Selasa, 22 Desember 2020

Kompas Kehidupan ; Memaknai Ibu, Sudut Pandang Grup


 

Oleh : Munawar
PAI Kemenag Way Kanan


           Mungkin, jika ditanya siapakah di dunia ini yang tidak mempunyai seorang Ibu? Aku dengan sangat mudah akan menjawab, bukan Ciwul, Kang Anto, Kang Dana, Bro Bukhori, Mang Eka, Mbakyu Soimah, Akhina Miftalif, Ust. Hasan dan juga Bunda Ayni. Semua yang tertulis diatas dipastikan mempunyai Ibu. Ya seorang Ibu. Sosok yang sangat berharga dalam kehidupan manusia.

Tulisan ini, aku ambil dari sebuah “urunan” pendapat di sebuah grup “antah brantah”. Sebuah grup yang dIbuat khusus untuk rekan-rekan Penyuluah Agama Islam (PAI) yang mempunyai “hobi” share, selfi, bisnis, debat bahkan sampai ngajak nyanyi dangdut. Bayangkan satu, bisa jadi satu hari pesan Whataps dari grup itu diatas lima puluhan pesan. Begitulah grup itu senantiasa diramaikan oleh stiker yang entah makna apa dibalik stiker itu. Maka, aku bisa memahami banyak yang mengundurkan diri dari grup “koplak” itu.Hehehe.

Sebuah “urunan” pendapat yang sangat menarik tentang Ibu, dan sekaligus dalam rangka memperingati hari Ibu, 22 Desember 2020. Sebuah tema yang cukup hangat dan dibahas dalam perspektif individu masing-masing PAI. Bagiku, ini adalah luar biasa dalam tradisi mengeluarkan beragam pendapat terhadap satu tema. Ah mengasikkan ya, jika tradisi ini berkembanng. Aku fikir grup itu sedikit “nyeleneh” saja, ah ternyata memang benar-benar “koplak”.

Diawali dengan pendapat Miftalif Albar, PAI KUA Kecamatan Pakuan Ratu. Gambaran sosok Ibu ini sungguh menarik. Ia berpendapat bahwa  “ Makhluk kecil itu selalu memanjat pohon besar setiap hari, bahkan daun-daunnya dipetik untuk bermain gembira, sehingga remaja.  Makhluk itu masih selalu menghampiri dan selalu memetik daun, bunga bahkan ranting-ranting pohon itu, dengan tulus, rela dan ikhlas untuk membahagiakan kesayangannya. Kemudian, beranjak dewasa makhluk itu mulai jarang bahkan sering lupa untuk datang menghampiri pohon besar yang mulai menua. Jangankan ranting, batang tubuhnya pun rela ditebang habis untuk makhlus yang selalu ia rindukan. Ya, pohon besar itu adalah sang Ibu, yang teramat sangat merindukan kebersamaan dengan buah hatinya.

Asyik, ini makna yang luar biasa bagiku. Kiasan yang menggambarkan tentang kedaan dunia manusia. Begitu bagusnya gambaran yang di sampaikanya, sehingga bisa untuk dijadikan ibrah bagi manusia lain.

Masih dalam kecamatan yang sama, Bukhori mengemukakan “ Beliau dalam sanepan jawa di katakan " pangeran katon" (Tuhan yang tampak)  sebuah istilah yang menurut penafsiraan tekstual sangat tidak masuk akal, akan tetapi jika kita mau merenungi memahami dalam tataran konteks, sepertinya memang  relevan. Beliau adalah perwujudan sifat-sifat Tuhan sang pengasih, perantara rizqi yang kita makan suap demi sesuap, bahkan wujud eksistensi kita juga berasal darinya serta banyak hal yg tidak dapat terbilang dengan angka dan digambar dengan kata yang mampu menjelaskan bahwa beliau lah ” tangan Tuhan”, yang darinya kita benar-benar bisa merasakanan cipta dan karya Tuhan dalam diri dan dunia kita secara nyata”.

Ini lebih dahsyat lagi. Ternyata makna terdalam telah dikuasai dengan “sempurna”. Sebuah penggambaran yang memerlukan “kerja otak” untuk meresapi uraian yang di sampaikan. Hmm....sangat luar biasa dalam sudut pandang filsafat. Aku sangat berharap, buku Dunia Shopie karya Jostien Gaarder dapat segera dibacanya untuk mempertajam sebuah pisau analisisnya.

