Oleh: Munawar
PAI Fungsional Kemenag Way Kanan
Dunia anak, biasanya identik dengan balon dan
permainan. Kadang anak-anak juga tidak “mau
tahu” takala meminta sesuatu. Tidak memandang tempat. Di manapun juga, tempat
pesta, toko, bahkan pada acara penyerahan hadiah pemenang lomba kreatifitas
anak bersama orang tua dimasa pandemi Covid-19 jenjang PAUD dan peringatan Hari
Anak Nasional (HAN) hari ini. Begitulah dunia anak. Bermain dan bergembira
dimanapun. Walaupun balon tersebut tidak ada disini.
Begitupun hari ini. Jum’at, 18 September 2020.
Meskipun di rumah Dinas Bupati Way Kanan, anak-anak masih bermain. Ternyata,
dunia anak memang begitu. Tak henti-hentinya orang tua berusaha memberikan
pengertian dengan beragam cara. Ada yang menyuruh diam, memakaikan masker, bahkan
ada yang menampakkan wajah "galak". Aku hanya tersenyum menyaksikanya.
Sebagai Penyuluh Agama Islam, aku harus
selalu siap. Melaksanakan tugas Penyuluhan, bimbingan, konsultasi dan khutbah. Bahkan,
untuk berdoa atas nama Kantor Kementerian Agama pun harus siap. Begitulah tugas
pengabdian. Kapanpun pimpinan memerintahkan, kata “siap” harus ada. Demikian juga
tugas hari ini, aku siap melaksanakan.
“Siap”.
Jawabku tanpa pikir panjang. Sebuah jawaban saat menerima surat disposisi. Ini jawaban cukup birokratis sekali. He.he. Ya
sebuah jawaban yang harus ada, saat perintah datang, meskipun Jumat sore ini ada
tugasku menjadi “driver” khinatan LAZISMU Way Kanan. Namun Tugas negara, diatas
tugas Muhammadiyah, apalagi tugas keluarga. Begitulah ilmu birokrasi.
Memang, cuaca di Blambangan Umpu cukup panas.
Faktor musim kemarau mungkin menjadi salah satu sebab. Meskipun begitu, acara
yang dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Way Kanan cukup
meriah. Lihatlah, anak-anak dengan keceriaanya, bunda PAUD/RA yang
cantik-cantik dan kawan-kawan dari dinas pendidikan cukup bersemangat, meskipun
jam kerja telah usai.
“Pak, petugas doa ya?” tanya protokol
tersenyum ramah.
“Ya, benar”. Jawabku sembari tersenyum juga.
Nampak dari kejauhan, sosok yang familiar
menghampiri. Kawan lama yang cukup hebat. Mengembara di dunia birokrasi. Namanya
Ahkmad Syafari. Sebuah nama yang cukup keren. Aku berharap kali ini jangan
diajak untuk menikmati kopi. He.he.he
“Sehat bang?”, tanyaku sambil menyodorkan
tangan sebelah kanan.
“Pasti dong, Alhamdulillah”, Jawabnya dengan
senyum sumringah, sambil menyambut “salam”
ala Covid.
Sambil menunggu, berusaha aku mencari tempat
yang nyaman. Tempat yang akan aku gunakan untuk bersantai dan menulis. Aku menyengaja
mengambil kursi yang telah disediakan. Terasa ada yang “mengganjal”. Tapi apa?.
Aku berusaha mencari tahu, tanpa merubah posisiku. Nampak sebuah jawaban muncul,
saat protokol membuka acara. Memperingati Hari Anak Nasional.
Sejarah yang cukup panjang. Penuh dinamika. Demikian
hati saya berkata. Sejarah yang melatar belakangi HAN. Bagiku, Yonada Nancy dan
Iswara N Raditya, cukup gamblang
menulisnya. Dalam artikel "Sejarah Hari
Anak Nasional & Alasan Di peringati Setiap 23 Juli", https://tirto.id/eeSs, keduaya menuliskan, “ Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23
Juli. Ada sejarah dan alasan yang mendasari hal ini. Bermula pencetusan Hari
Kanak-Kanak Indonesia di era Presiden Sukarno (Orde Lama) yang berproses cukup
rumit, hingga nantinya diganti oleh Presiden RI ke-2 Soeharto pada 1984”.
Hmm, Dari Presiden Soekarno
sampai Presiden Soeharto. Orde lama dan orde baru. Begitulah tulisan yang
sempat saya baca. Kemudian, dalam tulisan itu-pun dinyatakan “Dalam prosesnya, tanggal peringatan hari
anak di Indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan. Hingga akhirnya,
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang memutuskan
bahwa Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Mengapa 23 Juli?
Pemilihan tanggal ini diselaraskan dengan pengesahan Undang-Undang tentang
Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Peringatan HAN diselenggarakan dari
tingkat pusat hingga daerah untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang
ramah anak”.
Nah, terkait soal ini,
jangan tanya dahulu ya. Butuh waktu untuk berdiskusi, terlebih lagi tema yang
menarik. Pasti dengan senang hati aku senang diajak ngobrol. Sekali lagi bukan sekarang ya. Karena aku mau melaksanakan
perintah komandan. Menyukseskan agenda siang ini.
Aku lihat protokol bersiap. Menyiapkan
mikrophone untuk Pak Bupati. Ya, Pak Bupati akan menyampaikan sambutan dan
arahan. Dalam hati aku berkata,” hmm, gagah nian
Pak Adipati ini”. Dengan kameja yang dipadu celana yang cukup ilegan. Disisi lain,
para protokol juga sibuk menyiapkan hadiah yang sudah bersejajar rapi.
Acara dilanjutkan dengan
pembagian hadiah. Aku cukup kaget, mendengar salah satu lembaga dalam naungan
Kemenag disebut sebagai juara. Diam-diam rasa bahagia hadir. Betapa tidak, Raudhatul
Atfal (RA) adalah salah satu lembaga yang bernaung di Kementerian Agama.
Alhamdulillah, batinku berucap. Dan yang lebih membahagiakan lagi setelah aku
mengetahui RA tersebut. Ya, RA Bahrul Ulum Rebang Tangkas. Sudah tentu moment
ini tidak aku biarkan berlalu tanpa diabadikan.
“Assalamu’alaikum, bu nyai?
Sehat selalu njeh? Pak Yai Nurcholis pripun kabare, sehat kan?” aku menyapa salah satu tokoh penting di
Ponpes Bahrul Ulum. Bu nyai ini adalah istri Pak K.H. Nurcholis. Ibu Hj.
Hajar Yatin, S.Pd.I.
“Wa’alaikumsalam, sehat sedanten
pak”, jawab bu nyai.
“Sukses selalu ya, RA Bahrul
Ulum menjadi satu-satunya yang dapat juara”, Aku berkata dengan mantap.
Cukup mewakili, meskipun
belum semua RA terlibat. Bisa dibayangkan, betapa hebatnya Ananda Ihsan. Ditengah
pandemi Covid-19, mampu berprestasi. Mengikuti kegiatan lomba yang diadakan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Way Kanan, Juli lalu. Lombanya pun cukup
bergengsi. Lomba Kreatifitas Anak Bersama Orang Tua Dimasa Pandemi Covid-19. Hebat
dan luar biasa.
Memang ini adalah realitas.
Kementerian Agama adalah salah satu Instansi Vertikal. Demikian juga, RA
bernaung di Kemenag. Akan lebih “sempurna” jika kegiatan yang dilaksanakan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, melibatkan RA. Namun, harapanya RA juga harus
terlibat aktif. Ada sinergitas. Begitu obrolan dengan abangku yang gagah. Bang
Syafari.
“Ya, memang begitu, kami
juga sudah berkoordinasi dengan baik”, ujar bang Syafari.
“Mantap itu, bang, kan Bunda
PAUD nya hanya satu”, jawabku sejurus kemudian.
“Siapa hayo,”, tanyanya kemudian.
Tanpa ada jawaban, kami
berdua tertawa lepas. Keakraban nampak terjalin erat. Meskipun mempunyai kesibukan
masing-masing, komunikasi tetap terjalin. Tidak hanya membahas masalah kopi,
namun banyak hal. Kecuali satu. Mancing.
Blambangan Umpu 18 September 2020
Smg penyuluh agama islam selalu dlm bimbingaNYA serta ridhoNYA Aamiin....
BalasHapusBarokalloh
BalasHapusTetep semangat penyuluh kita..semoga berkah!
BalasHapusKhotib Rifa'i
BalasHapusBarakallah...
Subhanallah
BalasHapusMabruuk pantang mundur maju terus wahai para pemberi penerang jalan ke surga
BalasHapusAlhamdulillah...
BalasHapusTerimakasih pak Munawar, semoga sehat dn sukses selalu...