Rabu, 23 Desember 2020

Anugerah Penghujung Bulan


Oleh: Munawar
PAI Kemenag Way Kanan

Tepat pada tanggal 22 Desember 2020 ini season ke enam kembali dilaksanakan. Tanggal yang sama dengan peringatan hari Ibu. Sungguh kegiatan yang cukup "berwarna" sangat nampak dalam season ini, meskipun para ponggawa Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) ada yag sedang berhalangan tetap. Aku cukup beruntung bisa mengabadikan dalam tulisan ini.

Hari ini, sungguh diluar dugaan. Bagaimana tidak, sebuah kehormatan besar di penghujung tahun, Pak Kepala Kemenag hadir dalam kegiatan Subuh berjamaah rutin bulanan ini. Dalam kacamata sederhana, kehadiran Pak H. M. Isa menjadi "amunisi" tersendiri bagi para Penyuluh Agama Islam (PAI), untuk selalu semangat dalam bertugas. Aku yakin dan percaya bahwa suasana hari ini pun menjadi sangat membahagiakan.

Pak Isa, demikian nama sapaan akrabnya, nampak gembira. Ditengah kesibukan yang banyak, masih meluangkan waktu untuk memberikan motivasi kepada para PAI. Hebatnya adalah pada pagi hari, bukan saat jam kantor. Bagiku ini adalah sesuatu yang luar biasa. Tentu, kami sangat berterimakasih atas support yang diberikan kepada kami. Dengan kehadiran itu, tentunya rasa bangga menjadi PAI semakin menancap dan mengakar kuat dalam sanubari para PAI.

Gunung Labuhan menjadi kecamatan yang dikunjungi diakhir tahun 2020 ini. Pemilihan kecamatan ini juga didasarkan pada beragam sudut pandang. Bisa jadi salah satunya adalah untuk kembali mengobarkan semangat juang kawan-kawan PAI di kecamatan yang berbatasan dengan kabupaten Lampung Utara ini. Dalam istilah 'tukang ngopi" menikmati akhir tahun dengan menyeruput si hitam di area perbatasan. Mungkin terlihat cukup keren, namun tidak sampai absurd. Hehehe

Tentu, kegiatan hari ini bukan hanya ingin ketemu dengan, Zulaikah, Siti Juleha, Siti Rohmah, Uswatun Hasanah saja. Namun bermaksud untuk memastikan bahwa mereka dalam keadaan baik-baik saja. Bagiku, ketika mereka dalam keadaan baik, rasa syukur mengalir dalam raga terdalamku. Ternyata, nama nomor ketiga, belum bisa hadir, karena saatnya akan menjadi Ibu. Aku berdoa mudah-mudahan proses persalinan dapat berjalan dengan baik.

Demikian pula, kegiatan ini juga untuk memastikan bahwa roda kepemimpinan Khaerul Huda ABM dapat berjalan maksimal, sehingga Sigit Wibowo, Oksi Juan Firnando, dan Sariyanto dapat membantu kerja kelompok, sehingga tugas dapat terlaksana dengan baik. Minimal laporan tri wulan terakhir tidak terlambat untuk diserahkan di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Way Kanan.Hehehe

Sungguh, hari ini cukup membahagiakan. Bertemu dan berkomunikasi dengan individu-individu yang menarik. Sebuah moment yang sangat jarang terjadi, jika ditinjau dari kegiatan PAI Way Kanan. Hal inilah yang tidak aku sia-siakan untuk sekaligus belajar menggunakan tekhnogi, meskipun masih suka “mati kutu” dihadapan photoshop. Maklumlah, dunia filsafat selalu menggodaku, dulu saat masih di bumi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Jujur, aku harus memulai tulisan ini dengan sedikit penyesuaian keadaan. Bagaimana tidak, skenario awal telah tersusun dengan baik dan cukup matang, namun detik-detik keberangkatan mengalami perubahan. Akhirnya, planning dengan kode “Misi Bocor Alus” tidak dapat berjalan dengan maksimal. Keputusan mendesak untuk segera menggunakan misi “shopie” menjadi langkah terbaik.Hmm...

