PAI Kemenag Way Kanan
Tepat pada tanggal 22
Desember 2020 ini season ke enam kembali dilaksanakan. Tanggal yang sama dengan
peringatan hari Ibu. Sungguh kegiatan yang cukup "berwarna" sangat
nampak dalam season ini, meskipun para ponggawa Forum Komunikasi Penyuluh Agama
Islam (FKPAI) ada yag sedang berhalangan tetap. Aku cukup beruntung bisa
mengabadikan dalam tulisan ini.
Hari ini, sungguh diluar
dugaan. Bagaimana tidak, sebuah kehormatan besar di penghujung tahun, Pak
Kepala Kemenag hadir dalam kegiatan Subuh berjamaah rutin bulanan ini. Dalam
kacamata sederhana, kehadiran Pak H. M. Isa menjadi "amunisi"
tersendiri bagi para Penyuluh Agama Islam (PAI), untuk selalu semangat dalam
bertugas. Aku yakin dan percaya bahwa suasana hari ini pun menjadi sangat
membahagiakan.
Gunung Labuhan menjadi
kecamatan yang dikunjungi diakhir tahun 2020 ini. Pemilihan kecamatan ini juga
didasarkan pada beragam sudut pandang. Bisa jadi salah satunya adalah untuk
kembali mengobarkan semangat juang kawan-kawan PAI di kecamatan yang berbatasan
dengan kabupaten Lampung Utara ini. Dalam istilah 'tukang ngopi" menikmati
akhir tahun dengan menyeruput si hitam di area perbatasan. Mungkin terlihat
cukup keren, namun tidak sampai absurd. Hehehe
Tentu, kegiatan hari ini
bukan hanya ingin ketemu dengan, Zulaikah, Siti Juleha, Siti Rohmah, Uswatun
Hasanah saja. Namun bermaksud untuk memastikan bahwa mereka dalam keadaan
baik-baik saja. Bagiku, ketika mereka dalam keadaan baik, rasa syukur mengalir
dalam raga terdalamku. Ternyata, nama nomor ketiga, belum bisa hadir, karena
saatnya akan menjadi Ibu. Aku berdoa mudah-mudahan proses persalinan dapat
berjalan dengan baik.
Demikian pula, kegiatan ini
juga untuk memastikan bahwa roda kepemimpinan Khaerul Huda ABM dapat berjalan
maksimal, sehingga Sigit Wibowo, Oksi Juan Firnando, dan Sariyanto dapat
membantu kerja kelompok, sehingga tugas dapat terlaksana dengan baik. Minimal laporan
tri wulan terakhir tidak terlambat untuk diserahkan di Kantor Kementerian Agama
(Kemenag) Kabupaten Way Kanan.Hehehe
Sungguh, hari ini cukup
membahagiakan. Bertemu dan berkomunikasi dengan individu-individu yang menarik.
Sebuah moment yang sangat jarang terjadi, jika ditinjau dari kegiatan PAI Way
Kanan. Hal inilah yang tidak aku sia-siakan untuk sekaligus belajar menggunakan
tekhnogi, meskipun masih suka “mati kutu” dihadapan photoshop. Maklumlah, dunia
filsafat selalu menggodaku, dulu saat masih di bumi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Jujur, aku harus memulai
tulisan ini dengan sedikit penyesuaian keadaan. Bagaimana tidak, skenario awal
telah tersusun dengan baik dan cukup matang, namun detik-detik keberangkatan
mengalami perubahan. Akhirnya, planning
dengan kode “Misi Bocor Alus” tidak dapat berjalan dengan maksimal. Keputusan mendesak
untuk segera menggunakan misi “shopie” menjadi langkah terbaik.Hmm...
Pun demikian, tulisan ini
agak sedikit berbeda dari tradisi sebelumnya. Entah asyik atau hambar, tak
begitu masalah. Dalam istilah lain keluar dari tradisi sebelumnya yang
menekankan pada kearifan lokal, berganti dengan out of the box. Bukan tanpa alasan mengapa ini disampaikan secara
terbuka. Dengan demikian, dinamisasi dalam tulisan di blog penyuluh akan nampak
beragam corak dan gaya pendekatanya.
Aku cukup senang saat
melihat para petugas berasal dari kawan-kawan PAI. Memang seyogyanya adalah
begitu. Dengan peran aktif tersebut, dapat membuktikan bahwa PAI Kecamatan Gunung
Labuhan tidak bisa dianggap “sebelah mata” dalam percaturan dunia kepenyuluhan
Way Kanan. Ini pun terbukti, saat lantunan ayat suci berkumandang. Terselip rasa
bangga yang tak terkira dengan pembagian peran yang telah dilakukan.
Hmm....ternyata bisa kan?
Pemaksimalan peran ini pun
sesungguhnya telah terjadi. Menurut informasi dari Pak Kepala Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Gunung Labuhan, bahwa jumlah kampung ada dua puluh satu. Sementara,
jumlah PAI yang ada hanya ada delapan orang. Sungguh, dengan melihat “peta” ini
saja aku bisa memastikan bahwa, satu orang penyuluh mempunyai wilayah binaan
tidak hanya satu kampung saja. Cukup luar biasa dengan faktor geografis yang
ada.
Tentu, Pak Drs. H. Darlin
mempunyai strategi khusus untuk mensiasati keadaan yang ada. Hal ini sangat
diperlukan untuk memastikan bahwa tugas dari Kepala KUA dapat berjalan dengan
baik. Nah strategi inilah yang menarik perhatianku, untuk kemudian diabadikan
dalam tulisan ini.
Pak Darlin, -begitulah sapaan
akrabnya- menyampaikan bahwa keberadaan PAI di KUA Gunung Labuhan tidak
dibedakan. Para PAI ini adalah keluarga besar Kemenag. Keberadaanya justru
sangat membantu tugas yang ada di KUA. Disinilah salah satu “resep” untuk
membuat PAI dapat berperan maksimal. Pengakuan ini cukup melegakanku sebagai
bagian dari keluarga besar PAI dan sekaligus Keluarga besar Kemenag Way Kanan.
Strategi lainya adalah
tersedianya waktu untuk bersama-sama belajar, menyampaikan permasalahan,
mencari solusi dan sekaligus sebagai wahana untuk bertukar fikiran. Hari Selasa,
merupakan hari yang disepakati untuk berkumpul bagi kawan-kawan PAI Gunung
Labuhan. Tentu dengan fleksibelitas yang ada. Dengan melihat situasi dan
kondisi.
Ah, aku rasa kegiatan itu cukup
asyik nan menggembirakan. Sebuah kegiatan yang cukup positif untuk
dipertahankan. Apapun yang menjadi pembahasan atau topik utamanya, akan terasa
menyenangkan. Meskipun Pak Darlin –tadi- tidak menyampaikan bahwa dalam
kegiatan tersebut ada sajian “si hitam” atau lainya, namun keratifitas
kawan-kawan PAI pasti muncul. Saat itulah merupakan salah satu puncak dari sesi
pertemuan rutin tersebut. Ini hanya perkiraanku saja ya. Hehehe.
Aku cukup terhentak kaget
saat Pak Darlin bercerita ketika ke Baitullah.
Sebuah peristiwa yang terjadi diluar dugaan. Sebuah peristiwa terjadi
dihadapanya. Beliau melihat jamaah Haji melaksanakan tayyamum dengan cara sebagaimana melaksanakan wudlu. Tentu beliau
heran dan bertanya tentang proses manasik yang dilaksanakan saat di tanah air.
“ Jangan menyalahkan jamaah
tersebut ketika melakukan tayyamum
sebagaimana cara berwudlu, tapi salahkan diri kita”. Kalimat ini yang menyentakkan
ku. Cukup lama Aku menguraikan kisah nyata yang dialami oleh Pak Darlin. Ternyata,
kata “kita” adalah sebuah kunci dari pemaknaan yang aku tangkap. Logikaku-pun
menyetujui jika kalimat tersebut merupakan ungkapan tanggungjawab kita bersama,
bukan pada sebuah obyek yang terlihat. Hmm...cukup logis bagiku.
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan menurut Pak Darlin adalah, “I’mal lidunyaaka ka-annaka ta’isyu abadan, wa’mal li-aakhiratika ka-annaka tamuutu ghadan.” Bagiku, tidak menyertakan terjemahan tidaklah mengapa, meskipun “salah” dalam sebuah kaidah tulisan. Aku cukup percaya, bahwa Ketua FKPAI Kabupaten Way Kanan akan dengan sangat lihai menterjemahkanya. Bolehlah, sesekali ada yang mengkritik atau berkomentar di kolom komentar setelah usai membaca tulisan ini tentunya.Hehehe.
Demikian juga tentang sebuah nilai kebaikan dalam berbagi. Kebaikan itu sungguh akan sangat membantu, terlebih lagi bagi masyarakat yang membutuhkan. Keyakinan akan kebaikan yang diwujudkan dalam bantuan pada hakekatnya adalah pemaknaan terhadap nilai kemanusiaan itu sendiri. Insya Allah, kerelaan hati kawan-kawan PAI akan senantiasa mengabadi dalam lintasan perjalan sejarah. Terimakasih Bu Linda, kehadiran Ibu adalah anugerah tersendiri bagi kami.Jika dilihat dengan “nalar”
kebersamaan, kegiatan ini cukup efektif nan bersahaja. Dengan berseragam
kebanggan PAI Nasional cukup mampu memberikan ghirah tersendiri. Kebanggaan inilah yang juga harus selalu ada. Kebanggan
kepada sebuah “identitas” merupakan wujud sebuah komitmen. Dengan demikian jati
diri akan nampak dengan “identitas” tersebut. Bagiku, cukup jeli juga ketua
FKPAI ini melihat keadaan. Beruntung hari ini aku juga menggunakan Idcard resmi. Ah, ternyata Ust. Din Hadi
begitu pengertian sekali. Bravo for you!.
Waktu yang tersedia masih
cukup untuk mendengarkan Ketua Kelompok Kerja Penyuluh Agama (Pokjaluh) Way
Kanan dan sekaligus Ketua Pokjaluh Provinsi Lampung yang barusan terpilih. Inilah
saat dimana pemaknaan kalimat perlu aku siapkan dengan baik. Bagiku, ini adalah
sebuah komitmen untuk selalu mendukung Ketua dalam setiap kegiatan. Tentu dengan
pilihan gaya bahasa yang sudah terbiasa aku tulis.
Sebagai rekan seperjuangan
dalam dunia kepenyuluhan, aku sependapat dengan Pak M. Ali terkait keterbukaan mindset para PAI. Keterbukaan tersebut
akan menjadikan PAI mempunyai wawasan dan cakrawala berfikir yang luas. Prasyarat
mutlak dari hal tersebut adalah keinginan untuk terus belajar dan menuntut ilmu.
Dengan demikian wawasan pengetahuan PAI akan bertambah dan bobot keilmuan akan
meningkat.
Pak Ketua, -mungkin-
terinspirasi dengan Quran Surat
Al-Isra Ayat 85, sehingga menukil surat tersebut untuk meyakinkan bahwa
Allah SWT memberikan ilmu kepada manusia itu hanya sedikit. Artinya,
pengetahuan yang ada saat ini pada kita belumlah seberapa. Lihatlah wa mā ụtītum minal-'ilmi illā qalīlā (...dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan melainkan sedikit").
Pengertianya sesungguhnya
dalam konteks khusus PAI adalah bahwa ilmu itu hukumnya wajib untuk terus
dipelajari. Ilmu merupakan “aset” terpenting dan sekaligus “bekal” para PAI
untuk melaksanakan tugas sebagai seorang penyuluh. Dengan demikian, penyuluh
yang profesional akan menjadi sesuatu yang meniscayakan. Konsep keniscayaan ini
yang akan mampu menjadikan PAI semangat untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
Sedikit catatan
terakhir, aku-pun menambahi sebuah harapan ,- jika dianggap bukan doa,- tahun
depan para Muli Mekhanai yang hadir
saat ini mampu melepaskan status tersebut. Aku tunggu kabar gembira tersebut di
tahun 2021.
Hidup Jayalah
Penyuluh Kita
Gunung
Labuhan, 22 Desember 2020