Selasa, 24 Mei 2022

Kupi Khop


Oleh: Munawar

"Sinja leukang ujeun jitoh, malam ka troh leupi ron raya
Lon preh janji banta tanggoh, taba suloh dari jioh tabi keu  peunawa"
(Suloh: Apache13)


    Kadang, kebingungan akan menambah rasa dalam kehidupan. Bahkan, kebingungan mampu mencairkan suasana keakraban. Bersama malam tanpa rintik hujan. Benarkah?
   Sebuah episode sejarah telah tercipta bersama alam Serambi Makkah. Perjalanan takdir yang tak akan terlupakan. Sungguh mengasyikkan bersama seduhan kopi yang tiada pernah berhenti tersaji saat mentari tak nampak kembali. Ah, benar-benar "hidup" dalam kehidupan yang tak terduga.
    Yang hadir dalam aksara ini bukanlah pada dinamika Diklat TIK dengan para panitia dan pesertanya. Bukan itu. Tapi setapak langkah dari sajian kopi yang terasa berbeda. Maka, ijinkan aku untuk tertawa terlebih dahulu sembari mengingat sebutan "Kopi Kepala Kebalik".  Kopi itu tentunya julukan pak Faisal dalam canda.He.he.he.
    Jika Anda pecinta kopi, datanglah ke Banda Aceh. Aku jamin beragam tempat kopi akan dengan mudah ditemui. Yakinlah bahwa pilihan kopi itu (pun) akan memberikan warna dan citarasa tersendiri. Percayalah, karena pembuktian terbaik ada pada pengalaman yang tercipta.
    Mungkin, Pak Agus Suparno (Tutor TIK) asal Lampung akan kaget dengan bawaan yang terbungkus rapi dalam tasnya yang sudah dipersiapkan dengan rapi. Saya percaya bahwa niatan awal tersebut akan menjadi pengalaman tak terlupakan sembari mengatakan, "Yo wes, ra popo" ala Julia Perez dalam "Aku Ra Popo". He.he.he.
    Ah,  nuansa kebatinan dalam menjelajahi malam yang aku rasakan tidak bisa di upload oleh Bang Masrizal (Tutor TIK) asal Riau. Sebab, beliau pasti mengalami "dimensi" yang berbeda meskipun sudah mencicipi kopi Aceh yang terkenal itu. "Bukankah begitu, duhai Abangku?"
    Eh, kemanakah Doktor Taufik (Tutor TIK) asal Bogor itu? Apakah sudah berselancar terlebih dahulu ke arena sajian kopi? "Pasti, sudah," Ujar Pak Adam (Tutor VP) asal Bekasi sambil tertawa. Agaknya, sudah tak sabar ingin segera menyeruput kopi khas tersebut, meskipun entah kopi yang ke berapa. He.he.he. Ups. Agaknya nyaman saat "diculik" untuk Ngopi Bareng.
  Hmm ... aku masih berpikir bagaimana meminum kopi yang telah ada itu. Aku lirik, Pak Khoirul dan Pak Kasi Bimas masih asyik terdiam. Sementara sang pengusaha Pak Faisal dan Pak Mahyudin juga asyik sambil tersenyum melihat kebingungan yang saya alami. Ya, aku bingung untuk meminum kopi yang baru pertama kali ini. Bang Ikhwani, Bagaimanakah cara minumnya? He.he.he.
    Aku kembali memandangi kopi itu. Sebuah sedotan yang susah tercabut berada tepat pada gelas yang terbalik diatas piring kecil. instingku bekerja normal dengan memegang gelas yang terbalik itu. saya begitu kaget dan bersegera menarik tangan yang terasa panas. Ah, ternyata sangat panas. Sontak, aku mendengar tawa khas yang menggelegar dalam tawa kebersamaan.
    Maklum saja dengan tertawanya para bapak-bapak. Intonasinya pasti jauh lebih keras dari musik manapun. Bahkan, suara itu jauh lebih indah dari suaraku yang fals saat menyanyi. Hehehe.
    Aku belum berani untuk meminumnya, meskipun ada ajakan untuk segera menyeruputnya. "Pak, SOP nya gimana sih, minum kopi ini," tanyaku sambil tertawa. "Itu, di tiup dahulu melalui pipet itu, pak," Sebuah jawaban terdengar sambil tertawa."Di tiup?" batinku ragu sambil tertawa.
    Butuh perjuangan untuk menikmati kopi unik ini. Aku sudah beberapa kali berusaha untuk menyedot melalui pipet. Eh, ternyata benar-benar tidak berhasil. He.he.he. Akhirnya aku menyerah sambil mengikuti anjuran untuk meniup kopi itu. Hasilnya, Hmm...air kopi itu keluar dengan sendirinya. Ah, sungguh sensasi yang unik.
    Pak Taufik, rupanya sudah mampu menikmati Kupi Khop. Dengan gaya khasnya, keasyikan dalam menikmati sajian itu begitu nyata. Benar-benar malam yang dipenuhi dengan gemintang tawa yang tak berkesudahan.
    Kupi Khop. Demikianlah namanya. Rasa penasaran telah terjawab dengan sajian yang ada. Ragam peristiwa yang istimewa saat malam akan berganti dini hari.

Sabtu, 21 Mei 2022

Saleum Teuka di Banda Aceh



Munawar, S.Fil.I, MA
PAIF Kab. Way Kanan/ Tutor TIK

Siapakah pemilik mimpi paling sempurna? Dimanakah mimpi itu bersembunyi dalam puncak kesempurnaan? Ah, jangan jangan, aku bagian dari individu yang merindukan uraian mimpi. Lebih kejamnya, sang pemimpi. He.he.he.

Tentu, dalam candaan uraian ini bukan sekadar bermimpi dalam ritme tidur. Bukan itu. Sebab jika yang dimaksudkan adalah hal itu, maka keseriusanlah yang hadir. Minimal Sigmund Freud akan hadir dalam ragam tafsir mimpinya.

Sejak awal pembangunan Tol Sumatera, terselip sebuah mimpi dapat berkunjung ke Provinsi Aceh. Alasan sederhananya adalah dapat berlibur melalui jalan tol yang menghubungkan seluruh pulau andalas. Bagiku, mimpi itu terbilang cukup keren untuk anak dusun sepertiku.

Masalahnya, kapan dapat mewujudkan mimpi itu? Nah, perjalanan takdir terbaik hanya Sang Pengatur Semesta saja yang mengetahui. Bukankah sesuatu yang normal, jika penyandaran terbaik adalah hanya kepada Sang Pencipta. Begitulah bahasa penyuluh agama. Selalu merujuk dalam kaidah normatif sebagai bagian dari penghayatan tugas yang diberikan.

Aku abaikan saja tafsir mimpi Sigmund Freud (2001:7) ini. Meskipun aku memahami bahwa mimpi akan membuat sebuah permulaan, namun mata rantai berikutnya akan menjadi makin kabur dan akan muncul dalam bentuk yang berbeda atau diganti dengan sesuatu yang sepenuhnya baru.

Ah, memang sederhana kok untuk menciptakan mimpi. Yakin saja, kenormalan manusia meniscayakan adanya impian. Masalahnya ada pada dimensi waktu, saja. Bukankah begitu? Maybe yes. He.he.he.

Aceh masih menempati impianku untuk sekadar “ngopi” disana. Sama halnya dengan keinginan untuk berkunjung ke Bali, Makasar, Lombok dan beberapa kota lainnya di Nusantara. Ini adalah bagian keinginan yang normal dari anak kampung yang berkeinginan menghirup indahnya alam Nusantara. Ah, biarlah walau hanya dalam impian.

Bolehkan mengungkapkan impian dalam pengharapan itu. Siapa tahu, suratan takdir akan mengantarkanku sampai pada terwujudnya mimpi itu. Tentu, dalam ritme dimensi waktu yang tepat. Harus optimis tentunya. Sebab optimis bagian dari nutrisi kehidupan yang penting. Bahkan, Winston C mengatakan, "Orang pesimistis melihat kesulitan dalam setiap kesempatan. Orang optimistis melihat peluang dalam setiap kesulitan."

Nah, kesempatan itu akhirnya tiba. Dengan kuasa Ilahi, sebuah program Government Transformation Academy (GTA) Pelatihan Dasar TIK dan Video Production BPPTIK Kominfo yang bekerjasama dengan Kemenag RI, memberikan kesempatan terbaik. Sebuah kesempatan yang berharga tentunya dapat mengabdikan melalui program tersebut.

Provinsi Aceh, adalah pilihanku. Tiada hal yang mampu mengalirkan kebahagiaanku selain ucapan syukur sebagai wujud penghambaan kepada Sang Maha Pengatur. Tentu, ucapan terimakasih wajib aku sampaikan kepada Kominfo RI dan Kemenag RI yang memberikan tugas ini.

Hmm, skenario kehidupan tidak ada yang bisa menebak. Sebab kehidupan meniscayakan adanya misteri. Tugas kita adalah melaksanakan apa yang sudah di titahkan oleh Yang Maha Pengatur.

Bayangan itu kian dekat bagaikan sinar mentari yang menghangatkan semesta. Aku tersenyum saat seduhan kopi meninggalkan rasa yang tak mampu terungkapkan secara jelas. Bagiku, sinar mentari itu menandakan bahwa siklus kehidupan masih berlanjut. Minimal untuk hari ini.

sebuah lagu menenangkan batiniah yang tercipta. Menikmati iringan musik tanpa paksaan senja. suasanana yang tercipta, memberikan ragam pemaknaan. Lagu yang sempat viral itu berjudul "Meurindu".

"Mantong teusimpan di dalam hate, Mantong teu-uke syae cinta, Keu gata sayang, Gata boh hate, Gata yang sabe lon puja, Mantong teusimpan di dalam hate, Mantong teu-uke syae cinta, Keu gata sayang, Gata boh hate, Gata yang sabe lon puja".

(https://cerdikindonesia.pikiran-rakyat.com/news/pr-863054947/lirik-dan-terjemah-lagu-aceh-meurindu-yang-dipopulerkan-rialdoni. Diakses 21.05.2022. 14.59).

Banda Aceh, 21 Mei 2022