Jumat, 30 Oktober 2020

Cinta Sepenuh Hati

 

Oleh : Munawar
 PAIF Kemenag Way Kanan

 

Bukan sebuah kebetulan, jika aku kembali ke Rebang Tangkas. Sebuah kecamatan yang bernuansa lain. Khususnya bagiku. Entah apa yang menjadikan ada nuansa tersendiri manakala menjejakkan kaki ku kembali.  Ada getaran terselebung tatkala secara langsung menghirup udara yang masih bersih. Namun, sejujurnya akupun tidak mengetahui mengapa perasaan ini begitu berbeda.

Akan tetapi, saat berada di KUA Rebang Tangkas, tiba-tiba imajinasiku “tertidur”. Aku juga bingung akan keadaan ini. Aku kemudian berfikir, apa karena godaan Getuk Lindri yang tersaji, atau air panas warna hitam yang berbeda. Keduanya mungkin turut andil mempengaruhi imajinasiku. Bisa juga karena aku sangat terkejut, bahwa Kang Bambang bisa “ngaji”. Bahkan, mungkin juga senyuman Lisda yang manis dan menggoda. Semuanya masih serba mungkin.

Kehadiranku adalah menghadiri kegiatan penyuluh berbagi. Sekaligus mendampingi ketua Pokjaluh Way Kanan. Pak M. Ali. Sosok “multi talenta” ini cukup sukses dalam dunia penyuluh. Beragam aktifitas dan “gebrakan” kegiatan penyuluh agama, terbilang berhasil. Aku bahagia, pokjaluh Way Kanan di pimpin oleh sahabatku ini.

Aku memandang sekitar ruangan yang cukup megah. Ruangan KUA yang cukup representatif.  Kamar mandi juga tersedia dengan air yang berlimpah. Cukup nyaman suasana yang ada. Terlebih lagi Ibu Mudrikah nampak bahagia, meskipun aku belum sempat berkunjung di kediamanya. Sungguh, sebuah suasana yang mampu “membangunkan” imajinasiku, meskipun kawe ala Mang Eka belum nampak.

Naluri penyuluh kemudian menuntunku untuk berselancar ria. Mengarungi makna yang disampaikan oleh ketua Pokjaluh Way Kanan. Sungguh, Pak M. Ali hari ini mampu memberikan inspirasi terbaik. Bagaimana tidak, judul tulisan ini-pun adalah uraian yang aku tangkap melalui sebuah ungkapan. Ya, ternyata batas hati manusia mampu di tembus dengan keikhlasan. Bagiku, begitu dahsyat.

Ada nuansa yang cukup menggembirakan. Aku menemukan sebuah makna “tanpa hitungan”. Sebuah kata yang telah terbukti dan patut untuk dilaksanakan dalam meniti kehidupan. Sesungguhnya, makna itupun serangkai dengan gaji dan rezeki. Dua makna yang berbeda. Meskipun demikian, ternyata rezeki selalu ada. Bukankah begitu pak Muabbidin dan Pak Hariyanto?

Konsep rezeki harus dimaknai sebagai sesuatu yang luas. Begitulah makna silaturrahmi season empat ini dilakukan. Sebab rezeki tidak sebatas buah naga, jagung rebus atau mantang rebus. Rezeki juga bisa bermakna kesempatan bertemua penyuluh kecamatan lain dalam satu kegiatan. Bisa juga bermakna membagi informasi. Begitu luas memang. Tidak sesederhana kalkulatornya Fery dalam menghitung berapa harga satu ekor ayam.

Ada yang harus di rubah dalam konsepsi kita terkait rezeki. Dengan sangat meyakinkan, pak ketua melanjutkan “wejangan”nya. Bahwa rezeki itu tidak boleh minta di tambah. Inilah konsep ajaran Islam sesungguhnya yang terwujud dalam doa, waa barokatan fii rizki. Keberkahan dalam rezeki. Aku berharap sebungkus surya juga bisa memiliki keberkahan sendiri.He.he.

Justru yang harus diminta bertambah adalah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu itu manusia bisa menemukan kebahagiaan. Sebab, tidaklah mungkin Mas Dana dan Kang Imam mampu memilih jalan dalam genangan lumpur, jika tidak memiliki ilmu. Demikian juga Ust. Din Hadi, mustahil bisa membaca dan memaknai wadhuhe, jika tidak menguasai ilmu qiratus sab’ah. Begitu berharganya ilmu, sehingga Om Edi bisa “menjaga” ritme kendaraan dan tak mampu membuat Bunda Ayni dan Nona Ciwul tertidur.

Begitulah pemahaman sederhana tentang ilmu. Maka tidaklah mengherankan jika doa wa jiadatan fil ’ilmi harus sebanding lurus dengan keinginan untuk memperbaiki diri. Tentu, ilmu dimaksud bukan ilmu Benteng Topan Melanda Samudera nya Wiro Sableng. Namun ilmu pengetahuan yang menurut pak Kepala KUA Rebang Tangkas adalah pengetahuan yang mempunyai azas manfaat.

Aku masih penasaran dengan air panas warna hitam. Begitu penasaranya, sampai melupakan jika ada sesi foto bersama. Terlebih lagi, sajian getuk lindri belum menghilang. Tak ayal lagi, aku abaikan panggilan Mas Choirul untuk foto bersama. Aku memilih menikmati hidangan itu sambil mencari cara mebawa getuk lindri yang terbungkus. Ternyata, cara tercepat adalah memasukkan ke saku untuk “bekal” ke Curup Pinang Indah. He.he.

Air terjun Curup Pinang Indah ini mengingatkanku pada adegan sebuah film. Namun yang banyak membedakan adalah bunga anggrek yang sengaja di letakkan. Aku yakin bahwa dalam hitunganku, ada sebelas bungga anggrek yang letaknya cukup berjauhan. Bisa jadi, bunga itu sengaja diletakkan untuk mempercantik nuansa air terjun yang terus mengalir. Aku sangat yakin, bukan si Tifah yang meletakkan bunga anggrek itu.

Ini juga menjadi poin penting dalam tulisan ini. Dua kombinasi yang utuh bisa disatukan menjadi ulasan yang menarik. satu sisi adalah kenyataan menjadi Penyuluh Agama Islam, sementara disisi lain memaknai “oase” dalam mencari pengetahuan. Jika disederhanakan bisa dimaknai mencintai sepenuh hati.

Lihatlah wujud cinta dibawah sana. Begitu gembiranya pak Eko bermain asyik bersama kedua bujangnya. Tanpa cinta, tak mungkin akan dilakukan. Tanpa cinta, dipastikan tidak akan mau berbasah-basah ria. Dan tanpa cinta kepada pak Eko, Neng Lidya tak mungkin mau pergi ke Liwa selama long weekend ini.

Demikian juga dunia penyuluh agama. Dunia penyuluh wajib kita cintai dengan sepenuh hati. Dunia yang mempertemukan satu individu dengan lainya. Terhimpun dalam satu naungan keluarga besar Kementerian Agama. Maka, sudah seyogyanya semua penyuluh mencintai “label” Penyuluh agama, sekaligus mencintai Kementerian Agama.

Wujud cinta dapat beraneka ragam. Bisa bermakna menjalankan tugas dan fungsi secara profesional, membuat laporan kegiatan atau dalam wujud yang lebih luas. Menyukseskan visi dan misi kementerian Agama. Ini menjadi bagian yang penting. Dan ini juga harus dilaksanakan oleh keluarga besar kementerian Agama.


Hmm...kalau sudah begini, jadi ingat momen makan bersama. Analogi ini sangat sederhana untuk saling meguatkan. Lihatlah, ada nasi, tiwul, sambal, lalapan, rendang jengkol, daging ayam, ikan dan sambal telur. Juga ada dua alas, tikar dan daun pisang. Semuanya akan terasa nikmat jika bersatu menjadi satu kesatuan utuh.

Bisa di bayangkan, jika aku hanya makan daging ayam bakar saja. Maka bentuk kenikmatan terindah tidak akan terasa. Demikian juga, jika hanya makan sambal saja, pasti tidak akan enak. Apalagi semua rendang jengkol dimakan. Mungkin “jengkolan” lah yang akan datang. Nah, jika semua disatukan, menjadi satu kesatuan, rasa nikmat segera hadir. Begitu nikmatnya, sampai tidak menyadari sajian yang begitu banyak hampir habis. He.he.

Begitulah analogi sederhana. Biarpun kawe asli belum juga ada, namun tetap asyik. Biarlah tisu cukup berperan sebagai pembersih. Sementara air mineral mempunyai tugas menghilangkan dahaga. Sekali lagi, ini hanya analogi sederhana yang tidak perlu diperdebatkan. Yang pasti, ditengah perbedaan yang ada, bendera merah putih tetap berdiri tegak di Curup Pinang Indah.

Pun demikian dengan penyuluh. Semua tugas itu penting. Tidak ada tugas yang tidak penting. Semuanya penting. Tugas dalam keluarga sakinah penting. Tugas yang berkaitan zakat juga penting. Demikian juga tugas tentang haji, radikalisme dan baca tulis al qur’an. Semuanya penting. Namun dari itu semua, yang terpenting adalah bersatu dan saling mendukung dalam tugas.

Hmm...berlama-lama di curup ini bisa berbahaya. Aku takut tergoda “bertapa” di air terjun sebelah ujung. Aku takut semua ingatanku tentang air terjun dalam dunia silat muncul. Aku takut godaan air terjun bersemayam dihati. Namun, yang aku takutkan adalah turunya hujan deras. Bisa benar-benar berenang dalam kubangan lumpur di jalan sana. Maka, langkah terbaik adalah segera pulang.

Satu hal yang pasti. Jangan kau goda aku dengan Getuk Lindri. Ini cukup berbahaya. Biarkan getuk itu sampai ke Bumi Agung, Liwa, Banjit, Negeri Agung dan rumahku. Biarkan semuanya itu mengalir bersama air terjun. Dan biarkan buah naga yang tertinggal menjadi kenangan. Semuanya berlalu menuju sebuah keabadian sejati. Termasuk senyumanmu yang menggoda.

 

Rebang Tangkas, 27 Oktober 2020

 

 

 


18 komentar:

  1. rendang jengkol, ayam bakar, telor, lele. Sambal dan Tiwul (pakai T bukan pakai C) yg tidak terlupakan 😁😁😁😁😁

    BalasHapus
  2. Barokalloh .jayalah penyuluh kita

    BalasHapus
  3. Semangat kk penyuluh semua . . 😍

    BalasHapus
  4. Ketika sendiri terasa tiada berarti tetapi bersamamu semua jadi indah se indah Curup pinang Indah

    BalasHapus
  5. Kenangan membali mengusik. curup yang indah saat kunikmati saat MTQ kab. Way Kanan di Rebang Tangkas...
    Sungguh Menjadi Penyuluh adalah Anugrah yang penuh kebaikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. kenangan akan bermakna indah, jika mampu membuat kita bahagia

      Hapus
  6. Makin keren aja tulisannya ahli filsafat 👍👍

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah......kuikuti alur tulisanmu hingga kini,bangga jadi penyuluh

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah......kuikuti alur tulisanmu hingga kini,bangga jadi penyuluh

    BalasHapus
  9. Barakah penyuluh agama Islam,amin...

    BalasHapus