Aku cukup kaget tatkala Suci Wulandari, PAI KUA Negeri Agung berpendapat dengan sebuah argumen “telak”. “Kalau ditanya tentang Ibu, menurut ku Ibu itu Cerewet, gak sabaran,  suka nyubit, suka marah-marah, tapi itu persepsiku dahulu,  sekarang aku baru memahami makna di balik itu semua”.

Ada benarnya juga ya pengakuan Ciwul ini. Akupun memahami pola pikir dari sudut pandangnya. Jadi inget aku saat dimarah Ibu ketika ciblon di bendungan belakang rumah. Apakah dahulu aku nakal ya? Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab dengan sempurna. Hehehe.

Namun demikian, penghormatan terhadap Ibu merupakan sebuah kewajiban yang tidak boleh ditawar lagi. Begitu mulianya Ibu, Kanjeng Nabi menempatkan posisi diatas setelah sosok sang Ayah. Bukankah dalam sebuah Hadist telah ditulis dengan indah.  Dalam Hadis Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, "Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?", Nabi menjawab, "Ibumu". "Sesudah itu?" Nabi mengatakan, "Ibumu". "Lalu setelah itu?". Nabi sekali lagi menegaskan, "Ibumu". "Kemudian?". Baru Nabi mengatakan, "ayahmu".

Pun demikian sebuah pengalaman berharga dari Dana Kristiyanto. Meskipun sama-sama di KUA Negeri Agung, nampaknya mempunyai pemaknaan yang berbeda, meskipun pemaknaan itu terlahir dari pengalaman sejarah. Cukup sederhana sosok Ibu menurut pendapatnya. “Ibu adalah kompas kehidupan bagi putra putrinya, bukan hanya menunjukkan tapi juga membimbing”.

Aku yakin dari sudut pandang ini, Kang dana sudah pernah membaca Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 14. Dalam Surat tersebut disebutkan bahwa : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu-bapanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Sudut pandang lain adalah argumentasi dari Nurul Ayni, PAI Kecamatan Blambangan Umpu. Baginya, “ Ibu adalah sosok individu yang menakjubkan. Beragam kelebihan telah diberikan kepada Ibu. Sebuah kelebihan yang tidak diberikan oleh Tuhan kepada sosok Ayah. Betapa mulianya seorang Ibu, sehingga penggambaran bahwa surga di bawah telapak kaki Ibu”.

Argumentasi ini, agak susah untuk diberikan catatan tersendiri. Mungkin kebingungan yang ada, hadir saat hendak memberikan catatan. Ah, bunda, dirimu membuatku tak berdaya, dan aku hanya cukup mampu menyampaikan kata, “ yes”. Itu saja. Hehehe

Pengakuan jujur-pun ada pada diri Susanto, PAI KUA Kecamatan Way Tuba. “Mendengar kata Ibu, aku merasa sedih dan bahagia menjadi satu dihatiku, karena Ibu adalah pelita yang berjasa bagi hidupku, engkau guru semasa kecilku hingga saat ini. Semoga engkau selalu diberi kesehatan,  panjang umur dan semoga engkau masuk surga. Ibu...maafkan anak mu ini yang selalu membuat engkau sedih dan menangis atas perilaku anakmu ini. Ibu...aku hanya bisa berucap terimakasih dan minta maaf”.

Sebuah kenyataan juga bisa dijadikan sebuah pembelajaran bersama. Inilah yang dimaknai secara langsung oleh Hasan Isro, PAI KUA Kecamatan Way Tuba. Ust. “segala tahu” ini cukup unik dalam penggambaranya. Lihatlah, “terkadang saya heran dengan sebuah fakta. Dalam kehidupan nyata empat atau lima anak tidak mampu merawat Ibu dengan baik,  tapi seorang Ibu mampu merawat satu hingga dua belas anak atau lebih, hebat bukan”.

Hmm...Ust. “segala tahu “ ini cerdas juga melihat realita yang ada di binaanya. Sebuah penggambaran yang logis dan nyata dalam kehidupan manusia. Sungguhpun demikian, aku berharap agar Ust. Isro ini tidak beralasan untuk menambah Ibu lagi. Hehehe.

Disisi lain, Nur Soimah PAI Kecamatan Bumi Agung mempunyai pandangan yang juga bagus. “Ibu...seorang wanita yang mulia, kasih sayangnya walaupun ada yg tidak di sukai dari kita, seorang Ibu hanya diam. Ibu....wanita hebat yang selalu ada dalam hati sanubariku yang terdalam....tidak ada yang bisa menggantikannya. Sekarang hanya doa yg ku panjat kan , semoga  "syurga untuk Ibu".

Sementara Eka Destrianto Suropati secara gamblang  menyampaikan dengan bahasa puitis.

 Umak, masih terngiang-ngiang semua nasehatmu

 Meskipun cara mu menasehati kami selalu berbeda

Terkadang melalui marah , juga dengan lemah lembut

Namun

Kami selalu mengabaikan semua itu..

Seiring berjalannya sang waktu

Beragam nasehatmu

Dapat kami rasakan setelah beberapa waktu

Umak... Kami tak mampu untuk menghitung

Berapa banyak jasa yang telah engkau perbuat untuk kami

Maafkan Kami yang belum mampu untuk membuatmu tersenyum bangga,

Meski kami tau engkau telah bangga dengan kehadiran kami didekatmu..

Umak... Do'a kan kami anak-anakmu

Agar mampu untuk menjadi anak yang berguna

Sehingga do'a kami

Mampu untuk menggetarkan Arsy...

Cukup pandai juga Mang Eka ini berpuisi. Aku hanya bisa memahami bahwa proses penggambaran tentang Ibu dapat dimaknai dengan sesungguhnya tatkala kebenaran itu telah hadir. Pemahaman sederhana dari rangkaian kalimat diatas merupakan anugerah tersendiri. Bahkan, sebuah anugerah tersebut terkadang dipahami denga baik, tatkala manusia mampu belajar bijaksana. Nah inilah bukti bahwa pemahaman tentang Ibu memerlukan sebuah proses.

Akhirnya, simpulan dari pendapat di grup itu dapat ditafsirkan secara luas dengan sudut pandang yang berbeda. Terlebih lagi para PAI. Aku sangat yakin bahwa pendapat ini juga berlatar belakang pengalaman saat kecil atau bahkan belum baligh. Namun begitu, pemaknaan terhadap Ibu cukup menggembirakan dalam sudut pandang individu.

Aku sangat yakin bahwa Ibu (juga) merupakan tokoh agen of change terhadap pola budaya yang berkembang di masyarakat. Satu alasan mengapa keyakinan itu terbangun, yakni intensitas komunikasi yang dilakukan Ibu terhadap anaknya lebih sering dilakukan Ibu, jika di bandingkan Ayah.

Selamat hari Ibu.

 

13 komentar:

  1. Barokalloh..tulisan ini bisa untuk renungan kita.

    BalasHapus
  2. Syurga tempat yang layat untuk sang ibu

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih...sudah urun rembug untuk tulisanya...ditunggu tulisan berikutnya

      Hapus
  3. Mau dong buku Dunia Shopie karya Jostien Gaarder itu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa baca di ebook...kang mas...terimakasih atas untaian filsafat

      Hapus
    2. kapan bikin kelas ngeblok yg gratisan pak, pingin aq...

      Hapus
  4. Selamat hari ibu..untuk ibuku Lahal fatihah..

    BalasHapus
  5. Ya Allah... Ada yg menetes tapi bukan hujan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. apakah itu.........bukan karena asap "rewang" kan

      Hapus
  6. terkadang ingin tertawa dan terkadang ingin menangis....trimakasih ibu semoga Alloh selalu membuka pintu rahmat untuk ibu kita semua dan untuk kita sebagai ibu dr anak2 kita. Aamiin.

    BalasHapus
  7. terkadang ingin tertawa dan terkadang ingin menangis....trimakasih ibu semoga Alloh selalu membuka pintu rahmat untuk ibu kita semua dan untuk kita sebagai ibu dr anak2 kita. Aamiin.

    BalasHapus