Pagi, saat matahari belum meninggi, Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Way Kanan tidak sebagaimana biasanya. Suasana cukup hangat, terlebih
lagi seduhan kopi sudah tersaji. Satu persatu para peserta sosialisasi sudah
mulai hadir. Nampak beberapa wajah yang sangat aku kenal sedang bersantai di
Aula Masjid Agung Ashabul Yamin Blambangan Umpu. Aku masih diruangan penyuluh,
menikmati suara pendingin ruangan yang menderu. Sambil menikmati air hitam, sesekali
aku melihat layar pada komputer yang tersambung. Selintas, foto sebuah jalan
mengusik jemariku untuk berdansa.
Diruangan penyuluh ini, diskusi pagi menyeruak membersamai ide dua orang sahabat, Kang Mujib dan Bang Roni. Dua orang sahabat yang sedang membicarakan tentang pandemi yang tengah berlangsung, Covid-19. Sungguh, pandemi ini merupakan wabah yang sangat merugikan banyak aspek kehidupan manusia. Sebuah diskusi yang sesekali diselingi bahasa Lampung yang menambah hangat suasana keakraban. Begitulah jalinan kekeluargaan yang terjadi.
Kopi belum terlalu dingin meskipun hidangan tidak hadir menemani
kebersamaan ini. Meskipun jujur harus diakui hidangan itu bukan segalanya.
Sebab, sebentar lagi hidangan itu tersaji dalam acara sosialisasi Inpres Nomor
2 Tahun 2021. Cukuplah obrolan ini menjadi pembuka sebelum aku bertemu dengan
rekan-rekan Penyuluh Agama Islam spesialisasi zakat. Sungguh momen ini sangat
berharga jika tidak diabadikan dalam sebuah tahta peradaban.
Agenda hari ini adalah agenda resmi sebagaimana surat undangan dari kepala Kemenag Way Kanan. Undangan ini bermakna bahwa kehadiran di aula kementerian Agama adalah bagian dari pelaksanaan tugas. Maka, menjadi sebuah keniscayaan jika pertemuan menjadi kepastian. Untuk itulah sambutan hangat meski aku berikan kepada kawan-kawan Penyuluh Agama, minimal mengabadikan keberadaan dalam sebuah foto.
Aku tersenyum saat “Muli” Gunung Labuhan hadir bersama “pengantin baru”. Nampak keakraban yang nyata. Sebuah keharmonisan yang terlahir dari ikatan persaudaraan diantara keluarga besar Kemenag. Jalinan yang tercipta dalam satu tugas besar; Penyuluh Agama Islam. Dalam konteks ini, aku bisa mengatakan bahwa berbahagialah menjadi seorang penyuluh. Bukankah begitu wahai Juleha?
Mentari sudah mulai meninggi saat Pak Muslim, Pak Muabidin dan pak Nafi
Anshori akan menaiki tangga menuju aula. Ketiga rekan ini menggunakan pakaian
yang berbeda. Meskipun begitu, tidak mengurangi pesona yang terpancar dari aura
positif. Ketiganya terus melangkah pasti. Salam khas pandemi menjadi saksi
pertemuan awal ini. Aku tersenyum, meskipun senyumanku tidak terlihat akibat
tertutup masker.
Aku teringat foto yang di uploud dari Rebang Tangkas. Sebuah perjalanan penuh dengan tantangan. Jalan yang belum bersahabat, meskipun tidak pada musim hujan. Bagiku perjuangan itu tidaklah mudah. Kepandaian dalam memilih jalan akan sangat menentukan “nasib” selanjutnya. Jika lengah sedikit atau hilang konsentrasi, maka kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi undangan penting ini.
Demikian juga dengan Pak Muslim dari Negeri Besar. Bu Lilis, Pak
Bahrul dan Ahmad Sidik dari Bahuga. Mekipun berasal dari kecamatan “ujung”
nampak sehat selalu. Termasuk juga “pengantin baru”, Iin dan “kakek segala tahu”
Gus Yusuf. Tak lupa juga kawan-kawan lainya. Ini menunjukkan bahwa semangat
untuk menjalankan tugas cukup menggembirakan.
Kulangkahkan kakiku menuju Aula di lantai dua. Acara akan segera
dimulai. Beberapa Kepala KUA dan Kepala Madrasah sudah hadir memenuhi tempat
yang disediakan. Langkah kakiku terhenti. Ada keinginan kuat untuk mengabadikan
sebuah moment yang jarang terjadi. Ya, momen pada sebuah anak tangga.
Agenda telah dimulai. Aku menebar pandangan keseluruh penjuru Aula.
nampak keseriusan ada pada para peserta.
Pun demikian juga dengan para pimpinan yang turut hadir. demikian juga
kawan-kawan Penyuluh agama, nampak antusias mendengarkan prsentasi yang
disampaikan. Aku lihat, sesekali nampak ada yang meminum air mineral dan
menikmati makanan ringan yang disediakan. cukup beruntung kegerahan akibat
cuaca tidak terasa, meskipun musim kemarau sedang berlangsung.
Agenda lanjutan dalam pertemuan ini adalah pemantapan Unit Pengumpul
Zakat (UPZ) pada Kantor Kemenag Way Kanan. Aku gembira, para pimpinan mempunyai
sebuah upaya untuk “menghidupkan” kembali lembaga yang pernah ada ini. Sebuah
upaya untuk menghidupkan ruh kementerian Agama melalui aksi sosial. Istilah
sederhana yang yang sering aku gunakan adalah filantropi. Istilah yang tidak
asing lagi dalam kehidupanku. Artinya kegiatan ini sudah menjadi satu kesatuan
yang komprehenship dalam sebuah dunia kerja.
Untuk pengetahuan sederhana, dapat aku sampaikan bahwa kata
Filantropi ini berasal dari dua kata Yunani yakni philos yang artinya
cinta dan anthropos yang berarti manusia. Dengan begitu filantropi
bermakna cinta pada sesama manusia dalam artian peduli pada kondisi manusia
lainnya. maka makna ini sangat cocok untuk dikembangkan oleh Kantor Kemenag Way
Kanan, sebagai salah satu upaya untuk meneguhkan sebuah eksistensi. begitulah
seyogyanya, meneguhkan eksistensi lembaga merupakan sebuah keniscayaan bagi para
pegawainya.
Sudah tepat kiranya apa yang menjadi harapan bapak Kepala Kemenag
Way Kanan. Harapan yang sudah disampaikan sudah seyogyanya mendapat respon yang
positif dari jajaran dibawahnya. Karena sesungguhnya pada wilayah kecamatan ada
Kepala KUA dan pada lingkungan Madrasah ada Kepala Madrasah. Jika peran dan
dukungan dari semua pihak dapat maksimal, maka program ini akan dapat berhasil
dengan baik.
Untuk menghidupkan ruh filantropi ini, pak kepala Kemenag menyampaikan banyak hal. Sebuah kesimpulan yang bisa diperoleh adalah adanya pemahaman bersama terkait program kebijakan yang sudah direncanakan. Disamping itu, dukungan dari seluruh keluarga besar Kemenag menjadi sebuah keniscayaan. Dalam hati aku berdoa, semoga kelak dikemudian hari, upaya yang dilakukan pagi ini menjadi sesuatu yang menggembirakan.
Agenda telah usai. Apa yang menjadi materi telah dilaksanakan
secara baik. Aku yakin dan percaya bahwa inti dari pertemuan hari ini telah
dapat ditangkap oleh kawan-kawan semua. Inilah saat yang tepat untuk kembali
mengabadikan kebersamaan, sebelum santapan siang.
Pada anak tangga yang sama, aku melangkah kembali. Pada anak tangga
yang sama, derap langkah kaki menjadi saksi. Disinilah derap itu dapat dimaknai
sebagai sebuah proses “untuk” dan “menjadi”.
Hidup Jayalah Penyuluh kita
#Penyuluhagamaislambergerak