Maksum sudah merepotkan dengan sajian menu sarapan pagi yang nikmat.
            Agenda inti dilaksanakan di MIN 3 Way Kanan. Dengan penerapan protokol kesehatan, kawan-kawan guru MIN 3 Way Kanan melakukan pengecekan suhu tubuh. Ini adalah standar baku yang harus dilaksanakan dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19.
            Ada hal yang menarik, saat pak Kepala Kemenag,-H.M.Isa, S.Ag.M.Pd.I memberikan sambutanya. ” Kunjungan kerja di Negeri Besar  ini sungguh sangat istimewa, dihadiri secara lengkap oleh tim kemenag Way Kanan. Pak Kepala Kemenag juga menyampaikan beberapa poin, terkait dengan kepegawaian, sekolah, KUA, dan Penyuluh Agama Islam.
            Kemudian, sebelum arahan dari Pak Kepala Kemenag diakhiri, Beliau juga mengucapkan terimakasih yang besar atas sambutan yang diberikan. Dengan candaan yang khas, beliau  mampu mencairkan suasana sehingga terasa “cair’ suasana pertemuan tersebut. Kemudian, beliau Juga memberikan sapi Qurban untuk kecamatan Negeri Besar yang berasal dari Keluarga Besar Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan.
            Demikian juga semua para Kasi, diawal sambutan selalu menyebutkan bahwa, kunjungan ke Kecamatan Negeri Besar ini sangat istimewa. Terasa kompak disampaikan tentang  nilai “istimewa” yang disampaikan tadi. Dan saya juga menyebutkan ini istimewa, karena saya juga berkesempatan ikut di putaran “akhir” kunjungan kerja ini.
            Kunjungan yang bagi saya pribadi -dan juga PAI- bernilai adalah dengan “launching” Infaq produktif oleh kawan-kawan Penyuluh se-Way Kanan. Infaq produktif tersebut diberikan kepada ibu Fresiyanti yang memiliki usaha warung. Launching ini secara simbolis disampaikan langsung oleh ketua Pokjaluh, Pak M. Ali, S.Ag., MM. Sebuah agenda yang sangat bernilai tentunya.
            Tentu, kesempatan itu tidak saya lewatkan begitu saja tanpa “ngobrol” dengan kawan-kawan. Lebih khususnya, setalah Pak H. Somad menyerahkan laporan ke Pak M. Ali. Meskipun obrolan tanpa hidangan kopi, namun untuk memberikan semangat kepada kawan-kawan Penyuluh Agama Islam harus dijaga. Ini salah satu obrolan dengan Filial dan kang Masruri sang pemilik “nyawa rangkep”, sebuah julukan “baru” baginya. Demikian juga untuk para “muli”, Feni dan Febri, selalu bersemangat ya dalam pengabdian ini.
            Program Penyuluh Peduli ini sangat penting untuk dilaksanakan. Terlebih lagi untuk infaq produktif. Program ini akan sangat berharga dan sekaligus dapat membantu masyarakat secara langsung. Untuk keberlangsungan tersebut, kawan-kawan penyuluh wajib “mengawal” keberlangsungan program ini. Jangan sampai diabaikan dan acuh tak acuh terhadap perkembangan sebuah usaha.
            Semangat yang ada, tetap bersemayam. Meskipun sudah terbayang jalan kembali masih panjang. Sebuah perjalanan “lanjutan” setelah melaksanakan misi istiwema di Kecamatan Negeri Besar. Inilah kegiatan terakhir dari sebuah pembinaan di Lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan.
            Sesuai kesepakatan tadi, dalam perjalanan pulang akan mampir ke Islamic Centre Tulang Bawang Barat. Namun sebelum kesana, menyempatkan menikmati ikon lainya yakni  wisata Relief Megou Pak. Sebuah ikon dengan mengangkat sejarah keberadaan empat suku atau marga asli lampung, Megou Pak yakni MargaTegamoan, Marga Buay Bulan, Marga Buay Aji, dan Marga Suay Umpu. (Sumber media cetak dan online Mitrapol,yang ditulis oleh Dadang R, edisi 22 September 2019)
            Tibalah saat yang dinantikan pak Bambang. Kolam ikan di Islamic Centre Tulang Bawang Barat. Cukup menggembirakan melihat banyak terdapat ikan disana. Terlebih lagi setelah diberikan makanan ikan yang sudah dibeli. Luar biasa banyak sekali ikanya dan besar-besar. Bahkan pak Kasi, sibuk mengabadikan “kegiatan” ini dengan memfoto dan membuat video.
            Sebuah sketsa diujung negeri sudah terurai. Membawa kesan tersendiri bagi –minimal – saya. Terlebih lagi pak Bambang Gunawan yang “baru pertama” kali melihat atau “menginjakkan” kaki untuk melihat sesuatu yang belum pernah dilihatnya. Sebuah sketsa yang memberikan makna istimewa. Sebuah sketsa yang bersejarah dengan lounching-nya program Penyuluh Peduli. Negeri Besar, 27 Juli 2020. ( Oleh: Munawar S.Fil.I, MA, PAIF Kemenag Way Kanan )


1 komentar: