Rabu, 30 September 2020

Tabula Rasa Berbagi

 



By: Munawar
PAI Fungsional Kemenag Way Kanan

Kopi NA yang aku minum belum habis. Semilir angin masih terasa dingin. Dedaunan terlihat basah, meskipun hujan belum turun. Semalam. Iringan musik terdengar perlahan. “Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku , meski kau tak cinta kepadaku”. Hmm...”Risalah Hati” milik Dewa 19 mengalun syahdu. Aku masih disini, menunggu kedatangan Muzaki, Dana dan Ciwul.

Aku telah bersiap menemuimu disana. Melihat senyummu. Memandang lentik bola matamu. Aku yakin, senyumanmu akan hadir menyambutku. Aku juga yakin bahwa dirimu akan sibuk dengan kegiatan “Penyuluh Agama Berbagi”. Sungguh senang jika hatimu mampu menemukan kebahagiaan dalam berbagi. Aku bahagia jika dirimu tidak banyak berdiam. Hmm, aku hanya ingin memastikan bahwa dirimu baik-baik saja. “Maa ajmala an tajida qolban yuhibbuka duna an yutholibuka bi ayyi syaiin siwaa an yarooka bikhoirin”. Demikian ungkapan itu mewakiliku untukmu. Ya untukmu seorang.

Aku tersenyum saat kawan “endut” ini bertanya. Duduk disampingku sebagai seorang ahli starategi. Navigator. Wajah yang sedikit pucat. Bukan karena hendak mabuk, melainkan melihat gaya aku menyupir. Maklumlah. Ini pengalaman pertama. Saat ini baru sampai jembatan Way Giham. Salah satu sungai yang cukup “menantang” untuk memancing. Tapi, bukan di bawah jembatan itu. Melainkan diatas. Disebuah lubuk yang cukup “keren”.

“Pak, apa artinya kalimat tadi?”, dia nampaknya penasaran.
“Penasaran ya?”, ujarku sambil melirik dan tersenyum.
“He,he.he, masalahnya ada kata Yuhibbuka”. Jawabnya sambil garuk-garuk kepala.“Oo...cinta maksudmu ya”, aku juga tertawa.
“Itu kan artinya, mencintimu, kan pak”, si “endut” masih penasaran
“Secara harfiah memang begitu, namun peletakan dalam ungkapan diatas bukan itu maksudnya”, sengaja aku membuat penasaran
“Lha terus opo?”, logat daerahnya yang kental akhirnya keluar.
“Wah, wah, pengen tahu, atau pengen nyuplik, kalau ingin tahu bisa tanya ke Pak Malik nanti ya”, jawabku sambil tertawa.

Kendaraan terus melaju perlahan. Medan yang tidak cukup bagus harus dilalui. Membutuhkan waktu lima puluh lima menit untuk sampai di Pisang Indah. Jarak tempuh yang cukup jauh antara Blambangan Umpu ke Bumi Agung. Akan tetapi bukan Pisang Indah yang akan aku tuju. Melainkan Buay Bahuga. Sebuah kecamatan yang bersebelahan dengan Bumi Agung. Mungkin tiga puluh menit lagi baru akan sampai. Kondisi seperti ini, aku teringat kata-kata, If'al maa yus'iduka, fa al ayyaamu lan ta'uudu. Bahagia. Ya wajib bahagia, walaupun berbelok arah karena sebuah keyakinan yang emosional.

Aku membayangkan sebuah kebahagiaan. Bisa bertemu kembali dengan sahabat-sahabat yang hebat. Para pejuang tangguh di kecamatan Buay Bahuga. Betapa bahagianya melihat mereka ber-swafoto bersama. Mengabadikan moment yang sangat bersejarah. Bertegur sapa satu dengan yang lainya. Berbagi kebajikan untuk sesama. Aku pun akan bahagia juga. Melihat lentiknya bola matamu, juga senyumanmu.

Aku tersenyum saat melihat bangunan KUA Buay Bahuga. Ini menandakan tujuan akan segera sampai. Meskipun tanpa ada umbul-umbul dan tarian sigeh pangunten, namun sambutan hangat mewarnai pertemuan ini. Satu demi satu para sahabat itu bersua. Tertawa bersama. Begitu alami. Bagiku, cukuplah sebuah jemputan untuk membahagiakan semuanya. Ini berarti kendaraan tidak harus memutar kembali.

Aula KUA Buay Bahuga cukup “eksentrik”. Sebuah ruangan yang multi guna. Ruangan yang di gunakan untuk melaksanakan proses suscatin. Namun terkadang menjadi ruang pertemuan. Terkadang juga ruang tersebut digunakan untuk sekedar melepas lelah sembari menyeruput kopi sambil bercanda bersama. Ruangan yang cukup asri. Terlebih lagi sebuah rak buku berada sebelah disudut, meskipun jarang disentuh. He.he

Pada ruangan ini, sejarah penyuluh agama Islam tercipta. Bukan karena aku duduk di depan, melainkan melihat sosok yang berbeda. Jujur, aku gembira. Kehadiranya menjadi bukti bahwa, infaq produktif dari kawan-kawan penyuluh agama Islam se-Way Kanan akan segera tersalurkan. Dengan demikian, amanah dapat tersampaikan dengan sempurna. Tentu ini menjadi kebahagian tersendiri.

Bos “besar” telah menyampaikan sambutan yang luar biasa. Aku begitu khidmat mendengarkan setiap ucapan yang sistematis. Ungkapan kebahagiaan yang terlahir dari Pak Hendera. Kepala KUA Buay Bahuga. Bagiku, keindahan yang ditampilkan bukan karena kacamatanya, namun tutur bahasa yang sangat diplomatis. Aku sangat brsyukur, kehadiran kawan-kawan penyuluh agama Islam sangat membantu tugas-tugas KUA. Ini yang aku suka.

Sesekali aku memandang sekitar aula. Nampak beberapa kawan masih sibuk “bermain” benda kesayanganya. Entah apa yang mereka lihat. Aku berharap saat ini mereka tidak membuka Blog Penyuluh Agama Way Kanan, meskipun sinyal agak susah. Aku hanya membatin, “tunggu, setelah tulisan ini selesai ya”. Sebuah keniscayaan tentunya bagi Penyuluh agama mau membuka blog kebanggaan itu. Namun, jika penyuluh agama tidak mau membukanya, apa yang harus aku katakan untuk menjulukinya?”. Entahlah, I don’t know about it.

Fase selanjutnya adalah babak final. Sebuah babak yang begitu penting. Babak dimana sebuah rangkaian akan “berakhir” sempurna. Tokoh utamanya adalah ketua Pokjaluh Way
Kanan. Sudah tentu, ungkapan hikmah hadir. Aku sangat maklum. Sudah seyogyanya begitu. Sebagai seorang penyuluh agama, maka tugas penyuluhan senantiasa melekat. Bukan karena faktor angka kredit, melainkan sebuah tugas yang di embanya.

Lihatlah, bagaimana sang ketua menguraikan tentang bab fikih. Pembahasan ini terinspirasi dari kisah seorang anak yang “bermain” dihadapan orang tuanya. Pada sisi inilah, peran fiqih diperlukan untuk “mengembangkan” sebuah teori tabula rasa. Teori yang menyatakan bahwa alam pikiran manusia ketika lahir berupa kertas putih yang kosong. Hmm, meski tidak menyebut namanya, aku ingat pada filosof itu. John Locke. Tokoh “istimewa” abad ke-17.

Pun demikian tentang uraian sebuah cita-cita. Aku baru tahu, jika sebuah cita-cita tertuang dalam Al-Qur’an. Cita-cita yang dimiliki oleh Hannah binti Faquda. Aku penasaran, apa yang dimaksud dengan hal tersebut. Marbot masjid. Aku kaget mendengarnya. Sebelum rasa penasaranku memuncak, sebuah lantunan surat Ali Imran ayat 35. “(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Kopi yang tersaji hampir habis. Terasa enggan untuk meminta lagi. Saat tegukan terakhir, prosesi penyerahan akan dimulai. Proses yang harus diabadikan oleh fotografer. Bagiku, ini adalah situasi yang mengharukan. Betapa tidak, keikhlasan kawan-kawan penyuluh agama Islam se-Way Kanan begitu berharga. Membantu sesama. Moment yang juga membahagiakan. Nah disinilah biasanya aku menghindar untuk menahan agar air mata tidak terurai.

Namanya adalah Muhammad Nur Ali. Seorang bapak yang juga merupakan guru ngaji. Sebuah pengabdian yang luar biasa. Karena tidak semua bisa mengikuti jejak dalam
kehidupan ini. Disamping itu, Pak M. Nur Ali ini mempunyai sebuah usaha pembuatan atau pengolahan makanan ringan. Aku bangga atas pilihan kawan-kawan PAI Kec. Buay Bahuga, mampu memilih sosok yang produktif dalam berusaha. Pembuatan Opak. Nama makanan ini sempat membuatku bertanya. Namun aku urungkan. Biarlah opak itu menjadi saksi bahwa bantuan produktif itu sampai pada sasaran yang tepat.

Dengan sangat “terpaksa” aku nambah kopi, sesaat sebelum sesi foto bersama. Ini berarti rangkaian acara sudah usai. Aku senang dan bahagia. Senang bisa melihat senyumanmu. Bahagia melihatmu baik-baik saja, meskipun aku lupa ada foto bersama. Aku cukup bahagia. Karena bahagia itu sederhana, tersenyum bersama atau berbagi duka bersama. Meskipun kita tidak bertegur sapa hari ini. Namun dirimu mungkin satu orang biasa, tetapi bagiku kamu adalah dunia yang istimewa.

Ada rasa gelisah yang terpancar. Rasa yang tidak biasa. Bisikan lirih masuk di telinga kiriku. Aku tersenyum. Namun, “perpisahan” hari ini bukanlah akhir dari segalanya. Bisa jadi, setelah air dirumah terpenuhi, setelah mesin air di perbaiki, atau jemputan malam datang, kita bisa bertemu lagi. Yang pasti, kata mutiara ini berlaku. alhayaatu tu’ngalimuka al hubba wa at tajarubu tu’ngalimuka man tuhibbu wal mawa qifu tu’ngalimuka man yuhibbuka.

Hmm...aku berharap jangan ada yang meminta untuk menterjemahkan. Sama halnya, lagu sonia tidak aku putarkan kembali. Biarlah semuanya mengalir, sebagaimana kebajikan yang didapat. Membantu sesama, berbagi kebajikan. Ya inilah, penyuluh agama Islam berbagi.

Bagiku, cukuplah lima cangkir kopi ini. Jangan ditambah lagi. Biarpun aku “penikmat” kopi, namun aku tak sanggup untuk menyeruput kopi ke enam. Bukan karena tidak mau. Ya bukan karena itu. Hanya satu hal. Sudah sampai rumah.

 

Buay Bahuga, 29 September 2020.




Penyuluh Peduli (season 3)




Buay Bahuga (MNR).  Penyuluh Peduli (Season 3) bertempat di Kantor Urusan Agama (KUA) Buay Bahuga, Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kabupaten Way Kanan melaksanakan kegiatan. Dengan mengusung tema Penyuluh Agama Islam berbagi, kegiatan tersebut dilaksanakan pada Selasa, 29 September 2020.

Dalam kesempatan tersebut, hadir Kepala KUA Buay Bahuga, Ketua Pokjaluh, FKPAI Kabupaten, Penyuluh Agama Islam (PAI)  Fungsional, PAI non-PNS dan penerima bantuan infaq produktif. Selain itu, PAI non PNS Bumi Agung juga turut hadir menyaksikan kegiatan tersebut.

Dalam sambutanya, Kepala KUA Buay Bahuga, Hendera, S.Ag., M.Pd.I menyampaikan bahwa kehadiran penyuluh agama islam sangat membantu tugas KUA. “Bagi KUA Buay Bahuga, keberadaan Penyuluh agama islam ini sangat membantu tugas-tugas KUA. Dengan adanya penjadwalan secara rutin, maka semua penyuluh dapat dengan baik membantu pekerjaan yang ada di KUA”.

Sementara itu, M.Ali, S.Ag., MM,  menyampaikan materi kepada para penyuluh agama islam. Ketua Pokjaluh Way Kanan ini menyampaikan bahwa, tugas seorang penyuluh agama itu sangat berat. “Bahwa menjadi seorang penyuluh agama islam itu cukup berat. Dibutuhkan keikhlasan yang tinggi untuk melaksanakan tugas yang telah diamanahkan”.

“Maka, penyuluh agama islam harus berada ditengah-tengah masyarakat. Mampu membantu masyarakat dalam bidang keagamaan. Dengan demikian, maka kehadiran penyuluh agama islam akan dirasakan keberadaanya”. Pungkasnya.

Acara tersebut diakhiri dengan penyerahan bantuan infaq produktif. Bantuan yang berasal dari infaq penyuluh agama islam se-Way Kanan. Bantuan infaq produktif tersebut di terima oleh Muhammad Nur Ali, yang memiliki usaha pembuatan opak.

Minggu, 20 September 2020

Bahagia Bertugas




Oleh: Munawar
PAI Fungsional Kemenag Way Kanan



Dunia anak, biasanya identik dengan balon dan permainan. Kadang anak-anak juga tidak  “mau tahu” takala meminta sesuatu. Tidak memandang tempat. Di manapun juga, tempat pesta, toko, bahkan pada acara penyerahan hadiah pemenang lomba kreatifitas anak bersama orang tua dimasa pandemi Covid-19 jenjang PAUD dan peringatan Hari Anak Nasional (HAN) hari ini. Begitulah dunia anak. Bermain dan bergembira dimanapun. Walaupun balon tersebut tidak ada disini.

Begitupun hari ini. Jum’at, 18 September 2020. Meskipun di rumah Dinas Bupati Way Kanan, anak-anak masih bermain. Ternyata, dunia anak memang begitu. Tak henti-hentinya orang tua berusaha memberikan pengertian dengan beragam cara. Ada yang menyuruh diam, memakaikan masker, bahkan ada yang menampakkan wajah "galak". Aku hanya tersenyum menyaksikanya.

Sebagai Penyuluh Agama Islam, aku harus selalu siap. Melaksanakan tugas Penyuluhan, bimbingan, konsultasi dan khutbah. Bahkan, untuk berdoa atas nama Kantor Kementerian Agama pun harus siap. Begitulah tugas pengabdian. Kapanpun pimpinan memerintahkan, kata “siap” harus ada. Demikian juga tugas hari ini, aku siap melaksanakan.

 “Siap”. Jawabku tanpa pikir panjang. Sebuah jawaban saat menerima surat disposisi.  Ini jawaban cukup birokratis sekali. He.he. Ya sebuah jawaban yang harus ada, saat perintah datang, meskipun Jumat sore ini ada tugasku menjadi “driver” khinatan LAZISMU Way Kanan. Namun Tugas negara, diatas tugas Muhammadiyah, apalagi tugas keluarga. Begitulah ilmu birokrasi.

Memang, cuaca di Blambangan Umpu cukup panas. Faktor musim kemarau mungkin menjadi salah satu sebab. Meskipun begitu, acara yang dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Way Kanan cukup meriah. Lihatlah, anak-anak dengan keceriaanya, bunda PAUD/RA yang cantik-cantik dan kawan-kawan dari dinas pendidikan cukup bersemangat, meskipun jam kerja telah usai.

“Pak, petugas doa ya?” tanya protokol tersenyum ramah.
“Ya, benar”. Jawabku sembari tersenyum juga.

Nampak dari kejauhan, sosok yang familiar menghampiri. Kawan lama yang cukup hebat. Mengembara di dunia birokrasi. Namanya Ahkmad Syafari. Sebuah nama yang cukup keren. Aku berharap kali ini jangan diajak untuk menikmati kopi. He.he.he

“Sehat bang?”, tanyaku sambil menyodorkan tangan sebelah kanan.
“Pasti dong, Alhamdulillah”, Jawabnya dengan senyum sumringah, sambil menyambut “salam” ala Covid.

Sambil menunggu, berusaha aku mencari tempat yang nyaman. Tempat yang akan aku gunakan untuk bersantai dan menulis. Aku menyengaja mengambil kursi yang telah disediakan. Terasa ada yang “mengganjal”. Tapi apa?. Aku berusaha mencari tahu, tanpa merubah posisiku. Nampak sebuah jawaban muncul, saat protokol membuka acara. Memperingati Hari Anak Nasional.

Sejarah yang cukup panjang. Penuh dinamika. Demikian hati saya berkata. Sejarah yang melatar belakangi HAN. Bagiku, Yonada Nancy dan Iswara N Raditya, cukup gamblang menulisnya. Dalam artikel "Sejarah Hari Anak Nasional & Alasan Di peringati Setiap 23 Juli", https://tirto.id/eeSs, keduaya menuliskan, Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli. Ada sejarah dan alasan yang mendasari hal ini. Bermula pencetusan Hari Kanak-Kanak Indonesia di era Presiden Sukarno (Orde Lama) yang berproses cukup rumit, hingga nantinya diganti oleh Presiden RI ke-2 Soeharto pada 1984”.

Hmm, Dari Presiden Soekarno sampai Presiden Soeharto. Orde lama dan orde baru. Begitulah tulisan yang sempat saya baca. Kemudian, dalam tulisan itu-pun dinyatakan “Dalam prosesnya, tanggal peringatan hari anak di Indonesia sempat beberapa kali mengalami perubahan. Hingga akhirnya, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang memutuskan bahwa Hari Anak Nasional diperingati setiap tanggal 23 Juli. Mengapa 23 Juli? Pemilihan tanggal ini diselaraskan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Peringatan HAN diselenggarakan dari tingkat pusat hingga daerah untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah anak”.



Nah, terkait soal ini, jangan tanya dahulu ya. Butuh waktu untuk berdiskusi, terlebih lagi tema yang menarik. Pasti dengan senang hati aku senang diajak ngobrol. Sekali lagi bukan sekarang ya. Karena aku mau melaksanakan perintah komandan. Menyukseskan agenda siang ini.

Aku lihat protokol bersiap. Menyiapkan mikrophone untuk Pak Bupati. Ya, Pak Bupati akan menyampaikan sambutan dan arahan. Dalam hati aku berkata,” hmm, gagah nian Pak Adipati ini”. Dengan kameja yang  dipadu celana yang cukup ilegan. Disisi lain, para protokol juga sibuk menyiapkan hadiah yang sudah bersejajar rapi.

Acara dilanjutkan dengan pembagian hadiah. Aku cukup kaget, mendengar salah satu lembaga dalam naungan Kemenag disebut sebagai juara. Diam-diam rasa bahagia hadir. Betapa tidak, Raudhatul Atfal (RA) adalah salah satu lembaga yang bernaung di Kementerian Agama. Alhamdulillah, batinku berucap. Dan yang lebih membahagiakan lagi setelah aku mengetahui RA tersebut. Ya, RA Bahrul Ulum Rebang Tangkas. Sudah tentu moment ini tidak aku biarkan berlalu tanpa diabadikan.

Assalamu’alaikum, bu nyai? Sehat selalu njeh? Pak Yai Nurcholis pripun kabare, sehat kan?” aku menyapa salah satu tokoh penting di Ponpes Bahrul Ulum. Bu nyai  ini adalah istri Pak K.H. Nurcholis. Ibu Hj. Hajar Yatin, S.Pd.I.
Wa’alaikumsalam, sehat sedanten pak”, jawab bu nyai.
“Sukses selalu ya, RA Bahrul Ulum menjadi satu-satunya yang dapat juara”, Aku berkata dengan mantap.
“Alhamdulillah pak”, Jawab para bunda PAUD dengan ceria.

Cukup mewakili, meskipun belum semua RA terlibat. Bisa dibayangkan, betapa hebatnya Ananda Ihsan. Ditengah pandemi Covid-19, mampu berprestasi. Mengikuti kegiatan lomba yang diadakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Way Kanan, Juli lalu. Lombanya pun cukup bergengsi. Lomba Kreatifitas Anak Bersama Orang Tua Dimasa Pandemi Covid-19. Hebat dan luar biasa.

Memang ini adalah realitas. Kementerian Agama adalah salah satu Instansi Vertikal. Demikian juga, RA bernaung di Kemenag. Akan lebih “sempurna” jika kegiatan yang dilaksanakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, melibatkan RA. Namun, harapanya RA juga harus terlibat aktif. Ada sinergitas. Begitu obrolan dengan abangku yang gagah. Bang Syafari.

“Ya, memang begitu, kami juga sudah berkoordinasi dengan baik”, ujar bang Syafari.
“Mantap itu, bang, kan Bunda PAUD nya hanya satu”, jawabku sejurus kemudian.
“Siapa hayo,”, tanyanya kemudian.

Tanpa ada jawaban, kami berdua tertawa lepas. Keakraban nampak terjalin erat. Meskipun mempunyai kesibukan masing-masing, komunikasi tetap terjalin. Tidak hanya membahas masalah kopi, namun banyak hal. Kecuali satu. Mancing.

Blambangan Umpu 18 September 2020

Selasa, 15 September 2020

Mesin Pembunuh





Oleh : Munawar

Oh ya, hari ini hari Senin ya. Hampir aku melupakan kegiatan di Way Tahmi. Terasa sedikit lelah. Dari hari Jum’at sampai Ahad, roda perputar terasa cepat. Setelah khitanan gratis untuk masyarakat, bermalam di Rebang Tangkas dan meluncur ke SMPMU Ahmad Dahlan Metro. Begitulah alur kehidupan. Aku yakin masing-masing mempunyai kehidupan sendiri. Sama halnya hari ini, hanya dua puluh orang Penyuluh Agama Islam (PAI) Kemenag Way Kanan yang hadir. Mengikuti kegiatan workshop oleh BNN Way Kanan.

“Pak, dimana lokasinya ya. Saya belum pernah kesana”. Tiga buah pesan sekaligus masuk.
“Disamping Jembatan Way Tahmi, Jalur dua”. Aku membalas sambil tersenyum.
Hmm, rupanya Rumah makan itu belum cukup familiar bagi kawan-kawan PAI. Atau hari ini adalah untuk pertama kalinya. Mekipun sudah sering melaluinya. “Pecah rekor”, aku membatin sambil tersenyum. “Jangan Sampai nyasar”, jawabku dalam pesan singkat.

Kegiatan workshop lingkungan masyarakat cukup menarik. Lihatlah, awalnya Oktarius memilih tempat terdepan bersama Pak Aliyudin dan Sigit Wibowo. Nama terkhir ini cukup menarik. Minimal dari segi penampilanya. Dengan langkah mantap menuju kursi terdepan. Mereka sangat ingin menikmati acara ini. Meskipun Oktarius tak mampu bertahan, setelah kedua “penggede” PAI hadir.

“Pak maaf, ban motor saya bocor”. “Saya sampai Bumi Baru Pak, dimana lokasinya?”. Pesan berantai masuk. Wah, ada yang nyasar, pikirku. “Balik arah, jembatan Way Tahmi, jalur dua”. Aku membalas, sesaat sebelum lagu Indonesia Raya dan Mars BNN di nyanyikan.

Aku menyimak dengan cukup serius, saat Ketua BNNK Way Kanan menyampaikan arahan. Cukup tegas dan berwibawa. Namanya Bapak AKBP Taufik BM Tohir. Demikian juga, peserta lainya. Fokus mendengarkan. Meskipun ada yang bertanya lirih,” AKBP itu apa?. Hmm...tugas Ust. Ibrohim lah yang menjelaskanya nanti. He.he

Dr. Firdaus cukup keren. Pemateri dari BNN menerangkan dengan cukup jelas. Membuka tabir data yang tersebar di Indonesia. Maka, sangat wajar sang dokter ini menyebutnya jika narkoba sebagai "mesin pembunuh". Menggerikan  ya. Maka, jangan coba-coba menggunakan narkoba. Begitu pesan bijak dari muzaki

Suasana cukup cair. Bagaimana tidak, ruangan cukup nyaman. Pendingin disediakan untuk menyamankan udara. Meskipun begitu, masih nampak wajah-wajah "kepanasan". Entah apa yang menyebabkannya. Aku juga tidak tahu. Aku harap bukan karena PIN penggiat anti narkoba yang sudah disematkan. Atau bukan karena sajian siang belum tersaji. Aku harap persepsi ini salah. He. He. He

Aku yakin dan percaya. Workshop ini akan memberikan pencerahan. Lihatlah, meskipun terlambat, pak muhlisin berani bertanya.  "Kami harus berbuat apa?". Sementara, ust. Ibrohim juga tidak mau kalah. " Bisakah kami berperan?". Dalam hati aku bergembira. Benar. Aku gembira bukan karena kawan-kawan akan mendapatkan sertifikat dari BNN. Bukan itu. Melainkan karena PIN BNN itu. Dengan PIN itu, secara tidak langsung “berhak” menyampaikan materi tentang Narkoba. Apakah Ust. Hasan Isro berani ya?.

Kawan-kawan sibuk dengan dunianya. Ada yang bercerita, tertawa bahkan makan. Aktivitas terakhir ini yang banyak dilakukan. Apa karena belum sarapan ya? Bisa jadi begitu. Ini sudah biasa. "Ga sarapan sudah biasa". Kata kawan-kawan. Aku terdiam dan tersenyum. Aku malah tidak terbiasa meninggalkan sarapan. Cukup rajin " Yayang ku" Menyiapkan menu pagi gratis. He. He

Mentari sudah beranjak tinggi. Atmosfir worshop telah memberikan aura positif "untuk" dan "akan". Mungkin rasa kantuk sedikit menghilang, meskipun gangguan tekhnis terjadi. Mati Lampu. Aku yakin, kondisi seperti ini, HP menjadi teman terbaik. Ya.. Era akhir 4.0 memang memberikan " Kuasa" Untuk memaksimalkan penggunaan IT. Namun, seyogyanya bisa memainkan posisi, kapan digunakan dan kapan diabaikan. Minimal silent atau nada getar.

Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Terlihat jelas. Dengan semangat menyala, beragam curhatan mengenai "gejolak sosial" Hadir. Hmm... Cukup mendebarkan. Bahkan  dengan nada bergetar, sebuah candaan terdengar. "Nunggu aku jadi presiden ". Mungkin candaan itu sebagi bentuk ekspresi betapa akutnya efek peredaran Narkoba.

Nampaknya, cacing sudah mulai menggoda. Menggelitik perut untuk segera di isi. Suara renyah merupakan sebuah pertanda. Meskipun sebuah pertanyaan masih ada. "Ciri-ciri pemakai awal bagaimana". Sesaat kemudian disambut tawa dan lantunan adzan di HP.
  
Pemateri “bujang” ini menyampaikan bahwa, ciri sederhana bisa di lihat. “Kalau mata merah sayu, kemudian jalan oleng, sering garuk-garuk, sering menyendiri dan pakai jaket terus”. Nah adakah yang garuk-garuk? Jangan-jangan itu sebuah pertanda. He. he.he. pertanda banyak kuman, celetuk Mas Eko di belakang.

Usai sudah pertemuan hari ini. Pertemuan yang mempertemukan banyak hal. memberikan informasi betapa "kejamnya" Narkoba. oleh karenanya, Narkoba sudah menjadi ancaman kita bersama. 

Dari semua canda tawa yang ada, sebuah kepastian hadir. Kepastian untuk membantu pemerintah. Membantu mensosialisasikan bahaya narkoba kepada masyarakat. Ya, ini adalah tugas mulia seorang penyuluh. namun yang pasti, kita hadir untuk masyarakat. 

Terimakasih. Aku ucapkan kepada semuanya. terimakasih juga kepada yang sudah "ngacir" duluan, yang sudah memecahkan rekor, dan yang sudah langsung berganti baju. Bahkan ada yang langsung "berganti" wujud, menjelma bak intel. Padahal pak mahfud sudah mengatakan, kita adalah penyuluh, bukan intel. He.he

Way Tahmi, 14 September 2020/ vidiodokumentasi Vidio bersama BNN
 

Selasa, 08 September 2020

Peserta Whorshop BNN Way Kanan (Lingkungan Masyarakat)

 

Penyuluh Agama Islam PNS, CPNS dan Non PNS merupakan ujung tombak dalam penyuluhan di tengah-tengah masyarakat. Penyuluh merupakan kepanjangan tangan Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan demikian disampaikan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Way Kanan H.M. ISA dalam setiap perjumpaan dalam pembinaan kepada para Penyuluh Agama Islam

Harapan dan arahan kepala kantor Kemenag ini tentu bukan hal yang berlebihan, mengingat begitu dekatnya para penyuluh ini hadir ditengah masyarakat., namun demikian peran serta dan peran aktip para penyuluh ini masih sangat perlu ditingkatkan,  terutama  dalam menanggulangi penyakit masyarakat khususnya penyalahgunaan narkoba.

Sebagai gambaran data yang berkait dengan narkotika yang diambil dari situs resmi BNN per tanggal 07 september 2020 pukul 11.30 wwib dibawah ini merupakan gambaran bahwa narkoba begitu mengancam dan menggurita untuk merusak generasi penerus bangsa ini.



Peran Penyuluh Agama Islam Kemenag Way Kanan memberdayakan seluruh penyuluh dalam pemberantasan Narkoba, potensi penyuluh yang berjumlah 118 orang baik PNS dan Non PNS yang tersebar di 14 Kecamatan akan bersinergi dengan BNN, untuk menanggulangi penyalahgunaan Narkoba.

"Spesialisasi kepenyuluhan tentang Narkoba menjadi prioritas program kerja PAI Kemenag Way Kanan dalam menjalankan tugasnya, untuk itulah penyuluh yang bertugas dimasyarakat akan lebih fokus dalam menangkal Narkoba," tandasnya.

"Peredaran narkoba begitu masif, bahkan kita gencar memerangi, mereka juga gencar melawan. Menyuarakan narkotika itu berbahaya dari sudut pandang agama, pembangunan mental spiritual penting untuk mencegah maupun menangkal narkoba," sangatlah penting

"Bermacam cara yang ditempuh oleh pengedar Narkoba untuk masuk ke Indonesia, misalnya ditelan, dimasukkan perut ikan dan yang lain-lain, maka peranan Penyuluh Agama Islam sangat vital dalam menyampaikan dakwahnya tentang bahaya Narkotika," Semoga kerjasama dan pelaksanaan Pencegahan narkoba melalui workshop Pencegahan Narkoba Lingkungan Masyrakat kiranya dapat menjadi ikatan awal kerja sama dalam menjalin kewaspadaan dan pencegahan narkoba... (aamiin) 

Data Peserta Workshop : Klik disini