Selasa, 15 September 2020

Mesin Pembunuh





Oleh : Munawar

Oh ya, hari ini hari Senin ya. Hampir aku melupakan kegiatan di Way Tahmi. Terasa sedikit lelah. Dari hari Jum’at sampai Ahad, roda perputar terasa cepat. Setelah khitanan gratis untuk masyarakat, bermalam di Rebang Tangkas dan meluncur ke SMPMU Ahmad Dahlan Metro. Begitulah alur kehidupan. Aku yakin masing-masing mempunyai kehidupan sendiri. Sama halnya hari ini, hanya dua puluh orang Penyuluh Agama Islam (PAI) Kemenag Way Kanan yang hadir. Mengikuti kegiatan workshop oleh BNN Way Kanan.

“Pak, dimana lokasinya ya. Saya belum pernah kesana”. Tiga buah pesan sekaligus masuk.
“Disamping Jembatan Way Tahmi, Jalur dua”. Aku membalas sambil tersenyum.
Hmm, rupanya Rumah makan itu belum cukup familiar bagi kawan-kawan PAI. Atau hari ini adalah untuk pertama kalinya. Mekipun sudah sering melaluinya. “Pecah rekor”, aku membatin sambil tersenyum. “Jangan Sampai nyasar”, jawabku dalam pesan singkat.

Kegiatan workshop lingkungan masyarakat cukup menarik. Lihatlah, awalnya Oktarius memilih tempat terdepan bersama Pak Aliyudin dan Sigit Wibowo. Nama terkhir ini cukup menarik. Minimal dari segi penampilanya. Dengan langkah mantap menuju kursi terdepan. Mereka sangat ingin menikmati acara ini. Meskipun Oktarius tak mampu bertahan, setelah kedua “penggede” PAI hadir.

“Pak maaf, ban motor saya bocor”. “Saya sampai Bumi Baru Pak, dimana lokasinya?”. Pesan berantai masuk. Wah, ada yang nyasar, pikirku. “Balik arah, jembatan Way Tahmi, jalur dua”. Aku membalas, sesaat sebelum lagu Indonesia Raya dan Mars BNN di nyanyikan.

Aku menyimak dengan cukup serius, saat Ketua BNNK Way Kanan menyampaikan arahan. Cukup tegas dan berwibawa. Namanya Bapak AKBP Taufik BM Tohir. Demikian juga, peserta lainya. Fokus mendengarkan. Meskipun ada yang bertanya lirih,” AKBP itu apa?. Hmm...tugas Ust. Ibrohim lah yang menjelaskanya nanti. He.he

Dr. Firdaus cukup keren. Pemateri dari BNN menerangkan dengan cukup jelas. Membuka tabir data yang tersebar di Indonesia. Maka, sangat wajar sang dokter ini menyebutnya jika narkoba sebagai "mesin pembunuh". Menggerikan  ya. Maka, jangan coba-coba menggunakan narkoba. Begitu pesan bijak dari muzaki

Suasana cukup cair. Bagaimana tidak, ruangan cukup nyaman. Pendingin disediakan untuk menyamankan udara. Meskipun begitu, masih nampak wajah-wajah "kepanasan". Entah apa yang menyebabkannya. Aku juga tidak tahu. Aku harap bukan karena PIN penggiat anti narkoba yang sudah disematkan. Atau bukan karena sajian siang belum tersaji. Aku harap persepsi ini salah. He. He. He

Aku yakin dan percaya. Workshop ini akan memberikan pencerahan. Lihatlah, meskipun terlambat, pak muhlisin berani bertanya.  "Kami harus berbuat apa?". Sementara, ust. Ibrohim juga tidak mau kalah. " Bisakah kami berperan?". Dalam hati aku bergembira. Benar. Aku gembira bukan karena kawan-kawan akan mendapatkan sertifikat dari BNN. Bukan itu. Melainkan karena PIN BNN itu. Dengan PIN itu, secara tidak langsung “berhak” menyampaikan materi tentang Narkoba. Apakah Ust. Hasan Isro berani ya?.

Kawan-kawan sibuk dengan dunianya. Ada yang bercerita, tertawa bahkan makan. Aktivitas terakhir ini yang banyak dilakukan. Apa karena belum sarapan ya? Bisa jadi begitu. Ini sudah biasa. "Ga sarapan sudah biasa". Kata kawan-kawan. Aku terdiam dan tersenyum. Aku malah tidak terbiasa meninggalkan sarapan. Cukup rajin " Yayang ku" Menyiapkan menu pagi gratis. He. He

Mentari sudah beranjak tinggi. Atmosfir worshop telah memberikan aura positif "untuk" dan "akan". Mungkin rasa kantuk sedikit menghilang, meskipun gangguan tekhnis terjadi. Mati Lampu. Aku yakin, kondisi seperti ini, HP menjadi teman terbaik. Ya.. Era akhir 4.0 memang memberikan " Kuasa" Untuk memaksimalkan penggunaan IT. Namun, seyogyanya bisa memainkan posisi, kapan digunakan dan kapan diabaikan. Minimal silent atau nada getar.

Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Terlihat jelas. Dengan semangat menyala, beragam curhatan mengenai "gejolak sosial" Hadir. Hmm... Cukup mendebarkan. Bahkan  dengan nada bergetar, sebuah candaan terdengar. "Nunggu aku jadi presiden ". Mungkin candaan itu sebagi bentuk ekspresi betapa akutnya efek peredaran Narkoba.

Nampaknya, cacing sudah mulai menggoda. Menggelitik perut untuk segera di isi. Suara renyah merupakan sebuah pertanda. Meskipun sebuah pertanyaan masih ada. "Ciri-ciri pemakai awal bagaimana". Sesaat kemudian disambut tawa dan lantunan adzan di HP.
  
Pemateri “bujang” ini menyampaikan bahwa, ciri sederhana bisa di lihat. “Kalau mata merah sayu, kemudian jalan oleng, sering garuk-garuk, sering menyendiri dan pakai jaket terus”. Nah adakah yang garuk-garuk? Jangan-jangan itu sebuah pertanda. He. he.he. pertanda banyak kuman, celetuk Mas Eko di belakang.

Usai sudah pertemuan hari ini. Pertemuan yang mempertemukan banyak hal. memberikan informasi betapa "kejamnya" Narkoba. oleh karenanya, Narkoba sudah menjadi ancaman kita bersama. 

Dari semua canda tawa yang ada, sebuah kepastian hadir. Kepastian untuk membantu pemerintah. Membantu mensosialisasikan bahaya narkoba kepada masyarakat. Ya, ini adalah tugas mulia seorang penyuluh. namun yang pasti, kita hadir untuk masyarakat. 

Terimakasih. Aku ucapkan kepada semuanya. terimakasih juga kepada yang sudah "ngacir" duluan, yang sudah memecahkan rekor, dan yang sudah langsung berganti baju. Bahkan ada yang langsung "berganti" wujud, menjelma bak intel. Padahal pak mahfud sudah mengatakan, kita adalah penyuluh, bukan intel. He.he

Way Tahmi, 14 September 2020/ vidiodokumentasi Vidio bersama BNN
 

6 komentar:

  1. Mantap bagai aku yang didalam alur ceritašŸ¤­. Terus bersinergi Penyuluh Way Kanan semoga bermanfaat bagi banyak orang . Hidup jayalah Penyuluh kita!!

    BalasHapus
  2. Hehe maaf pak m.ali pak munawar ..kalau tidak kebablasan sampai bbumi baru saya yakin ga terlambat ..tapi ttap semangat kok....maaaf ya kawan kawan semua

    BalasHapus
  3. Alhamdulillaah... semangat terus para Penyuluh Agama Way Kanan

    BalasHapus
  4. Ketika datangnya kepagian mampir masjid ketemu penyuluh dri way tuba

    BalasHapus