Pun demikian, tulisan ini agak sedikit berbeda dari tradisi sebelumnya. Entah asyik atau hambar, tak begitu masalah. Dalam istilah lain keluar dari tradisi sebelumnya yang menekankan pada kearifan lokal, berganti dengan out of the box. Bukan tanpa alasan mengapa ini disampaikan secara terbuka. Dengan demikian, dinamisasi dalam tulisan di blog penyuluh akan nampak beragam corak dan gaya pendekatanya.

Aku cukup senang saat melihat para petugas berasal dari kawan-kawan PAI. Memang seyogyanya adalah begitu. Dengan peran aktif tersebut, dapat membuktikan bahwa PAI Kecamatan Gunung Labuhan tidak bisa dianggap “sebelah mata” dalam percaturan dunia kepenyuluhan Way Kanan. Ini pun terbukti, saat lantunan ayat suci berkumandang. Terselip rasa bangga yang tak terkira dengan pembagian peran yang telah dilakukan. Hmm....ternyata bisa kan?

Pemaksimalan peran ini pun sesungguhnya telah terjadi. Menurut informasi dari Pak Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gunung Labuhan, bahwa jumlah kampung ada dua puluh satu. Sementara, jumlah PAI yang ada hanya ada delapan orang. Sungguh, dengan melihat “peta” ini saja aku bisa memastikan bahwa, satu orang penyuluh mempunyai wilayah binaan tidak hanya satu kampung saja. Cukup luar biasa dengan faktor geografis yang ada.

Tentu, Pak Drs. H. Darlin mempunyai strategi khusus untuk mensiasati keadaan yang ada. Hal ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa tugas dari Kepala KUA dapat berjalan dengan baik. Nah strategi inilah yang menarik perhatianku, untuk kemudian diabadikan dalam tulisan ini.

Pak Darlin, -begitulah sapaan akrabnya- menyampaikan bahwa keberadaan PAI di KUA Gunung Labuhan tidak dibedakan. Para PAI ini adalah keluarga besar Kemenag. Keberadaanya justru sangat membantu tugas yang ada di KUA. Disinilah salah satu “resep” untuk membuat PAI dapat berperan maksimal. Pengakuan ini cukup melegakanku sebagai bagian dari keluarga besar PAI dan sekaligus Keluarga besar Kemenag Way Kanan.

Strategi lainya adalah tersedianya waktu untuk bersama-sama belajar, menyampaikan permasalahan, mencari solusi dan sekaligus sebagai wahana untuk bertukar fikiran. Hari Selasa, merupakan hari yang disepakati untuk berkumpul bagi kawan-kawan PAI Gunung Labuhan. Tentu dengan fleksibelitas yang ada. Dengan melihat situasi dan kondisi.

Ah, aku rasa kegiatan itu cukup asyik nan menggembirakan. Sebuah kegiatan yang cukup positif untuk dipertahankan. Apapun yang menjadi pembahasan atau topik utamanya, akan terasa menyenangkan. Meskipun Pak Darlin –tadi- tidak menyampaikan bahwa dalam kegiatan tersebut ada sajian “si hitam” atau lainya, namun keratifitas kawan-kawan PAI pasti muncul. Saat itulah merupakan salah satu puncak dari sesi pertemuan rutin tersebut. Ini hanya perkiraanku saja ya. Hehehe.

Aku cukup terhentak kaget saat Pak Darlin bercerita ketika ke Baitullah. Sebuah peristiwa yang terjadi diluar dugaan. Sebuah peristiwa terjadi dihadapanya. Beliau melihat jamaah Haji melaksanakan tayyamum dengan cara sebagaimana melaksanakan wudlu. Tentu beliau heran dan bertanya tentang proses manasik yang dilaksanakan saat di tanah air.

“ Jangan menyalahkan jamaah tersebut ketika melakukan tayyamum sebagaimana cara berwudlu, tapi salahkan diri kita”. Kalimat ini yang menyentakkan ku. Cukup lama Aku menguraikan kisah nyata yang dialami oleh Pak Darlin. Ternyata, kata “kita” adalah sebuah kunci dari pemaknaan yang aku tangkap. Logikaku-pun menyetujui jika kalimat tersebut merupakan ungkapan tanggungjawab kita bersama, bukan pada sebuah obyek yang terlihat. Hmm...cukup logis bagiku.

Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan menurut Pak Darlin adalah, “I’mal lidunyaaka ka-annaka ta’isyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.” Bagiku, tidak menyertakan terjemahan tidaklah mengapa, meskipun “salah” dalam sebuah kaidah tulisan. Aku cukup percaya, bahwa Ketua FKPAI Kabupaten Way Kanan akan dengan sangat lihai menterjemahkanya. Bolehlah, sesekali ada yang mengkritik atau berkomentar di kolom komentar setelah usai membaca tulisan ini tentunya.Hehehe.

Demikian juga tentang sebuah nilai kebaikan dalam berbagi. Kebaikan itu sungguh akan sangat membantu, terlebih lagi bagi masyarakat yang membutuhkan. Keyakinan akan kebaikan yang diwujudkan dalam bantuan pada hakekatnya adalah pemaknaan terhadap nilai kemanusiaan itu sendiri. Insya Allah, kerelaan hati kawan-kawan PAI akan senantiasa mengabadi dalam lintasan perjalan sejarah. Terimakasih Bu Linda, kehadiran Ibu adalah anugerah tersendiri bagi kami.

Jika dilihat dengan “nalar” kebersamaan, kegiatan ini cukup efektif nan bersahaja. Dengan berseragam kebanggan PAI Nasional cukup mampu memberikan ghirah tersendiri. Kebanggaan inilah yang juga harus selalu ada. Kebanggan kepada sebuah “identitas” merupakan wujud sebuah komitmen. Dengan demikian jati diri akan nampak dengan “identitas” tersebut. Bagiku, cukup jeli juga ketua FKPAI ini melihat keadaan. Beruntung hari ini aku juga menggunakan Idcard resmi. Ah, ternyata Ust. Din Hadi begitu pengertian sekali. Bravo for you!.

Waktu yang tersedia masih cukup untuk mendengarkan Ketua Kelompok Kerja Penyuluh Agama (Pokjaluh) Way Kanan dan sekaligus Ketua Pokjaluh Provinsi Lampung yang barusan terpilih. Inilah saat dimana pemaknaan kalimat perlu aku siapkan dengan baik. Bagiku, ini adalah sebuah komitmen untuk selalu mendukung Ketua dalam setiap kegiatan. Tentu dengan pilihan gaya bahasa yang sudah terbiasa aku tulis.

Sebagai rekan seperjuangan dalam dunia kepenyuluhan, aku sependapat dengan Pak M. Ali terkait keterbukaan mindset para PAI. Keterbukaan tersebut akan menjadikan PAI mempunyai wawasan dan cakrawala berfikir yang luas. Prasyarat mutlak dari hal tersebut adalah keinginan untuk terus belajar dan menuntut ilmu. Dengan demikian wawasan pengetahuan PAI akan bertambah dan bobot keilmuan akan meningkat.

Pak Ketua, -mungkin- terinspirasi dengan Quran Surat Al-Isra Ayat 85, sehingga menukil surat tersebut untuk meyakinkan bahwa Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia itu hanya sedikit. Artinya, pengetahuan yang ada saat ini pada kita belumlah seberapa. Lihatlah wa mā ụtītum minal-'ilmi illā qalīlā (...dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit").

Pengertianya sesungguhnya dalam konteks khusus PAI adalah bahwa ilmu itu hukumnya wajib untuk terus dipelajari. Ilmu merupakan “aset” terpenting dan sekaligus “bekal” para PAI untuk melaksanakan tugas sebagai seorang penyuluh. Dengan demikian, penyuluh yang profesional akan menjadi sesuatu yang meniscayakan. Konsep keniscayaan ini yang akan mampu menjadikan PAI semangat untuk memperdalam ilmu pengetahuan.

Gunung Labuhan memberikan rekaman sejarah tersendiri. Menjadi baik adalah sebuah keniscayaan-pula- dalam melaksanakan sebuah amanah. Harapan itu juga tertuang dalam sebuah doa di penghujung acara. Sebuah pengharapan tentang kebajikan, keselamatan, kesejahteraan, jauh dari bala dan marabahaya. Cukup lengkap doa yang terpanjatkan.

Sedikit catatan terakhir, aku-pun menambahi sebuah harapan ,- jika dianggap bukan doa,- tahun depan para Muli Mekhanai yang hadir saat ini mampu melepaskan status tersebut. Aku tunggu kabar gembira tersebut di tahun 2021.

Hidup Jayalah Penyuluh Kita

Gunung Labuhan, 22 Desember 2020

 

9 komentar: