Selasa, 24 Mei 2022
Kupi Khop
Sabtu, 21 Mei 2022
Saleum Teuka di Banda Aceh
Siapakah pemilik mimpi paling sempurna? Dimanakah mimpi itu bersembunyi dalam puncak kesempurnaan? Ah, jangan jangan, aku bagian dari individu yang merindukan uraian mimpi. Lebih kejamnya, sang pemimpi. He.he.he.
Tentu, dalam candaan uraian ini bukan sekadar bermimpi dalam ritme tidur. Bukan itu. Sebab jika yang dimaksudkan adalah hal itu, maka keseriusanlah yang hadir. Minimal Sigmund Freud akan hadir dalam ragam tafsir mimpinya.
Sejak awal pembangunan Tol Sumatera, terselip sebuah mimpi dapat berkunjung ke Provinsi Aceh. Alasan sederhananya adalah dapat berlibur melalui jalan tol yang menghubungkan seluruh pulau andalas. Bagiku, mimpi itu terbilang cukup keren untuk anak dusun sepertiku.
Masalahnya, kapan dapat mewujudkan mimpi itu? Nah, perjalanan takdir terbaik hanya Sang Pengatur Semesta saja yang mengetahui. Bukankah sesuatu yang normal, jika penyandaran terbaik adalah hanya kepada Sang Pencipta. Begitulah bahasa penyuluh agama. Selalu merujuk dalam kaidah normatif sebagai bagian dari penghayatan tugas yang diberikan.
Aku abaikan saja tafsir mimpi Sigmund Freud (2001:7) ini. Meskipun aku memahami bahwa mimpi akan membuat sebuah permulaan, namun mata rantai berikutnya akan menjadi makin kabur dan akan muncul dalam bentuk yang berbeda atau diganti dengan sesuatu yang sepenuhnya baru.
Ah, memang sederhana kok untuk menciptakan mimpi. Yakin saja, kenormalan manusia meniscayakan adanya impian. Masalahnya ada pada dimensi waktu, saja. Bukankah begitu? Maybe yes. He.he.he.
Aceh masih menempati impianku untuk sekadar “ngopi” disana. Sama halnya dengan keinginan untuk berkunjung ke Bali, Makasar, Lombok dan beberapa kota lainnya di Nusantara. Ini adalah bagian keinginan yang normal dari anak kampung yang berkeinginan menghirup indahnya alam Nusantara. Ah, biarlah walau hanya dalam impian.
Bolehkan mengungkapkan impian dalam pengharapan itu. Siapa tahu, suratan takdir akan mengantarkanku sampai pada terwujudnya mimpi itu. Tentu, dalam ritme dimensi waktu yang tepat. Harus optimis tentunya. Sebab optimis bagian dari nutrisi kehidupan yang penting. Bahkan, Winston C mengatakan, "Orang pesimistis melihat kesulitan dalam setiap kesempatan. Orang optimistis melihat peluang dalam setiap kesulitan.".
Nah, kesempatan itu akhirnya tiba. Dengan kuasa Ilahi, sebuah program Government Transformation Academy (GTA) Pelatihan Dasar TIK dan Video Production BPPTIK Kominfo yang bekerjasama dengan Kemenag RI, memberikan kesempatan terbaik. Sebuah kesempatan yang berharga tentunya dapat mengabdikan melalui program tersebut.
Provinsi Aceh, adalah pilihanku. Tiada hal yang mampu mengalirkan kebahagiaanku selain ucapan syukur sebagai wujud penghambaan kepada Sang Maha Pengatur. Tentu, ucapan terimakasih wajib aku sampaikan kepada Kominfo RI dan Kemenag RI yang memberikan tugas ini.
Hmm, skenario kehidupan tidak ada yang bisa menebak. Sebab kehidupan meniscayakan adanya misteri. Tugas kita adalah melaksanakan apa yang sudah di titahkan oleh Yang Maha Pengatur.
Bayangan itu kian dekat bagaikan sinar mentari yang menghangatkan semesta. Aku tersenyum saat seduhan kopi meninggalkan rasa yang tak mampu terungkapkan secara jelas. Bagiku, sinar mentari itu menandakan bahwa siklus kehidupan masih berlanjut. Minimal untuk hari ini.
sebuah lagu menenangkan batiniah yang tercipta. Menikmati iringan musik tanpa paksaan senja. suasanana yang tercipta, memberikan ragam pemaknaan. Lagu yang sempat viral itu berjudul "Meurindu".
"Mantong teusimpan di dalam hate, Mantong teu-uke syae cinta, Keu gata sayang, Gata boh hate, Gata yang sabe lon puja, Mantong teusimpan di dalam hate, Mantong teu-uke syae cinta, Keu gata sayang, Gata boh hate, Gata yang sabe lon puja".
(https://cerdikindonesia.pikiran-rakyat.com/news/pr-863054947/lirik-dan-terjemah-lagu-aceh-meurindu-yang-dipopulerkan-rialdoni. Diakses 21.05.2022.
14.59).
Banda Aceh, 21 Mei 2022